Mohon tunggu...
Ilya Ainur
Ilya Ainur Mohon Tunggu... Guru - Penyusun Aksara | SCHOOL COUNSELOR

saya ingin menulis lagi dan terus menulis sampai akhir

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Diary Ramadhan | Day 21

15 Mei 2020   00:05 Diperbarui: 15 Mei 2020   00:22 252
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kisah Untuk Ramadan. Sumber ilustrasi: PAXELS

Diary #Day21

"Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang di dalam dada." (Al Hajj: 46).

Yana tersenyum sumringah saat baru sampai di sebuah taman yang asri yang hijau yang ada di kota tempatnya tinggal. Sudah lama dia tidak menyambangi salah satu tempat favoritnya ini. Di mana dia bisa bertemu dengan wajah-wajah baru. Dengan cerita-cerita baru dan hal-hal baru lainnya. Meski sendirian, Yana tidak peduli yang penting dirinya bahagia dengan cara-cara yang dia bisa lakukan.

Saat setelah berkeliling mengitari taman yang hari ini cukup ramai oleh pengunjung. Juga terik panas matahari seakan tiada ampun. Makanya Yana mencoba mencari tempat yang agak teduh. Biar wajahnya tidak gosong oleh terik panas matahari. Akhirnya senyuman Yana kembali sumringah. Karena akhirnya dia menemukan satu spot yang nampaknya indah dan teduh. Sepertinya tempat yang dipilib Yana ini adalah tempat terbaik untuk menikmati taman ini.

Setelah duduk dengan nyaman. Yana melempar pandangan ke arah yang nampaknya satu keluarga. Mereka terdiri dari ayah, ibu dan empat anak yang usianya masih dibawah 10 tahun ke bawah. Mereka nampak tertawa bersama. Tengah menikmati waktu bersama di taman kota. Juga nampak si ibu sedang sibuk menyiapkan makanan untuk mereka semua. Pemandangan tersebut cukup membuat Yana tersenyum kembali. Dan terus tersenyum.

Lalu tiba-tiba ada yang duduk di samping Yana. Dan wajahnya tidak begitu asing. Sepertinya Yana pernah melihat. Setelah berpikir beberap waktu. Yana mengingat sosok itu. Dia adalah Baim. Pria yang hampir bunuh diri. Ah Yana tidak akan menyapa duluan. Dia hanya ingin menunggu disapa duluan.

"Yana ya?" tak lama Baim akhirnya menyapa Yana.

"Iya. Baim kan?"

"Ngapain di sini? Sendirian?"

"Main aja. Iya saya sendirian. Kamu juga?"

"Hehe iya aku juga sendirian. Ternyata gak cuma saya aja yang ke sini sendirian. Ada juga yang ke sini sendirian dan itu kamu Yan."

"Kan gak salah?"

"Ya emang gak salah lah. Malah bagus. Kita adalah orang-orang pemberani."

Disela Yana dan Baim yang terus mengobrol. Tiba-tiba ada seseorang datang diantara mereka menyodorkan sebuah mangkuk berisi uang recehan. Nampak meminta kepada Yana dan Baim. Saat mereka berdua melihat wajah seorang itu. Ternyata kedua matanya tertutup. 

Nampaknya bapak usia 50 tahunan yang menggunakan kopiah dan pakaian lusu ini tidak bisa melihat. Lalu Baim dengan sigap menyerahkan uang ke dalam mangkuk itu. Hingga si bapak merengkuhkan badannya sedikit tanda terimakasih. Lalu bapak itu pergi meninggalkan mereka berdua. Menggunakan tongkat untuk melihat.

"Kamu tahu tujuan saya ke sini untuk apa?"
tiba-tiba Baim bertanya. Lalu dijawab Yana dengan menggelengkan kepalanya.

"Saya sengaja ke sini. Mau kasih rejeki semua orang yang saya temui. Semua orang yang sama seperti bapak itu."

"Kamu sedang pamer?"

"Bukan. Tapi selalu ada kisah yang menarik. Saya hanya ingin membagi kisah tentang bapak tadi. Mau dengar kisahnya?"

"Boleh."

"Saya sudah sering bertemu dengan bapak tadi. Nama bapak itu Pak Kosim. Dia sebatang kara. Matanya tertutup dua-duanya. Sampai tidak bisa melihat. Dan itu bawaan dari lahir. Tetapi saya takjub setiap hari pak Kosim berkeliling taman kota hingga alun-alun untuk mencari recehan untuk dirinya makan. Saya pernah tanya. Memang gak takut jatuh atau apa. Kan bapak gak bisa lihat. Pak Kosim hanya menjawab dengan senyuman seperti ini.

"Mata saya memang tidak bisa melihat apa yang kamu lihat. Tetapi hati saya dan mata saya bisa melihat dengan cara yang berbeda. Dengan cara unik yang Allah kasih ke saya. Dan saya gak bisa jelasin dengan kata-kata. Karena percuma saat mata dapat melihat. Namun hati seakan tertutup rapat tak dapat melihat dan merasakan apapun."

"Kalimat itu terngiang dan tak akan saya lupakan Yan."

Yana hanya mengangguk paham dengan kisah tentang Pak Kosim barusan. Membuatnya ingin kenal lebih dalam. Lalu akhirnya Yana mendapatkan hal baru dan menarik perhatiannya. Sehingga keputusannya untuk datang ke taman kota hari ini. Bukan keputusan yang salah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun