Mohon tunggu...
Ilham Paulangi
Ilham Paulangi Mohon Tunggu... Konsultan - Peminat masalah budaya, komunikasi, dan demokrasi.

menulis itu asyik

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pilpres dan Konsolidasi Demokrasi

28 Agustus 2018   10:01 Diperbarui: 29 Agustus 2018   19:35 452
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak 20 tahun lalu,  kekuasaan otoriter telah berakhir, dan memasuki masa konsolidasi demokrasi. Masa dimana  prinsip demokrasi dari rakyat oleh rakyat untuk rakyat benar-benar dilaksanakan. Sebagai sebuah konsep yang selama ini digunakan untuk menggambarkan konsolisasi demokrasi di negara kita.

Demokrasi tak dapat ditawar lagi. Jangan sampai kita mundur lagi ke sistem otoritarian. Sebaliknya jangan sampai juga kita salah mengelola demokrasi, lalu terpecah seperti negara-negara eropa timur atau timur tengah (fenomena arab spring).

Sadar atau tidak, pemilihan presiden bisa jadi faktor pemicu lahirnya konflik. Konflik horizontal antar pendukung. Ini yang harus dihindarkan. Konflik kecil bisa menjadi besar akibat pengaruh media sosial dan kepentingan modal.

Prasyarat Konsolidasi Demokrasi

Ada beberapa prasyraat untuk mempertahankan konsolidasi demokrasi. Konsolidasi demokrasi dapat bertahan apabila ada keyakinan dari pemimpin, elit dan massa terhadap demokrasi sebagai sistem pemerintahan yang terbaik bagi bangsa. Sejalan dengan para founding father bangsa kita.

Harus ada ketegasan bagi semua pihak, utamanya institusi demokrasi yang telah dipilih dan ditetapkan berdasarkan undang-undang, untuk mengawal proses demokrasi. Mereka yang telah memperoleh amanah, seperti KPU, bawaslu, dll,  untuk menjalankan prosedur demokrasi. Harus dihindari cara-cara berpolitik jalan pintas, dalam proses politik.  Semua harus taat asas, baik kelompok yang sedang berkuasa maupun oposisi.

Rakyat, utamanya masyarakat sipil, baik dari unsur tokoh maupun organisasi masyarakat sipil, harus berperan aktif dan ikut bertanggungjawab unruk merawat kondisi demokrasi yang sudah terkonsolidasi,  dan diberi otonomi yang luas untuk menentukan arah demokrasi ke depan. 

Modal Sosial

Menengok pengalaman yang lalu,  sangat pantas juga sebenarnya apabila kita optimis, bahwa Indonesia bisa sukses melewati transisi demokrasi. Karena pengalaman kita dalam menjalankan demokrasi sudah cukup panjang.  Kita sudah sukses melaksanakan pemilihan presiden, selama 4 kali, secara langsung 3 kali. Juga sekian banyak pilkada sudah lalui dengan sukses. 

Bahkan tradisi pemilihan langsung, sudah begitu lama dilakukan di tingkat paling bawah seperti pemilihan kepala desa, rw dan rt. 

Kehidupan demokrasi sejak pasca reformasi, juga telah melalahirkan kekuatan supremasi politik sipil, yang menjadi ciri utamanya dari sebuah konsolidasi demokrasi. Intitusi politik berupa partai politik bertumbuh dengan bebas, dan sebagian terus mendapatkan legitimasi dari rakyat.

Juga udah banyak proses politik yang kita telah lewati. Semua ini merupakan modal soal untuk konsolidasi demokrasi di tanah air. Jangan sampai kendor lagi

Saat ini, menjelang pilpres 2019,   konsolidasi demokrasi kembali menghadapi ujian berat. Apakah Indonesia bisa tetap konsisten menjalankan kaidah-kaidah demokrasi sesuai amanat reformasi. 

Jadi secara prinsip, rakyat sendiri sebenarnya, sangat siap berdemokrasi, sesuai prinsip utama demokrasi. 

Justru potensi  kerusakan demokrasi terjadi, oleh elit, melalui penyimpangan hakikat demokrasi. Salah satu yang paling merusak adalah politik uang, politik kekuasaan, dan bentuk-bentuk kecurangan lainnya. Juga bisa dirusak anasir-anasir dari luar yang bertentangan dengan demokrasi.

Hal lain yang perlu dikuatirkan adalah adalah konstalasi kepentingan ekonomi dan modal. Kekuatan ini berpotensi untuk memaksakan kehendak, dan menciptakan suasana politik yang tidak sehat. 

Jadi yang dibutuhkan adalah bagaimana para elit, dan masyarakat sipil, melakukan instrospeksi diri, menjaga proses demokrasi, agar dijalankan secara konsisten. 

Siapa pun yang terpilih menjadi presiden tidak masalah, yang terpenting adalah bahwa kita harus berhasil mempertahankan sistem demokrasi yang terkonsolidasi. Karena itu telah diperjuangkan dengan sangat mahal.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun