Pada akhir tahun 2019 dunia digemparkan dengan penemuan penyakit baru bernama Coronavirus Disease-2019 atau disingkat menjadi COVID-19. Wabah ini pertama kali terdeteksi di kota Wuhan, China. Tak selang beberapa lama, wabah mulai menyebar ke seluruh dunia termasuk Indonesia. Sebenarnya, dalam catatan sejarah wabah sudah pernah terjadi beberapa kali baik di Indonesia maupun di dunia. Salah satunya terjadi pada masa Pemerintahan Kolonial Hindia Belanda dimana terdapat penyakit menular seperti cacar pada tahun 1644 dan kolera pada tahun 1821. Wabah tersebut menyebar ke hampir seluruh penjuru Pulau Jawa. Pemerintah kewalahan dalam mengatasi masalah ini karena kekurangan dokter dan tenaga medis. Dokter yang ada pun merasa enggan untuk memeriksa rakyat pribumi.
Oleh karena itu, di kemudian hari pada tahun 1851 didirikanlah sekolah kedokteran guna mencetak dokter dan tenaga medis. Sekolah tersebut diberi nama STOVIAÂ (School tot Opleiding van Indische Artsen). Awalnya hanya pelajar laki-laki yang dapat menempuh pendidikan di STOVIA. Namun, seiring perkembangan waktu sekolah ini juga menerima pelajar perempuan. Pelajar perempuan pertama yang masuk ke STOVIA ialah Marie Thomas dan Anna Warouw. Keduanya mendedikasikan jiwa dan raganya untuk belajar di sekolah kedokteran tersebut. Kisah keduanya menarik untuk dibahas sebagai perempuan pertama di Indonesia yang menyandang gelar dalam dunia kesehatan.
Marie Thomas
Marie diterima di STOVIA pada tahun 1912, atas bantuan dari SOVIAÂ (Studiefonds voor Opleiding van Vrouwelijke Inlandsche Artsen) yang didirikan oleh Charlotte Jacobs. Marie Thomas sering disebut-sebut sebagai dokter perempuan pertama di Indonesia. Ia lahir di wilayah Likopang, Minahasa, Sulawesi Utara tanggal 17 Februari 1986. Semasa bersekolah Marie Thomas kerap kali berpindah-pindah, hal tersebut dikarenakan pekerjaan ayahnya yang harus berpindah-pindah kota sebagai tentara. Marie berhasil masuk ke STOVIA bersama 180 siswa laki-laki lainnya, pada saat itu ia merupakan satu-satunya wanita yang berada di STOVIA.Â
Marie Thomas akhirnya lulus setelah selama sepuluh tahun mengenyam pendidikan di STOVIA, lebih tepatnya ia lulus pada tanggal 26 April tahun 1922 dengan nilai yang memuaskan. Saat itu Hindia Belanda menjadikan kelulusannya sebagai bahan berita, hal itu terjadi karenan seperti yang telah dibahas diatas bahwa Marie Thomas menjadi dokter wanita pertama di tanah air. Ia juga disebut sebagai sosok yang bertalenta serta memiliki banyak pencapaian di bidang kedokteran. Salah satunya ialah keterlibatan Marie dalam metode IUD (Intrauterine Devive)Â yang merupakan sebuah kebijakan untuk mengontrol lahirnya bayi melalui metode tersebut. Kemudian, nama Marie Thomas juga masuk ke dalam buku Karya Nh. Dini yang berjudul Amir Hamzah, Pangeran dari Seberang. Marie Thomas dalam buku tersebut tetap dikatakan sebagai dokter perempuan pertamadi Indonesia, namun ia juga disebutkan sebagai lulusan NIAS Surabaya.
Marie memilih teman sekelasnya selama di STOVIA untuk dijadikan tambatan hati, yaitu Mohammad Yusuf. Pada tahun 1929 setelah menikah, Marie memilih untuk ikut dengan suaminya ke wilayah Padang dan bekerja sebagai dokter di wilayah tersebut. Namun, ia juga pernah kembali ke Jakarta pada tahun 1931, dan Kembali lagi ke Padang. Pasangan tersebut dikaruniai dua orang anak yang bernama Sonya dan Eri.
Marie Thomas menjadi tokoh yang dihormati oleh masyarakat, karena kiprahnya. Ia pernah tergabung selama tiga tahun ke dalam Persatoean-Minahasa serta pernah menjadi bendahara Vereeniging van Indonesische Geneeskundigen, yang merupakan sebuah organisasi lokal di Padang. Tidak hanya itu, Marie Thomas bahkan mendirikan sebuah sekolah kebidanan di daerah Bukittinggi, sekolah tersebut menjadi sekolah kebidanan pertama di Sumatera dan kedua di Indonesia.
Pada tahun 1966 Marie Thomas menghembuskan napas terakhirnya di usia ke 70 tahun, ia meninggal karena pendarahan otak yang menyerangnya secara tiba-tiba. Marie Thomas menjadi inspirasi banyak orang melalui jasa-jasa dan kontribusinya di dalam bidang Kesehatan. Bahkan, ia mendedikasikan dirinya dalam dunia kedokteran serta kebidanan sampai akhir hayatnya.
Anna Adeline Warouw
Dua tahun kemudian atau lebih tepatnya pada tahun 1914, terdapat seorang perempuan lagi yang berhasil masuk ke STOVIA. Perempuan asal Minahasa tersebut bernama Anna Adeline Warouw, kelahiran 23 Februari 1898 di Amurang. Anna Warouw berasal dari keluarga berpendidikan, di mana ayahnya yang merupakan seorang guru menginginkan anak-anaknya menempuh pendidikan setinggi-tingginya. Sehingga setelah menyelesaikan pendidikan dasar di tanah kelahirannya, Anna dan adik laki-lakinya pergi merantau ke Batavia. Keduanya melanjutkan studinya di STOVIAÂ (School tot Opleiding van Indische Artsen).
Saat itu, yang bisa tinggal di asrama adalah para pelajar laki-laki saja. Oleh karenanya, Anna Warouw menumpang di rumah pamannya. Dikarenakan kegiatan dan pembelajaran di STOVIA yang sangat padat Anna Warouw terkadang pulang ketika mata hari telah terbenam. Untuk melindungi dirinya dari orang jahil maka ia membawa tulang paha manusia. Sungguh unik bukan? Tulang tersebut di satu sisi digunakan untuk belajar dan di sisi lainnya digunakan sebagai alat perlindungan diri.
Selama belajar di STOVIA, Anna Warouw menjalin persahabatan dengan Marie Thomas. Saking dekatnya mereka berdua dijuluki de Tweeling atau Si Kembar. Pelajar STOVIA yang mayoritas laki-laki itu dengan sepenuh hati melindungi dan menyayangi keduanya. Selain memiliki sahabat, Anna Warouw juga bertemu dengan pujaan hatinya yaitu Jean Eduard Karamoy.
Anna Warouw menghabiskan waktu selama sepuluh tahun untuk lulus dari STOVIA yaitu dari tahun 1914-1924. Setelah lulus ia menikah dan mengikuti suaminya ke Belanda. Di sana Anna Warouw melanjutkan pendidikannya dengan mengambil spesialis otorinolaringologi di Universitas Leiden selama dua tahun. Sementara itu, suaminya meraih gelar doktor di Jerman. Setelah menyelesaikan pendidikannya, Anna Warouw kembali ke Hindia Belanda dan bekerja di bawah Pemerintahan Kolonial Hindia Belanda. Anna Warouw juga bekerja di sebuah laboratorium di Jakarta serta pernah menjadi petugas untuk Jemaah haji. Dikarenakan Anna Warouw dan suaminya memiliki pekerjaan yang sama maka ia tidak bisa menjadi pegawai negeri. Alasan lainnya yaitu keduanya sering berpindah-pindah tempat dari wilayah satu ke wilayah sehingga sulit untuk menjadi pegawai yang tetap.
Setelah menyelesaikan tugas dari pemerintah, Anna Warouw kembali ke kampung halamannya. Di sana ia bekerja di laboratorium dan mengajar di Universitas Sam Ratulangi selama sisa hidupnya. Pada 1978, Anna Warouw meninggal dunia karena sakit yang dideritanya.
Sumber Referensi:
Museum Kebangkitan Nasional. "Anna Warouw: Dedikasi Dokter Perempuan Kedua di Indonesia."
Museum Kebangkitan Nasional. "Marie Thomas, Tokoh Bidan Indonesia Lulusan STOVIA"
Museum Kebangkitan Nasional."History Today: hari Lahir Dokter Perempuan Pertama di STOVIA"
CNN Indonesia. " Marie Thomas, Dokter Perempuan Pertama di Indonesia" https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20210217072142-284-607142/marie-thomas-dokter-perempuan-pertama-di-indonesia
Matanasi, Petrik. Tito.id. " Kisah Marie Thomas, Dokter Perempuan Pertama di Indonesia" https://tirto.id/kisah-marie-thomas-dokter-perempuan-pertama-indonesia-eHkL
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H