Mohon tunggu...
Muhammad arifiyanto
Muhammad arifiyanto Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wirausaha

Wirausaha yang menyalurkan hobinya dengan menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Parfum

18 Agustus 2024   12:41 Diperbarui: 18 Agustus 2024   13:02 68
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Parfum

Wangi parfum itu mengalir halus melalui indra penciumanku, menyusup pelan dalam kesunyian senja. Aromanya lembut, mendinginkan suasana hati yang letih, seolah membawa kesejukan yang menyegarkan seluruh tubuh. Setiap hembusan aroma itu merangsang otakku, menyalakan semangat baru untuk terus menghadapi kehidupan yang penuh tantangan.

Parfum itu, yang kubeli di lapak pinggir jalan dengan harga yang sangat terjangkau, memiliki kisahnya sendiri. Penjualnya seorang pria tua, sudah berusia lanjut, mengenakan baju biru pudar. Sepulang dari kantor, dengan senja yang mulai menghilang, langit berwarna merah tembaga, dan angin berhembus lembut menyapaku. Di tengah perjalanan, mataku tertuju pada lapak sepi di trotoar, hanya terdiri dari sebuah meja sederhana dengan parfum-parfum berjajar rapi di atasnya.

Pak tua itu duduk di kursi reyot, pandangannya kosong, seolah menembus lalu lalang kendaraan yang ramai di sekitarnya. Sepi dan sunyi menjadi teman setianya di tepi jalan yang hiruk-pikuk. Sebuah spanduk kecil dengan tulisan tangan yang sederhana menyebutkan harga "parfum Rp 5.000,_".

Ada sesuatu yang membuat hatiku tergerak untuk menghampirinya. Aku menghentikan sepeda motorku, lalu mendekat, memandang botol-botol parfum yang dipajang dengan begitu sederhana. Berbagai merek tertempel pada botol-botol 100 cc itu, dari yang berlabel "Malaikat Subuh," "Blue," hingga nama-nama artis terkenal seperti Raffi Ahmad.

"Boleh pak, aku coba?" tanyaku pada pak tua itu, mencoba mencari interaksi dalam kesendiriannya.

"Silakan, Pak," jawabnya lembut, wajahnya tetap sendu, tapi ada secercah harapan di balik matanya yang lelah.

Momen itu terasa begitu manusiawi, ada kesedihan yang tersembunyi di balik kesederhanaan, namun juga ada kehangatan yang muncul dari niat baik yang tak terduga.

Aku mengambil salah satu botol parfum yang menarik perhatianku, "Malaikat Subuh," dan perlahan membuka tutupnya. Aroma lembut yang sedikit manis segera menguar, memenuhi indra penciumanku. Sejenak, dunia di sekitarku terasa berhenti, seolah hanya ada aku, pak tua, dan aroma parfum yang membawa kedamaian.

Aku menyemprotkannya sedikit ke pergelangan tangan, lalu menghirupnya dalam-dalam. Parfum itu, meskipun sederhana dan murah, memiliki keharuman yang menenangkan, jauh lebih berharga daripada harganya. Wangi yang seolah-olah membawa pesan tersembunyi, bahwa kebahagiaan dan ketenangan bisa ditemukan dalam hal-hal kecil yang tidak terduga.

"Bagus sekali wanginya, Pak," kataku dengan senyum, mencoba memecah keheningan yang menyelimuti pak tua itu. "Saya ambil yang ini."

Pak tua itu mengangguk pelan, lalu dengan tangan yang sedikit gemetar, dia memasukkan botol parfum ke dalam kantong plastik kecil. Gerakannya lambat, penuh kehati-hatian, seakan setiap detik adalah hal yang berharga. Saat menyerahkan kantong itu kepadaku, matanya bertemu dengan mataku sejenak, dan dalam pandangannya, aku bisa merasakan rasa terima kasih yang begitu dalam, lebih dalam dari yang bisa diucapkan dengan kata-kata.

Aku mengeluarkan uang dari dompetku dan memberikannya kepada pak tua itu. Dia menerimanya dengan tangan yang sedikit gemetar, lalu memasukkan uang itu ke dalam kantong kecil yang ada di sebelahnya. "Terima kasih, Pak," ucapnya lirih, namun ada nada tulus yang mengalir dari suaranya, seperti doa yang diucapkan dengan penuh keikhlasan.

Aku mengangguk, lalu kembali ke sepeda motorku. Saat mesin sepeda motorku menyala, aku melihat sekilas pak tua itu masih duduk di sana, kembali memandang kosong ke arah jalanan yang ramai. Namun, kali ini, aku merasa ada sesuatu yang berubah, mungkin sejenak saja, tapi aku berharap momen sederhana ini bisa memberikan sedikit kehangatan di hatinya yang sepi.

Dengan parfum di saku, aku melaju pulang, angin senja masih berhembus lembut, mengiringi perjalanan. Di dalam hati, aku merasa ada yang berbeda, seolah aroma parfum yang kubeli tadi membawa lebih dari sekadar wangi, tapi juga sebuah pelajaran---tentang kebaikan hati, tentang kesederhanaan, dan tentang bagaimana hal-hal kecil dalam hidup bisa memberikan makna yang dalam.

Senja semakin memudar, dan langit mulai gelap, tapi perasaan hangat itu tetap bertahan, menemaniku sepanjang perjalanan.  Doa ku untuk mu pak tua penjual parfum. Semoga kau tetap sehat. Malaikat rezeki selalu membersamaimu. Tetap semangat mengarungi kehidupan yang penuh tantangan ini.

Probolinggo, 15 Agustus  2024

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun