Melihat dari kasus Masjid dan Bakul Keramat: Konflik dan Integrasi dalam Masyarakat Bugis Amparita, dapat kita tarik dua aspek, yakni segi konflik dan integrasi.
       Konflik yang terjadi antara ke-3 kelompok sosial tersebut notabenenya terdoktrin oleh aspek keagamaan dan politik sekaligus. Namun, karena munculnya kesadaran akan pentingnya hubungan sosial, konflik diantaranya kian mereda. Hal ini dapat dibuktikan dengan kondisi masyarakat setelah Pemilu 1971 yang terdoktrin untuk menghindari onflik karena hubungan sosial yang sangat lemah serta rasa takut akan membahayakan hubungan yang ada.
      Dalam buku DR. H. M. ATHOK MUDZAR, Pendektan Studi Islam menjelaskan bahwa pemimpin dan pandangan yang berbeda diantara ketiga sekte tersebut diduga menjadi cikal bakal munculnya konflik dan integrasi sosial dalam tatanan masyarakat Amparita yang didukung oleh beberapa aspek mendasar, yaitu:
- Sejarah asal mula dari masing-masing kelompok
- Kepercayaan dan pandangan
- Makanan
- Perkawinan
- Penyelenggaraan pendidikan
- Konflik pemimpin masa lalu
- Towani Tolotang sebagai persoalan hukum kecurangan dan ketidk saling pengertian
Akan tetapi, masyarakat desa Amparita juga berusa untuk menjalin hubungan danmembentuk integrasi antar kelompok sosial yang didorong dari beberapa aspek, yaitu:
- Kepercayaan gunung Lowa
- Kekuatan kebudayaan lama
- Pendidikan dan kepemudaan
- Pertanian
- Politik
- Lingkungan alam
- Kekerabatan
      Dalam kasus ini,  tidak dapat dipungkiri bahwa baik dalam keadaan konflik maupun integrasi, faktor politik selalu cenderung menjadi pemuka, baik secara langsung maupun tidak langsung
      Redaksi integrasi dalam kasus ini lebih menjurus pada gabungan dari akomodasi, kooperasi serta asimilasi.
      Akomodasi adalah penyesuaian sementara dari perbedaan-perbedaan antara dua kelompok yang saling bermusuhan untuk meredakan konflik dengan tidak melanjutkan sikap permusuhan dan tidak meneruskan pertentangan. Kooperasi adalah kerjasama untuk mencapai tujuan bersama yang diiringi dengan pembagian kerja. Sementara Assimilasi adalah proses dimana dua kelompok atau lebih yang memiliki pola sikap yang berbeda secara perlahan membentuk pola sikap baru dang bersumber dari sikap masing-masing kelompok.
Untuk menyatukan dan meredakan konflik dari ketiga kelompok sosial tersebut, kita membutuhkan integtasi yang sebenarnya. Yakni dengan cara secara serempak memperbanyak pertemuan antara masing0maasing kelompok, selalu ikut berpartisipasi dalam kegiatan masing-masing kelompok, mempertinggi pemahaman bernegara dan Pancasila serta mengikis persoalan konflik ideologis keagamaan dan mengganti pada persoalan pembangunan.
      Aspek-aspek pendorong konflik sosial dan integrasi di Amparita, masing-masing berjalan menurut kesempatan yang diberikan. Apabila aspek pendorong konflik berjalan lebih cepat daripada aspek pendorong integrasi, maka masyarakat Amparita akan kembali tenggelam dalam suasana konflik. Namun, jika masyarakat dapat mengendalikan hal tersebut, konflik bisa saja berbuah keuntungan. Menurut Coser, inventarisir beberapa keuntungan konflik sosial diantaranya yaitu:
- Dapat membangn dan memperkuat batas, kesadaran dan mobilitas kelompok
- Mengurangi rasa permusuhan yang bersifatmenghancurkan
- Sebagai tanda adanya hubungan sosial dan manjadi index stabilitas hubungan
- Melahirkan tipe inter-relasi baru
- Merangsang inovasi
     Namun, untuk memperoleh keuntungan-keuntungan tersebut, konflik itu harus bersifat praktis dan operasionil, bukan pada posisi ideologis layaknya ketiga kelompok sosial tersebut, bersifat instrumental, terbatas dan spesifik di area tertentu, berlansung dalam jangka waktu tertentu, bersifat menyililang dan tidak kumulatif.
     Konflik yang demikian dapat dibatasi, diarahkan, dikontrol, dan diserap untuk kemudian diambil keuntungannya. Namun, dalam kasus masyarakat Amparita, konflik yang terjadi sangat kurang efektif untuk diambil keuntungannya karena terlalu banyak menyangkut posisi ideologis dan doktriner. Oleh sebab itu, haru terus dikendalikan dan dikurangi.
      Agar terjalin kebersamaan dan kesatuan masyarakat Amparita, pada satu segi aspek pendorong konflik harus diperkecil dengan cara menyelesaikan hal-hal yang sebenarnya lebih kepada persoalan tertunda seperti soal status hukum Towawi Tolotang dan penyelenggaraan pendidikan agama. Pada segi lain, aspek pendoong integrasi harus dipacu agar berjalan lebih laju daripada konflik dengan memperbanyak kegiatan yang melibatkan ketiga kelompok seperti koordinasi pelaksanaan ritus dan kegiatan lainnya. Karena pada dasarnya untuk meniadakan konflik adalah sesuatu yang mustahil. Oleh sebab itu, akan lebih baik jika kita mengoptimalkan kompromi atau keseimbangan antara konflik dan integrasi untuk kemaslahatan masyarakat Amparita kedepannya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI