Di tahun politik, narasi apapun bisa menjadi politis. Semua penanda (signifier) bisa berubah menjadi penanda politis. Pencak silat, padi, motor, obor, semua bisa menjadi penanda politis. Â Kadang terasa aneh, lucu, sekaligus menghibur.Â
Menurut Ferdinand deSaussure, hubungan antara penanda (signifier) dan petanda (signifed) adalah bersifat arbitrer (alamiah). Roland Barthes, melihat hubungan seperti ini sebagai makna denotatif.
Barthes menganalisis adanya hubungan lain, yang disebutnya sebagai makna konotatif, dimana penanda dan petanda bersifat historis  dan memiliki hubungan kausalitas. Menurutnya, denotasi adalah makna tataran pertama (alamiah), sedangkan konotasi adalah makna tataran kedua (historis ideologis).
Menarik menggunakan perfektif dari Barthes dalam melihat kejadian-kejadian yang hampir semua ditafsir secara politis akhir-akhir ini.
Padi, secara arbitrer adalah suatu pohon yang tumbuh di sawah, bijinya bisa di makan. Tetapi  akhir-akhir ini, padi menjadi politis. Bagi mereka yang memiliki hubungan kausalitas dengan Prabowo, padi adalah Prabowo Sandi. Mereka bilang padi itu, semakin berisi semakin merunduk.Â
Tetapi padi, bagi mereka yang memiliki kaitan kausalitas dengan Jokowi, padi juga dapat diklaim identik dengan Jokowi. Mungkin yang bisa menjadi alasan adalah, Â karena di jaman Jokowi Indonesia kembali swasemda beras.
Terakhir yang paling menyita perhatian publik adalah narasi pencak silat. Pencak silat pada makna tataran pertama, adalah olahraga beladiri yang dipertandingkan di asian games. Tapi pencak silat saat ini, mengalami perluasan makna ke tataran kedua. Dari berbagai narasi yang berkembang di media,  pencak sikat lebih banyak ditafsirkan pada makna tataran kedua. Salah satu tafsir yang dominan adalah bahwa pencak silat merupakan binaan Prabowo. Sehingga keberhasilan mendapatkan medali emas terbanyak, juga dapat diklaim  keberhasilan Prabowo. Mungkin, secara konotatif  bermakna, Prabowo pantas menjadi presiden.Â
Sebagian pendukung Jokowi juga melihat pencak silat ini pada makna tataran kedua.  Dari berbagai narasi media, tafsir yang berkembang adalah  bahwa semua cabang olahraga dibawa pembinaan Menpora, yang mana  merupakan kabinet  Jokowi. Ada yang beranggapan  Bahwa tanpa pencak silat pun perolehan medali emas Indonesia sudah melampaui target. Artinya Jokowi lebih hebat.
Penanda paling populer saat ini adalah, ketika Hanifan, seorang atlet atletik pencak silat, melakukan aksi tak terduga. Merangkul Jokowi dan Prabowo, untuk saling berpelukan. Lalu publik, banyak mengartikannya, bahwa ini adalah petanda bahwa "kita semua bersaudara". Bagi yang menghubungkannya dengan Pilpres merasa optimis bahwa Pilpres akan berlangsung damai. Karena kedua orang yang bersaing, bisa bersatu. Makanya semua happy, kedua kubu senang, Â bahkan eforia.
Sadar atau tidak, saat ini terjadi pertarungan pemaknaan. Dengan mencoba menggali kaitan-kaitan historis ideologis dengan pemilih. Kedua kubu, berusaha untuk menggali aspek kuktural, historis dan ideologis dari masyarakat Indonesia.
Sebenarnya, tak ada yang salah dalam hal ini. Karena ini adalah komunikasi politik. Kita harusnya maklum, karena di tahun politik apapun bisa menjadi politis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H