Kalau kita lihat kembali hasil putusan dari Permanent Court Of Arbitration mengeluarkan putusan atas gugatan Filipina terhadap Cina perihal Klaim Laut Cina Selatan ini sebenarnya lebih mengarah pada sifatnya mengklarifikasi bukan mengakhiri konflik, namun dengan klarifikasi tersebut bisa menjawab kerancuan yang selama ini terjadi, Permanent Court Of Arbitration dalam putusannya menetapkan : ".... although Chinese navigators and fishermen, as well as those of other States, had historically made use of the islands in the South China Sea, there was no evidence that China had historically exercised exclusive control over the waters or their resources. The Tribunal concluded that there was no legal basis for China to claim historic rights to resources within the sea areas falling within the nine-dash line.  Berdasarkan pernyataan tersebut yang dimaksud adalah meski para pelaut dan nelayan Cina, secara historis pernah menggunakan berbagai pulau di Laut Cina Selatan, tak terdapat bukti kuat bahwa secara historis Cina pernah menguasi perairan tersebut atau sumber alamnya. Pengadilan memutuskan bahwa tak ada dasar hukum apapun bagi Cina untuk mengklaim hak historis terkait sumber daya alam di lautan yang disebut masuk ke dalam 'sembilan garis batas' . karena seperti yang kita ketahui bahwasanya sebuah negara tidak bisa mengeklaim suatu wilayah maritime diluar ketentuan yang telah diatur pada UNCLOS 1982 pada pasal 121  ayat 1 dimana disitu dijelaskan bahwa sebuah negara tidak dapat mengeklaim fitur maritime sejauh 200 mil jika didalam wilayah maritime tersebut tidak ada fitur maritim yang berstatus pulau dan di Laut Cina Selatan hanya berupa karang sehingga secara tidak langsung klaim Nine Dash Line (NDL) yang diakui oleh Cina secara tidak langsung dinyatakan tidak Sah dan dengan demikian Laut Natuna Utara yang awalnya masuk didalam klaim Nine Dash Line (NDL) menjadi milik Indonesia sepenuhnya.        Â
Adapun solusi penyelesaian konflik ini adalah Hasil putusan tersebut tentunya menimbulkan Multi tafsir diantara para pihak yang mengeklaim, sehingga penyelesaian konflik klaim laut cina selatan hanya dapat diselesaikan oleh para pihak yang mengeklaim dengan pihak ketiga yaitu  Mahkamah Internasional, Melakukan penguatan  penjagaan militer di wilayah perbatasan laut natuna utara  dan melakukan legal enforcement terhadap illegal fishing dan kapal-kapal asing yang masuk diperbatasan laut natuna utara secara illegal, mengajukan nota protes sebagai bentuk ketidak setujuan akan klaim tersebut, diplomasi untuk menjaga stabilitas politik wilayah ASEAN, Pengadaan dan modernisasi Alutsista untuk menjaga daerah perbatasan, serta  memaksimalkan kembali  pemanfaatan sumber daya alam (SDA) yang ada disekitar perbatasan  laut natuna utara, semisal hilirisasi minyak dan gas, pengolahan kembali hasil perikanan di natuna, dan pengelolahan objek wisata di natuna yang terkenal dengan laut lepasnya yang indah.
SUMBER REFERENSI
https://dinaspariwisata.natunakab.go.id/profil-kabupaten-natuna/
Karmin Suharna, 2012, Majalah Ketahanan Nasional, Edisi 94, hlm. 33-34.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H