[caption id="attachment_323118" align="aligncenter" width="600" caption="Ikan Pelangi. Sumber:pustakadigitalindonesia.blogspot.com"][/caption] Hari ini saya ikutan rapat di Kementrian Perikanan membahas SNI Ikan non-konsumsi. Jadi banyak pembahasan mengenai ikan-ikan hias, selain itu juga ada pembahasan mengenai nilai tambah produk ikan-ikan yang digunakan untuk non-konsumsi (bukan ikan hias). Misalnya tepung ikan untuk pakan, atau kolagen untuk kosmetik, minyak ikan untuk keperluan diluar pangan, dsbnya deh. Yang menarik, karena pembahasan mengenai ikan-ikan hias, ada seorang ahli ikan hias dari LIPI. Ibu ini yang bercerita bagaimana perjalanannya ke daerah-daerah Indonesia menemukan jenis-jenis ikan yang sangat indah dan langka. Ikan-ikan ini diburu oleh penggemar ikan mancanegara. Dan biasanya pemburu ini tidak memiliki ijin, hanya berpaspor turis, tetapi membeli ikan tersebut dari penduduk lokal, yang bahkan tidak tahu kalau ikan itu sangat berharga. Dia mencontohkan ikan pelangi (nama latinnya aku lupa, Mamaros apa gitu) dari Sulawesi Selatan. Ikan ini dijual besar-besaran ke luar negri. Ikan ini sangat indah, ya namanya aja pelangi. Nah, diluar negri sangat berharga, tetapi di negri sendiri dicuekin. Bahkan di Makasar saja kita tidak menemui adanya ikan ini sebagai ikan kebanggaan atau sebagai ikan 'spesialis'nya provinsi ini. Kemudian, ditambahkan lagi oleh bapak dari Kementrian Kelautan sendiri, bahwa di Kalimantan Tengah juga ada kasus yang sama. Penduduk lokal dimodalin oleh orang Singapura untuk memburu ikan-ikan indah disini untuk dijual kemanca negara. Nilai penjualan itu bisa mencapai Rp 4 Milyar sebulan, tetapi tidak terdata dan pemerintah lokal maupun pusat adem ayem saja. Dibiarkan. Beberapa ikan indah itu malah sudah hampir tidak bisa dicari lagi di Indonesia, tetapi sudah berada di tangan kolektor-kolektor Jepang. Itu kalau masih ada. Ibu yang dari LIPI juga masih menyebutkan, bahwa beliau juga pernah melihat ikan yang indah sekali, ukurannya kecil, hanya 7 cm, di Jambi. Ikan itu spesies baru yang ditemukan. Tak lama kemudian ketika dia kembali ke lokasi ditemukan ikan itu, lokasinya sudah kering, ikan sudah tidak bersisa satupun. Dan daerah sekitarnya sudah berubah menjadi perkebunan sawit. Ikan itu sudah diborong oleh orang luar. Potensi ikan hias Indonesia mencapai 4500 spesies. Dan itu mencakup 60% dari total ikan hias dunia! Betapa kayanya Indonesia! Tetapi kekayaan ini sekali lagi, bukan menjadi anugerah kepada bangsa, negara dan rakyat Indonesia. Tidak ada pengelolaannya. Bahkan ketika saya tanya bagaimana dengan konservasi ikan hias tersebut, eh dijawab bahwa direktorat konservasinya dah lama vakum. Ya ampun. Kalaupun alokasi APBN untuk ini sangat minim, semoga tetap bisa dibuat kampanye pemeliharaannya yang juga melibatkan pemerintah daerah. Jadi dibuat di daerah, ada skema pemeliharaan, konservasi dan pengelolaannya, kalau perlu dengan CSR sektor privat. Kemudian pemerintah daerah bisa menaikkan ikon keindahan ikan spesial di daerah tersebut menjadi bagian dari keunggulan dan kebanggan suatu daerah. Ya sudah gitu saja. Salam Kompasiana!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H