Setiap hari minggu aku selalu bangun agak siang, ya paling siang jam 8 pagi. Karena selepas subuh aku pasti tidur kembali dengan selimut hangatku. Lalu kemudian tak akan banyak yang aku lakukan paling cuma mandi, beres-beres kamar kemudian membuka laptop, membuka file satu-satu. Kalau sedang tidak malas bisa mengerjakan satu dua tugas kuliah yang menjemukan. Atau sekedar membuka blog menuliskan apa yang ingin ku tulis dan membagikannya untuk dibaca banyak orang.
Pada setiap tulisan yang aku bagikan aku selalu ingin ada hal yang dapat pembaca ambil, akan ada pelajaran, makna hidup yang bisa mereka ambil dan syukur-syukur bisa mereka terapkan jika itu kebaikan untuk hidup mereka. Sama seperti kali ini aku hanya ingin bercerita tentang sebuah kisah abadi sampe hari tua. Mereka sudah membuktikannya bukan hanya omongan belaka.
Jadi dihari minggu yang agak berbeda kemarin. Karena aku sedari pagi sudah bangun dan diajak menyusuri sebuah pasar dadakan di kota Bandung oleh seseorang. Namun kisah yang aku temukan justru bukan di tempat yang banyak orang berjualan dan sesak, dipadati oleh orang-orang yang berburu ingin belanja. Kisahnya aku temukan di tempat sederhana di pinggiran jalan kota.
Setelah lelah menyusuri pasar dadakan, kemudian menemukan barang yang hendak dibeli. Dia yang bersamaku mengajakku makan. Tadinya mau makan bubur tapi tidak jadi karena aku sedang tidak mau bubur melainkan aku sedang ingin makan bakso. Akhirnya dia mengamini keinginanku.
Sesampainya di tempat warung bakso pinggiran jalan, tepatnya di depan sebuah ruko yang tengah tutup. Kami memesan dua mangkuk bakso. Tak membutuhkan waktu lama untuk menunggu pesanan kami datang karena tempatnya belum ramai bahkan sepertinya mereka baru buka dan kami pelanggan pertama. Alhamdulillah pilihan tempat makanku saat ini tidak mengecewakan. Karena rasanya enak, kemudian harganya cukup terjangkau juga. Kenyang alhamdulillah setelah memakan semangkuk bakso. Sebelum kami pulang, kami ngobrol ngalor ngidul ke sana kemari. Sampai akhirnya kisah pentingnya dimulai.
Aku memandang kejauhan ke sebuah pinggir jalan. Di sana aku nampak melihat sepasang kekasih yang sudah tidak muda bahkan sudah sangat sepuh. Aku menyebutnya pasangan kakek dan nenek. Aku menyaksikan betapa romantis nya mereka dihari minggu cerah ini. Mereka tampak akan berkencan seperti pasangan muda lainnya yang mengisi hari minggu dengan jalan-jalan berdua.
Si kakek nampak menyetop sebuah angkot yang melaju di depannya. Kemudian angkot itu berhenti tepat di depan pasangan yang sempurna. Kemudian, si kakek dengan gagah mempersilahkan wanitanya untuk naik ke angkot duluan. Tak lama disusul oleh si kakek. "Ah mereka hendak pergi kemana ya?" Gumamku dalam hati kemudian. Aku berfikir mereka tengah bahagia dan ingin menghabiskan hari minggu dengan kencan keliling kota.
Aku menoleh ke orang di sampingku. Hanya memandangnya dan tidak mengatakan apapun. Inginnya menceritakan tentang yang aku saksikan tadi. Tapi terlalu malu nanti saja itu pikirku.
Diakhir waktu ketika kami hendak memutuskan untuk pulang. Tak lama datang satu pasangan sepuh lagi. Satu pasangan lainnya berbeda dengan pasangan kakek dan nenek tadi. Namun mereka sama, mereka sama-sama pasangan yang benar-benar bersama sampai hari tua.
Tak hanya ucapan diwaktu muda yang gombal belaka. Mereka nampak keluar dari sebuah toko serba ada. Si nenek nampak menenteng keresek belanjaan.
Dan si kakek tak membawa apa-apa. Kemudian pasangan itu menghampiri gerobak baso yang tengah aku nikmati bakso nya.
Kemudian si kakek memesan mie kocok lengkap dengan tetelannya. Dirinya hanya memesan satu porsi saja. Sedangkan si nenek, nampak duduk di samping orang yang sedari tadi bersamaku. Satu yang membuat kami takjub. Si nenek yang sudah kita semua tahu usianya lebih tua dibandingkan kami. Nampak meminta maaf kepada dia yang bersamaku.
"Maaf ya a, ini ibu duduk di atas, karena ibu gak bisa duduk di bawah."
"Oh iya bu, nggak apa-apa" temanku hanya mampu membalas singkat demikian.
Yang membuat kami takjub lagi adalah kenapa nenek itu harus meminta maaf, padahal dari segi usia beliau lebih sepuh dibandingkan kami. Lalu, kursi itu emang di set seperti di atas kami dan memang seperti itu. Karena kami yang duduk di bangku lesehan.
Sembari menunggu pesanan si kakek yang sedari tadi memakai topi kali ini nampak membuka topinya. Dan entah kenapa aku serasa sedih, ingin menangis rasanya, terharu melihat semua rambut kakek putih tak bersisa. Tak lama pesanan mie kocok si kakek datang.
"Wah ko posri nya banyak sekali ini a?"
Tanya si kakek ke aa aa penjual mie kocok nya.
Si aa penjual mie kocok tampak bingung tak menjawab apa-apa.
"Udah, abisin tuh." ungkap si nenek yang nampak setia duduk membersamai si kakek.
Aduh kalian manis sekali, kalian pasangan termanis dan romantis di hari minggu ini. Aku meleleh dan ribut berkata dalam hati.
Teruntuk kedua pasangan nenenk dan kakek. Dari aku yang tengah membaca situasi ini.
"Nek, kek, terimakasih atas perjumpaan kita hari ini. Walau jumpa kita tak langsung. Nek, kek terimakasih telah membuktikan padaku bahwa cinta sejati hingga tua itu ada. Nek, kek, tetaplah menjadi pasangan romantis yang selalu mengisi hari-hari dengan bahagia. Semoga nenek dan kakek sehat selalu. Nek, kek, terimakasih telah ajarkan banyak ilmu untukku dihari ini. Semoga aku dapat menjadi kisah hingga tua selanjutnya bersama seseorang. Semoga ada seseorang yang akan rela bersamaku meski aku sudah tidak muda lagi, meski aku sudah miliki kulit keriput seperti nenek dan kakek, bahkan meski aku sudah banyak bedanya. Semoga tawa kalian dihari ini selalu ada untuk hari selanjutnya. Semoga kelak aku juga dapat memiliki kisah tua semanis dua pasang nenek kakek hari ini. Sekali lagi Terimakasih nek, kek. "
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H