"Kan gak salah?"
"Ya emang gak salah lah. Malah bagus. Kita adalah orang-orang pemberani."
Disela Yana dan Baim yang terus mengobrol. Tiba-tiba ada seseorang datang diantara mereka menyodorkan sebuah mangkuk berisi uang recehan. Nampak meminta kepada Yana dan Baim. Saat mereka berdua melihat wajah seorang itu. Ternyata kedua matanya tertutup.Â
Nampaknya bapak usia 50 tahunan yang menggunakan kopiah dan pakaian lusu ini tidak bisa melihat. Lalu Baim dengan sigap menyerahkan uang ke dalam mangkuk itu. Hingga si bapak merengkuhkan badannya sedikit tanda terimakasih. Lalu bapak itu pergi meninggalkan mereka berdua. Menggunakan tongkat untuk melihat.
"Kamu tahu tujuan saya ke sini untuk apa?"
tiba-tiba Baim bertanya. Lalu dijawab Yana dengan menggelengkan kepalanya.
"Saya sengaja ke sini. Mau kasih rejeki semua orang yang saya temui. Semua orang yang sama seperti bapak itu."
"Kamu sedang pamer?"
"Bukan. Tapi selalu ada kisah yang menarik. Saya hanya ingin membagi kisah tentang bapak tadi. Mau dengar kisahnya?"
"Boleh."
"Saya sudah sering bertemu dengan bapak tadi. Nama bapak itu Pak Kosim. Dia sebatang kara. Matanya tertutup dua-duanya. Sampai tidak bisa melihat. Dan itu bawaan dari lahir. Tetapi saya takjub setiap hari pak Kosim berkeliling taman kota hingga alun-alun untuk mencari recehan untuk dirinya makan. Saya pernah tanya. Memang gak takut jatuh atau apa. Kan bapak gak bisa lihat. Pak Kosim hanya menjawab dengan senyuman seperti ini.
"Mata saya memang tidak bisa melihat apa yang kamu lihat. Tetapi hati saya dan mata saya bisa melihat dengan cara yang berbeda. Dengan cara unik yang Allah kasih ke saya. Dan saya gak bisa jelasin dengan kata-kata. Karena percuma saat mata dapat melihat. Namun hati seakan tertutup rapat tak dapat melihat dan merasakan apapun."