Tapi aku terlalu sadar kalau ini benar-benar terjadi.
“This is real”
“This feeling is fucking real”
Bagaimana tidak, secara sadar aku merasa takut untuk berpisah. Aku begitu takut untuk menerima kenyataan kalau kita mungkin tak akan bertatap muka lagi. Kamu hanya tidak tahu saja. Tapi kamu harus.
Akhirnya malam terakhir telah tiba. Aku akhirnya berani juga, walau hanya melalui chat online, akhirnya kamu tahu yang selama ini terjadi padaku, akhirnya dia tahu sudah menjadi pencipta debar-debar bodoh sialan ini.
Malam itu, kita berdua mengungkap segalanya didalam suatu obrolan. Akhirnya semua begitu jelas bagiku. Aku melayang, membayangkan jika itu kulakukan sejak awal. Sekarang aku harus terima kalau keadaanlah yang tidak mendukung segalanya menjadi nyata. Tapi sudahlah, tak ada yang aku sesalkan lagi. Serahkan saja segalanya kepada Tuhan dan kehidupan, apapun itu, aku takkan keberatan jika debar-debar bodoh ini muncul kembali, kelak.
See you next time! Begitu kalimatmu yang akan selalu kuingat sampai kita bertemu lagi, semoga pada kondisi yang lebih baik.
“Rindu ini bukan tentang pertemuan, Melainkan kau merindu seperti aku, Dan suasana kita dahulu”
Jakara, Desember 2015
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H