Mohon tunggu...
Ilya Ainur
Ilya Ainur Mohon Tunggu... Guru - Penyusun Aksara | SCHOOL COUNSELOR

saya ingin menulis lagi dan terus menulis sampai akhir

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | "Inshaallah Bahagia"

22 Oktober 2018   22:12 Diperbarui: 22 Oktober 2018   22:34 453
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ternyata masih banyak orang yang bahagia nya hanya luar saja. Dia bahagia demi bahagiakan orang-orang tersayang nya. Dan aku harap aku akan temukan bahagiaku setalah perjuangan lahir batin ini. Setelah semua perjuangan ini aku lakukan. Karena sejujurnya aku ingin bahagia juga sama seperti orang yang aku bahagiakan.

Kutipan kata-kata di atas adalah kata-kata yang ingin ku jadikan sebuah paragraf panjang namun tak sempat aku sempurnakan. Akhirnya aku memutuskan untuk menyempurnakannya menjadi sebuah kisah yang dapat kalian nikmati semua.

Mungkin kisah yang aku bagikan tak begitu sebagus kisah orang lain namun dengan aku bagikan kisah ini aku hanya ingin curahkan semua terlepas akankah ada yang membacanya atau tidak aku tidak peduli.

Toh sampai saat inipun tak ada yang menyadari tak ada yang menanyakan apakah aku bahagia dengan apa yang aku lakukan sekarang. Apakah aku bahagia dengan apa yang aku perjuangkan saat ini. Sedih sekali rasanya melakukan sesuatu yang kita cintai itu.

Ya walau banyak yang bilang cinta akan datang kalo kita terus bersamanya ya kalo pepatah jawanya mah gini kali ya "witing tresno jalaran soko kulino". Tapi bagiku itu sulit atau mungkin belum saja ya. Aku rasa sudah cukup aku basa-basi di sini . 

..........

Kisah ku kali ini akan ku mulai pada saat aku yang merayakan wisuda bareng dengan dia yang spesial dalam hidupku, dia yang aku panggil mas dalam hidupku. Dengannya aku sudah bayangkan perayaan yang lebih indah dari wisuda yaitu melaksanakan hari spesial akad dimana kau akan mengucap ijab di hadapan orang tua ku, di hadapan para saksi dan di hadapan semua orang kita akan berdampingan di pelaminan menyalami semua tamu undangan yang datang.

Akan tetapi benar orang bilang kita jangan pernah berkhayal terlalu tinggi karena kalo tidak jadi dan tidak kesampaian apa yang kita khayalkan akan sangat sakit bagaikan jatuh dari ketinggian dihempaskan tanpa ampun.

Ah sudahlah toh itu kisah sudah aku tutup rapat dalam sudut hati paling pojok dalam hidupku yang hanya akan aku buka jika aku perlu untuk memberitahu diriku sendiri bahwa aku pernah dapat keluar dari keterpurukan, dan bahwa aku bisa bangkit setelah mengalami kepedihan karena patah hati. 

Setelah khayalan itu tidak terwujud karena ternyata dia yang sudah bersamaku dalam waktu yang lama. Tak dapat memberikanku kepastian ketika aku tanya perihal pernikahan. Seakan membisu tak dapat menjawab, seakan terpana tak dapat berkutik sediktipun akhirnya alasan yang mas sampaikan adalah "orang tua yang katanya belum mengizinkan untuk ke arah pernihakan".

Oke aku simpulkan bahwa restu orang tua belum ada untuk kita berdua Untuk apa kisah cinta aku dan mas dilanjutkan jika tak ada perkembangan bukan? Akhirnya setelah itu benar-benar selesai kisahku dengan si mas. Dan aku merasakan patah hati sebenar-benarnya patah hati. Aku menyibukkan diri dengan berbagai kegiatan dengan mengajar di sebuah sekolah cukup mengobati kepedihan ini.

Aku hanya takut jika berdiam saja dengan tanpa adanya kegiatan apapun aku akan terpuruk sepanjang hari. Bisa dibilang setelah putusnya kisah cintaku dengan si mas. Aku sulit sekali untuk move on ke lain hati. Tak ada seorang pun yang dapat membuatku jatuh hati lagi. Aku terlalu banyak berharap padanya. Hingga akhirnya Allah berkata lain, Allah ternyata masih menyayangiku Allah ingin aku segera bangkit dari keterpurukan ini. 

.........

Di sekolahku ada seorang guru Olahraga yang usianya tidak beda jauh denganku dan dia masih single . Entah siapa yang memulai pokoknya kami aku dan bapak guru olahraga ini menjadi dekat. Dan pada saat itu hanya dekat di chat whatsapp saja. Tanpa aku sadari kami semakin dekat dan kami semakin seperti seorang sepasang kekasih kalo orang lain yang melihat.

Namun aku dan dia tidak sama sekai mengakui bahwa kita ini pasangan karena memang bukan. Entah kenapa Pak guru ini akhirnya memebicarakan perihal khitbah dan pernikahan. Aku masih tidak yakin kenapa? Aku belum memiliki perasaan mencintai, perasaan menyayangi selayaknya seseorang yang akan menuju hal itu. Karena menurutku kedua hal itu penting.

Bagaimana bisa aku akan bersama seseorang dalam waktu yang lama namun hatiku belum berkata "klik" dengan hatinya. Namun hubungan kami yang dekat ini sudah sama-sama diketahui oleh kedua orang tuaku dan kedua orang tua nya pak guru. Aku melihat rona bahagia dari wajah mamahku ketika aku bilang kepadanya kalo Pak guru ada niat baik kepadaku ingin mengajak aku bertunangan hingga akhirnya nanti menikah.

Dan tanpa sadar lagi-lagi proses itu berjalan sedikit demi sedikit. Kemarin aku dan keluargaku berkunjung ke rumah Pak guru karena sebelumnya Pak guru sudah sering kali main ke rumahku. Kata mamah dan keluarga sih kita harus datang ke keluarga mereka karena itu sebuah rangkaian prosesnya. Dan aku hanya mengiyakan dan akupun ikut.

Aku duduk di sana, melihat percakapan mereka, melihat rona-rona bahagia pada semua wajah yang hadir di dalam pertemuan dua acara keluarga tersebut. Dan akupun masih bisa tersenyum saat itu. Namun, ketika aku tanya hatiku ternyata hatiku tidak tersenyum sama sekali. Hatiku malah menampilkan kisah lama dengan si mas.

Dan kalian tau? yang terbayang olehku tentang pertemuan dua keluarga ini adalah pertemuan keluargaku dengan keluarganya si mas. Namun ini bukan, hatiku yang lain berkata demikian. Ingat kamu sudah ingin move on dan kini ada seseorang yang benar-benar akan mengajakmu ke pernikahan yang kamu inginkan.

Tapi hatiku yang lain tidak dapat berbohong bahwa nyatanya yang aku inginkan belum tentu pak guru ini. Namun aku tak boleh egois dengan masa laluku, aku harus menjadi dewasa dengan perasaanku, dan aku harus sadar ada seseorang yang begitu giat ingin bahagiakanku dan akupun harus giat bahagiakan mereka kedua orang tuaku, pak guru dan kedua orang tuanya. 

Setelah sampai rumah, dengan bodohnya aku menghubungi si mas biarkan hanya aku yang tau apa yang aku ucapkan padanya. Yang terpenting sekarang aku ingin sadarkan diriku sendiri bahwa apakah aku sudah bahagia? Apakah aku akan bahagia dengan pilihan ini? Apakah aku sudah siap lahir dan batin untuk mengahadapi kenyataan yang kini ada di hadapanku? Sekali lagi saja ingin ku sampaikan pertanyaan dari temanku setelah aku bercerita kepadanya. 

"Hay kamu sudah benar-benar bahagia dan yakin lahir dan batin akan mengambil keputusan ini?"

"Entahlah akupun tak tau, mari kita lihat episode ke depannya apa yang akan terjadi pada hatiku, hidupku dan yang lainnya. Satu yang aku yakin bahwa setelah bahagiakan orang lain inshaallah Allah akan balas dengan kebahagiaan yang tak terhingga untukku."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun