[caption id="attachment_329897" align="aligncenter" width="624" caption="Aktivis Serikat Keluarga dan Mantan Buruh Migran berunjuk rasa di depan Istana Negara, Jakarta, Rabu (19/3/2014). Mereka menuntut pemerintah menyelamatkan Satinah, buruh migran yang terancam hukuman pancung di Arab Saudi. Satinah divonis hukuman mati setelah didakwa membunuh majikan perempuannya.(KOMPAS/IWAN SETIYAWAN)"][/caption]
Semoga pemerintah bisa menyelamatkan jiwa Satinah. Dia adalah WNI yang wajib dilindungi jiwa raganya oleh negara ini! Negara Republik Indonesia, karena Satinah Warga Negara Indonesia dan bukan WN Saudi.
Memang, saya melihat banyak sekali yang kontra mengenai pembayaran diyat ini, karena dianggap menghabiskan anggaran, dana dan seterusnya. Tetapi satu jiwa sekalipun tidak dapat disamakan dengan uang sebesar apapun!
Mengapa Satinah harus ditolong oleh negara ini? Karena Satinah hanya ingin menyambung hidup dan nafkah keluarganya! Pemerintah tidak menyediakan lapangan kerja yang cukup untuk menghidupi warganya disini. Tidak mungkin Satinah mau meninggalkan kehidupan di daerahnya, ke negeri yang amat jauh, hanya untuk merampok dan jadi pembunuh.
Tidak bisa dimungkiri, di Indonesia tidak banyak kerjaan yang cukup bisa dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Saya pernah kerumah mbak saya di Lampung, dan kaget melihat hampir semua rumah dikampung dia masih berlantai tanah, tidak punya MCK. Ada, tetapi ala kadarnya banget. Gak pake pintu, dinding setengahnya.
Beberapa dinding rumah masih pakai gedek bambu. Kemiskinan yang amat menjerat! Beberapa orang teman mbak saya ini sudah pada ke luar negri, paling tidak ke Singapura dan Malaysia. Itupun ada yang mencurigakan perginya, saya khawatir dijerat kelompok traffiking atau perdagangan manusia, karena tidak pakai pamit, tiba-tiba menghilang.
Devisa negara dari TKI Indonesia di luar negeri mencapai Rp 88 Trilyun. Tetapi kalau ada masalah, pemerintah lepas tangan? Masalah Satinah sudah ada sejak beberapa tahun lalu, tetapi kurang diurusin dengan cermat. Termasuk memakai tenaga pengacara yang kompeten.
Begitu tenggat waktu mau habis, baru buru-buru diurusin. Selain itu, pemerintah seharusnya juga mulai mengaudit lembaga-lembaga perekrut TKW non formal ini dengan sungguh-sungguh, apakah yang direkrut sudah siap jiwa raga kerja disana, memahami kultur, bahasa, dan juga menguasai ketrampilan yang dibutuhkan.
Ketika saya di Doha, saya melihat banyak sekali pekerja perempuan Philipina sebagai kasir, pelayan toko, pelayan restoran. Mereka berada di tempat terbuka, ramah dengan bahasa inggris yang pede. Kadang saya membayangkan, seharusnya TKW Indonesialah yang berada di posisi itu! Bukan Philipina. Sayang, kita kalah telak dalam hal kemampuan bahasa. Padahal kalau tingkat pendidikan paling 11-12 lah.
Dan kondisi menjadi PRT di Saudi sangat berat. Karena tidak ada hari libur. Seharusnya pemerintah mengadvokasi sekuatnya agar ada hari libur bagi TKW sehingga mereka bisa melepas stress. Jika sudah stress, sulit mengontrol nalar untuk tidak berbuat macam-macam dalam kondisi ditekan apalagi jika sebagai bentuk pembelaan, misalnya, karena hendak diperkosa atau mau dipukul oleh majikan.
Tidak ada alasan pemerintah menunda pembayaran diyat ini. Berdasarkan audit BPK saja, dana BNP2TKI yang terindikasi korupsi ada Rp 17 M, kemudian dana di Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi ada sekitar Rp 70 M. Berarti harusnya bisa donk membayar diyat daripada dikorupsi gini.
Kemudian, di anggaran APBN tahun 2014, ada alokasi bantuan sosial, sebesar Rp 91, 8 Trilyun. Ehmm, konon dana ini katanya bakalan dipakai sebagai bagi-bagi bantuan sosial demi pemenangan pemilu? Berarti penggunaan alokasi anggaran memang masih seenaknya, kurang tepat sasaran! Tetapi seandainya dipakai untuk membantu Satinah, berarti telah tertolong dengan nyata satu jiwa manusia!
Lagian, bukankah masyarakat juga ikut urunan? Ditambah dengan dana pemerintah, mari kita selamatkan Satinah dan TKW-TKW bermasalah lainnya!
note: jika ingin kontribusi, bisa kirim ke rekening Migrant Care di CIMB Niaga, no rek. : 908.01.00670.003. Kontribusi bisa senilai Rp 10.000.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H