2. MUI sebagai lembaga pemberi sertifikasi belum terakreditasi. Jika lembaga mengeluarkan sertifikasi, maka harus memiliki auditor, laboratorium yang juga sudah kompeten atau terakreditasi
Semua sistem akreditasi dan standardisasi di Indonesia seharusnya ada di bawah payung BSN atau Badan Standarisasi Nasional, sementara lembaga pengeluar sertifikasinya di bawah payung KAN atau Komite Akreditasi Nasional. Sistem yang terpadu oleh lembaga negara ini pula yang membuat Indonesia bisa membuat harmonisasi standar dengan sesama negara ASEAN atau secara global, sehingga tidak perlu ada kasus di mana Halal di negara A tidak diakui oleh negara B.
Kalau di Thailand, otoritas standar Halal ada di Food Safety and Standarization, di bawah Kementerian Pertanian. Sementara guideline Halalnya sehingga menjadi Standar Halal itu di-approved atau 'difatwakan' oleh Lembaga Urusan Agama Islam Thailand. Jadi otoritas lembaga negara yang melakukan sertifikasi berdasarkan panduan tersebut.
Sekarang dengan sistem ini, Thailand melejit sebagai negara pengekspor pangan Halal terbesar ke-3 di dunia. Indonesia yang muslim terbesar di dunia dan negara kaya pangan ini malah kalah jauh, karena sistem Halalnya amburadul.
3. MUI tidak memiliki sistem pengawasan Sertifikasi Halal
MUI membuat sendiri pengawasannya, tetap tanpa standar yang jelas. Misalnya, jika ingin sertifikasi, MUI minta dibiayai berkunjung ke negara asal, tetapi berapa orang yang datang, siapa sajakah yang wajib datang, berapa biayanya, itu tidak ada standarnya. Apakah perlu datang jika di sana sudah ada lembaga yang melakukan sertifikasi Halal? Jadi hanya perlu harmonisasi standar? Sekali lagi, standar prosedurnya tidak jelas.
Kemudian apakah biaya masuk ke kas MUI atau pribadi, siapakah yang mengontrol? Nah, seharusnya kan sertifikasi seperti ini bisa masuk sebagai pendapatan negara, dan bisa dialokasikan untuk membantu UMKM melakukan sertifikasi yang mendasar saja, misalnya soal hyginietas, sebelum masuk ke Halal.
Jadi, karena sistemnya di MUI ini memang masih lemah banget, tidak ada pertanggungjawaban publik, mekanisme belum transparan, sangat mungkin terjadi penyalahgunaan wewenang pengurusan sertifikasi 'Halal' tersebut. Termasuk jual-belinya.
Ya sudah, gitu saja. Salam Kompasiana.
Lanjutan: Mengenai RUU Penjaminan Halal
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H