[caption id="attachment_333945" align="aligncenter" width="300" caption="Screenshot dari video di youtube, aksi PUNGLI di Timbangan Pinang Awan Labusel, SUMUT http://youtu.be/-PoqyQ0ehuU"][/caption]
Ketika menonton televisi diprogram Metro malam, seorang Gubernur memergoki langsung aksi pungutan liar di jembatan timbangan daerah jawa tengah. Sungguh keren dan aga kecewa dengan sikapnya Gubernur tersebut. Seolah-olah adegan film saja, dan yang lebih kecewanya itu para awak truck dimarahi terlebih dahulu. Hiks, kalau saja diriku dulu mendapati ini ketika jadi stoker (kernet truck) pasti akan saya terangkan dan harus ada pembelaan dari diri sendiri bahwasanya saya juga kasih tuh uang cuma kasihan sama oknum petugas, konon untuk jadi petugas juga butuh biaya tinggi agar lulus seleksi, konon loh. hehe.
Berdasarkan pengalaman pribadi penulis ketika menjadi stoker (kernet truck) kurang lebih akhir tahun 2002 hingga 2005 yang mana kerap melintasi Provinsi Sumatera Utara - Riau. Bermacam-macam juga barang bawakan truck, antara lain angkutan pasir/kerikil ( galian C ), kayu loging, angkutan semen, besi dan macam lainnya.
Jika dari Riau menuju Sumatera Utara (sumut) jembatan timbangan yang pertama kali dihadapi adalah jembatan timbangan Pinang Awan. Jembatan timbangan ini dibilang cukup kejam bagi truck yang melebihi kapasitas angkutan muatan truck. Disamping kejam, para oknum yang bertugas di jembatan timbangan ini juga bisa dibilang jarang untuk menindak truck yang melebihi kapasitas muatan. "Jarang" dalam tanda kutip yang penulis maksud adalah tidak ditindak dengan Peraturan Daerah (perda) yang isinya juga penulis tidak ketahui. Namun lebih condong ke arah Damai.
Biasanya kendaraan truck yang sudah mengetahui kelebihan muatan, sudah tahu sangsi damai itu kena berapa biaya. Maka tugas stoker lah untuk mengantarkan uang damai ke oknum petugas yang menunggu didalam kantor jembatan timbangan tersebut. Oknum petugas juga jumlahnya tidak sedikit, ada yang disisi jalan, diluar kantor timbangan, dan didalam kantor serta distand by kan sepeda motor patroli.
Hampir disetiap jembatan timbangan jalannya selalu rusak, jalan yang dimaksud adalah jalan rayanya, juga jalan menuju jembatan timbangan. Kalau tidak salah jalan yang bagus itu cuma jembatan timbangan daerah Tanjung Morawa Medan, karena daerah ini sudah masuk kategori kawasan Ibu Kota Provinsi.
Ketika itu penulis baru saja menjadi stoker sudah tentu kelihatan agak-agak canggung jika berhadapan dengan oknum petugas yang hampir rata-rata seram, wow.!!. Sang sopir yang sudah biasa dan tahu berapa setoran untuk salah satu timbangan dan jenis angkutan dengan sigap menyuruh penulis untuk memberikan uang sebesar Rp.20.000,- kepada oknum petugas yang duduk dan bertugas menerima uang dari setoran stoker. Dari gaya penulis yang kelihatan canggung, oknum petugas ini pun ambil kesempatan, ya kesempatan bahwasanya setoran ini kurang. Busyet deh, giliran udah pengalaman, gantian tuh oknum-oknum saya kerjai. Biasanya setor Rp.30.000,- penulis sengaja ambil uang di laci yang ada pecahan Rp.5.000,- nya. Ketika menyetorkan uang damai, Rp.5000,- atau Rp.10.000,- sengaja dikurangi, dan langsung ngacir ke truck. Biasanya jarang dikomplain ketika truck yang antri cukup panjang, lumayan lepas uang sabun, eh uang rokok.
Kabupaten Labuhan Batu (sekarang sudah terbagi 3 Kabupaten) mempunyai dua jembatan timbangan.?
Ya, yang pertama di Pinang Awan, dan yang kedua di Aek Kanopan (sekarang pinag awan masuk Kabupaten Labusel, Aek Kanopan Labura, Labuhan Batu sendiri malah tidak ada jembatan timbangannya lagi) . Sempat terheran-heran juga ketika itu, satu daerah pemerintahan Kabupaten kok bisa ada dua jembatan timbangan ya.? Tapi ya gitu, cuma tanda tanya dalam benak saja, mau coba konfirmasi ke Kepala Dinas Perhubungan Labuhan Batu tidak bisa, memangnya wartawati apa.? Wartawan juga enggak, hadeh.. :D
Kalau bisa dibilang, jembatan timbangan tersebut jauh sebelum dimekarkanya kabupaten Labuhan Batu menjadi tiga bagian (Labusel dan Labura, selatan dan utara cuy) sudah ada.
Kalau dari Riau ke Sumut atau sampai ke kota Medan itu ada empat timbangan, yang hampir rata-rata masih berlakukan Pungli. Mungkin yang di Tanjung Morawa saja yang sering memberikan sangsi Perda. Bisa jadi, nih kan pintu gerbang Kota Medan, sudah pasti lumayan bener dikit lah. Sampai-sampai ketika itu penulis terkaget-kaget dengan sangsi yang disebutkan petugas, bahwasanya denda/sangsi yang melebihi muatan truck kami mencapai Rp.500.000,- an lebih. Busyet, nih kagak damai namanya, bakalan enggak cukup uang jalan. Namun entah bagaimana nego sang sopir saya juga tidak banyak tanya, karena awalnya saya kasih uang setoran seperti tiga timbangan yang lainnya. (garuk-garuk kepala, kena marahin petugas yang sok suci dan sopir juga, hiks)