Mohon tunggu...
Ilyani Sudardjat
Ilyani Sudardjat Mohon Tunggu... Relawan - Biasa saja

"You were born with wings, why prefer to crawl through life?"......- Rumi -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Bedanya 2 Orang Terkaya Indonesia vs China

26 November 2014   17:40 Diperbarui: 17 Juni 2015   16:47 3676
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14169930821589217648

[caption id="attachment_378412" align="aligncenter" width="620" caption="Ilustrasi/Kompasiana (Kompas.com)"][/caption]

Berdasarkan laporan Forbes 2014, dua orang terkaya Indonesia adalah:

1. Robert Budi Hartono, pemilik Djarum, kekayaannya pada tahun 2014 mencapai US$ 7,6 miliar atau sekitar Rp 91,2 triliun

2. Michael Budi Hartono, abang dari Robert Budi Hartono, sama-sama pemilik Djarum, kekayaannya mencapai Rp US$ 7,3 miliar atau Rp 87,6 triliun.

Terlihat dari dua orang terkaya Indonesia ini, bahwa produk yang paling menguntungkan dijual di Indonesia adalah rokok. Rokok yang jelas-jelas jika kita membeli produknya ada peringatan bahwa membeli produk ini akan meningkatkan resiko kanker, jantung, impotensi, dan seterusnya.

Indonesia adalah surga bagi perokok. Walaupun terkesan bahwa kampanye antirokok mulai marak, tetapi tidak menyurutkan peningkatan penjualan rokok. Tahun 2013 saja, peningkatan perokok pemula mencapai lebih dari 35%.

Pada tahun 2013, konsumsi rokok mencapai 302 miliar batang. Kalau harganya Rp 1.000 saja per batang, maka setiap tahun ada Rp 302 triliun duit yang dibakar dalam bentuk rokok. Padahal peningkatan cukai rokok hingga 50% saja (Rp 500, jadi harga per batang Rp 1.500, misalnya), bisa meningkatkan pendapatan negara hingga Rp 151 triliun atau sekitar 21,5% dari Rp 700 triliun dari target dana yang dibutuhkan pemerintah untuk keseluruhan infrastruktur yang hendak dibangun.

Tetapi negara terlalu lemah menghadapi lobi industri rokok yang selalu mengatasnamakan buruh dan petani tembakau. Padahal dengan ratusan triliun rupiah tersebut (walaupun itu bisa di tahun pertama saja, jika ada asumsi penurunan konsumsi rokok di tahun berikutnya), berapa banyak pabrik lain, sistem pertanian komoditas lain di luar tembakau, infrastruktur yang bisa dibangun pemerintah?

Industri rokok di Indonesia bagaikan buah simalakama. Konsumsi rokok di kalangan masyarakat miskin terus meningkat, no. 2 setelah beras, melebihi konsumsi nutrisi seperti telur, ikan, dan lainnya. Ketika saya bertemu dengan seorang dokter perempuan dari RS Persahabatan, dia cerita bagaimana penderita kanker paru di RS ini meningkat 4 kali lipat, dan semuanya mendapatkan kemo gratis, karena termasuk kelompok miskin pemegang KJS. Penderita kanker paru itu semuanya perokok, bahkan ketika sudah divonis kanker, beberapa masih sulit melepas rokoknya.

Ketika membeli rokok, yang untung produsennya, ketika sakit, negaralah yang membiayai penyakitnya. Kadang suka kasihan lihat yang sudah beneran kecanduan. Gak bisa mikir, tangan keringatan, gelisah, jika tidak bisa merokok. Bahkan pernah dialog dengan seorang supir kopaja, yang bisa menghabiskan 4 bungkus sehari, menghabiskan pemasukannya, tetapi sulit untuk berhenti. Ketika itu bersama teman yang bisa totok, beberapa supir diterapi totok gratis biar bisa lepas dari kecanduannya.

Mengapa saya membandingkan dengan 2 orang terkaya di China? Karena di era globalisasi ini, orang-orang superkaya tumbuh dari kreativitas dalam menciptakan sesuatu, yang malah bersifat maya. Dua orang terkaya China adalah Jack Ma pemilik Alibaba, perusahaan e-commerce terbesar di dunia, yang kedua adalah Robin Li, pemilik Baidu, internet search engine. Dan kenapa Baidu bisa berkembang? Karena pemerintahnya bisa 'menahan' Google, dan kemudian mengembangkan search engine lokal, bahkan media sosial lokal.

Semoga di era sekarang ini, pemerintah juga bisa fokus menciptakan sumber pendapatan dari sesuatu yang bersifat kreatif, terutama di era internet ini. Dan jangan ragu menaikkan cukai rokok, karena bermanfaat dari sisi preventif untuk kesehatan rakyat, dan di sisi lain meningkatkan pendapatan negara agar bisa membuat berbagai infrastruktur, pabrik, sistem pertanian yang lebih baik, produktif dan lebih sehat.

Ya sudah gitu aja, Salam Kompasiana!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun