Hidup dan khawatir, bagai dua sisi mata uang yang saling nempel satu sama lain. Ya karena kita tau, bahwa hidup kita penuh dengan ketidakpastian, makanya kita hidup dengan mengkawatirkan banyak hal.
Siapa sih yang nggak pernah kawatir di dunia ini. Semua kita mengalaminya. Sejak kecil, khawatir mengintil sejauh manapun kita "berjalan". Saat memecahkan gelas, khawatir ibu marah, mau ujian khawatir nilai jelek, nggak mau ikut ajakan teman, khawatir si teman nggak mau temanan lagi. Mau kuliah, khawatir nggak lulus dijurusan idaman, udah kuliah khawatir dosen galak, biaya kuliah dan sebagainya, udah jadi orang tua, khawatir perihal anak, finansial dan bejibun kekhawatiran lainnya. Nggak bakal habis ampe kita jadi debu.
Nah, si khawatir yang nggak mau pisah dengan kita ini, -yang bikin galau, susah move on, bikin kita baperan- harus kita kasih pagar pembatas, biar nggak melewati batas yang bakal bikin mental kita jadi nggak sehat.
Caranya gimana? Caranya kita musti punya mental yang tangguh dalam menghadapinya.
Trus cara punya mental yang tangguh gimana? Salah satunya punya fondasi filosofis yang kuat.
Mahluk Filsafat
Sebagai makhluk yang dibekali akal pikiran, perasaan dan kesadaran, pencarian manusia akan hakikat dirinya tak ada habisnya. Â Bejibun penelitian sains tentang fisik dan psikis dilakukan untuk mengetahui semua hal tentang "apa, siapa dan bagaimana" manusia itu sendiri.
Kegiatan berpikir, merasa dan menyadari dapat dilakukan oleh semua orang dalam rangka menjalani kehidupan mereka sehari-hari. Salah satu proses berpikir atas pencarian manusia akan dirinya dilakukan melalui metode filsafat.
Banyak dari kita berasumsi bahwa filsafat identik dengan renungan mendalam dan terkesan rumit. Kita diajari bahwa berpikir filsafat berarti berpikir secara radikal, konseptual, koheren dan konsisten, sistematik, serta integratif. Terkesan rumit sekali.
Padahal pada dasarnya manusia adalah makhluk yang berfilsafat. Karena dengan berpikir filsafat membuat manusia memiliki pengetahuan yang mendalam dan bermakna. Saat berhadapan dengan kenyataan kehidupan, entah itu baik atau buruk, menyenangkan atau menyedihkan, individu yang berfilsafat dapat menemukan sebuah "kenyataan" lain dibalik fenomena yang dilihat dan dialaminya.
Prasangka kita akan rumitnya filsafat, bisa jadi disebabkan kitanya yang salah dalam mempelajari filsafat, atau salah mendapatkan guru filsafat. Sehingga kesannya kita alergi dengan kata filsafat itu. Apaan sih, berfilsafat segala, sok filosofis deh lo! Hehe.