[caption id="attachment_393324" align="aligncenter" width="385" caption="Apel Granny Smith. Sumber: SIngapuraterkini.com"][/caption]
Pagi-pagi buka FB, ada tag dari Ibu Maria mengenai apel impor dari AS yang terkontaminasi bakteri listeria monocytogenes. Memang, dari seminggu lalu, di Malaysia, apel jenis Gala dan Granny Smith yang diimpor dari AS, telah dilarang, karena sudah ada notice dari FDA (Food and Drug Administration) AS mengenai kontaminasi ini.
Bukan hanya pelarangan dan semua pintu masuk impor, tetapi melalui Kementerian Kesehatannya, apel yang sudah ada di pasar Malaysia juga harus di recall atau ditarik kembali dan dimusnahkan. Sementara itu otoritas karantina Thailand malah lebih jauh, karena semua kapal pengiriman apel dari AS yang berasal dari panen tahun 2014, ditahan/disita, tidak boleh masuk, dan melakukan pengawasan ketat di semua pintu masuk (checkpoint). Sedangkan Pilipina juga melakukan hal yang sama, menarik kembali apel Gala dan Granny Smith tersebut. Singapura tidak melakukan impor terhadap apel jenis ini.
Di Amerika Serikat (AS) dan Kanada, kontaminasi bakteri Listeria di apel memang telah menyebabkan 5 orang meninggal dan 55 orang menderita sakit. Kontaminasi bakteri ini menyebabkan penyakit yang mematikan, dengan gejala berupa demam, nyeri otot, kadang mual dan diare. Jika sudah menyebar kesistem syaraf akan menyebabkan sakit kepala, leher kaku, kehilangan keseimbangan dan kejang. Masalahnya, banyak yang tidak sadar telah terkontaminasi bakteri ini karena tidak langsung menunjukkan gejala sakit. Bakteri ini memiliki masa inkubasi yang cukup lama.
Bagaimana dengan Indonesia? Ternyata tanggal 21 Januari lalu, pihak USDA (United State Department of Agriculture) juga sudah memberitahukan pihak Kementan Indonesia. Sayang, Kementan tidak bertindak cepat. Baru hari ini, rilis mengenai larangan impor apel dari AS dikeluarkan oleh Kemendag, Rahmat Gobel. Tetapi bagaimana dengan apel yang telah terlanjur beredar? Apakah akan ditarik? Karena teman yang dari beberapa swalayan buah menyebutkan bahwa apel jenis ini masih beredar.
Kita memang masih sangat lemah dalam pengawasan impor masuk pangan segar. Badan karantina hanya melihat hama dan penyakit tanaman, sementara untuk mengecek apakah pangan segar impor telah terkontaminasi bakteri, bahan kimia berbahaya, pestisida dilarang ataupun berlebihan, dan seterusnya, tidak dilakukan.
Indonesia mengimpor buah apel dari AS sangat tinggi. Data tahun 2012 menunjukkan bahwa impor apel itu mencapai 200 ribuan ton, dengan nilai impor US$ 189 juta, alias hampir Rp 2 Trilyun. Tingginya impor apel ini diantaranya karena bea masuk yang sangat rendah, sehingga buah apel lokal tidak sanggup bersaing, dan tidak ada barrier berdasarkan standar kualitas. Bisa jadi yang masuk ke Indonesia adalah apel ataupun buah lainnya dengan kualitas tak jelas karena ditolak diberbagai negara.
Bukan hanya kontaminasi bakteri, beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa buah impor yang masuk mengandung formalin (ada yang sampai 122 ppm!) pada apel, lengkeng, pir impor.
Semoga pemerintah bukan hanya bertindak melakukan pelarangan masuknya buah apel ini, tetapi mengawasi titik-titik masuknya. Sementara yang sudah beredar di pasar dilakukan penarikan dan pemusnahan.
Dan kepada konsumen, ya mbok, belilah buah lokal saja. Kalau lokal, rekam jejak karbonnya lebih rendah (peduli lingkungan), dan kualitasnya lebih bisa dikendalikan. Banyak buah lokal bergizi super di Indonesia, dan sifatnya musiman. Jadi gak bosen, setiap musim mengkonsumsi buah yang berbeda.
Ya sudah gitu aja. Salam Kompasiana!