Mohon tunggu...
Ilmawan Agung
Ilmawan Agung Mohon Tunggu... Mahasiswa - FISIP - IKOM - 2019

Universitas Muhammadiyah Malang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Freedom of Speech Jerinx SID

21 Juni 2021   20:54 Diperbarui: 21 Juni 2021   21:10 386
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Freedom Of Speech Jerinx

                       Dalam kasusnya Jerinx dituntut dalam kasus ujaran kebencian terkait postingan yang ia buat yaitu 'IDI Kacung WHO' yang membuatnya di bui dengan ancaman hukuman 3 tahun. Jerinx mempertanyakan tuntututan tersebut karena pihak IDI bahkan tidak ingin memenjarakannya. Sementara itu sidang vonis Jerinx, majelis hakim Denpasar menjatuhkan vonis 1 tahun 2 bulan karena kasus ujaran kebencian tersebut.  Untuk saat ini Jerinx yang akhirnya ditunggu oleh banyak orang kebebasannya dari tahanan setelah menjalani hukuman 10 bulan atas pernyataan ' IDI Kacung WHO '. Perjalanan Jerinx melawan hukumannya hingga menang banding walaupun diputus bersalah karena melakukan ujaran kebencian . Jerinx berusaha mengajukan banding terhadap putusan PN Denpasar. Tidak hanya itu, Jerinx juga harus membayar denda senile Rp 10 juta yang harus dibayarkan melalui kuasa hukum.

                      Masyarakat di  Indonesia terutama pengguna media sosial harus lebih bisa mengontrol jari jemarinya, masyarakat Indonesia terlalu bebas dalam mengekspresikan kebebasannya dalam berpendapat yang berlebihan sehingga bisa terjerat kasus pidana. Selain itu, kebebasan berpendapat ini harus memperhatikan etika agar tidak terjerat pada kasus hukum pidana di Undang Undang No 19 Tahun 2016 Jo UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). Para masyarakat kurangnya edukasi tentang UU ITE serta kebiasaan yang suka mengkritik dengan ucapan-ucapan yang pedas tanpa saran, kebiasaan buruk ini sering kali memenuhi kolom komentar para public figure khususnya di media sosial seperti Instagram. Mereka tidak sadar jika perbuatan yang mereka lakukan itu mempengaruhi mental seseorang, tidak sedikit juga khasus bunuh diri karena bullyan dari para pengguna sosial media. Salah satu contohnya yakni pemeran film Live action attack on titan yang jalan ceritanya berbeda dengan anime aslinya, namun yang disalahkan ialah pemeran film tersebut sehingga diserang melalui akun Instagram.

Berikut bunyi Pasal 28 ayat (2) UU ITE:

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).

Sebenarnya, tujuan pasal ini adalah mencegah terjadinya kerusuhan, permusuhan, atau bahkan perpecahan yang didasarkan pada SARA akibat informasi negatif yang bersifat provokatif dan negatif. Isu SARA dalam pandangan masyarakat merupakan isu yang cukup sensitif. Oleh karena itu, pasal ini diatur dalam delik formil.

Contoh penerapannya adalah apabila orang menuliskan status dalam jejaring sosial informasi yang berisi provokasi terhadap suku/agama tertentu dengan maksud menghasut masyarakat untuk membenci atau melakukan anarki terhadap kelompok tertentu, maka Pasal 28 ayat (2) UU ITE ini secara langsung dapat dipergunakan oleh Aparat Penegak Hukum ("APH") untuk menjerat pelaku atau orang yang menuliskan status tersebut.

Pasal 28 ayat (2) UU ITE tersebut diatur dalam Pasal 45A ayat (2) UU 19/2016, yakni:

Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar.

                    Kasus ujaran kebencian akhir-akhir ini kerap kali terjadi semenjak seiring meningkatnya kasus covid di Indonesia. Orang-orang menjadi sangat sensitive terhadap gesekan gesekan terhadap permasalahan di hidupnya. Peraturan yang membingungkan dari pemerintah seperti melarang mudik namun memperbolehkan wisata, lantas apa bedanya jika keramaian yang ditimbulkan tetap terjadi. Mudik dilarang namun acara pernikahan yang dihadiri oleh banyak orang bahkan presiden Jokowi berdalih tetap mengutamakan protocol kesehatan. Akibatnya banyak masyarakat mengkritik kinerja pemerintah dalam menangani kasus covid-19. Belum selesai kasus covid-19, munculah UU ITE yang bahkan bisa memenjarakan seseorang karena ucapan di media sosial ketika mengkritik. Seakan akan saat ini masyarakat dibungkam oleh pemerintah yang anti kritik. Banyaknya pasal "karet" di dalam UU ITE yang dapat mengkriminalisasi disinyalir menjadi biang keladinya. Setidaknya ada sembilan pasal karet yang membuat banyak orang harus terjerat pidana oleh UU ITE. Masih berdasarkan catatan SAFEnet, terdapat 381 korban dari UU ITE sejak pertama kali diundangkan pada tahun 2008 hingga tahun 2018. Selain itu, Koalisi Masyarakat Sipil juga melaporkan bahwa kasus-kasus yang dijerat dengan Pasal 27, 28, dan 29 UU ITE menunjukkan penghukuman mencapai 96,8 persen (744 perkara) dengan tingkat pemenjaraan yang sangat tinggi, yakni mencapai 88 persen (676 perkara).

                          Yang terpenting adalah bahwa jangan sampai UU ITE menjadi pengekangan kebebasan berpendapat. Sejarah mencatat bahwa pada pemerintah Indonesia pernah memberlakukan kebijakan yang mengekang kebebasan berpendapat. UU ITE bukanlah yang pertama.Soekarno pernah melakukan pemberedelan terhadap beberapa surat kabar yakni Pedoman, Abadi dan Indonesia Raja pada masa Orde Lama. Saat itu Soekarno beralasan jika media tersebut Kontrarevolusi. Indonesia pada waktu itu memang sedang melakukan revolusi sosialisme.

                           Orde Baru berkuasa sejarah  mencatat hal tersebut, negara membungkam suara-suara kritis. Banyak sekali aktivis-aktivis yang 'vokal'  berakhir diasingkan atau dipenjarakan, bahkan 'menghilang' sampai saat ini dengan UU Anti Subversi (Perpres 11 Tahun 1963). Hal ini pada akhirnya membuat semua orang takut mengemukakan pendapatnya. Tak hanya aktvis, media pun tidak luput menjadi target dari pembungkaman yang dilakukan pemerintahan pada masa Orde Baru. Semua orang mengetahui, surat kabar menjadi salah satu medium favorit yang dipakai untuk menyampaikan kritik atau pendapat pada waktu itu. Nahasnya, setelah Soeharto berkuasa selama setahun , ia menerbitkan Undang-Undang Pers Baru yang membatasi kebebasan yakni media cetak. Penerbit-penerbit yang memuat suara-suara sumbang terhadap pemerintah bisa dicabut izinnya. Hal ini terbukti dengan dicabutnya izin 45 penerbit surat kabar dari 164 penerbit surat kabar. Tempo adalah salah satu media yang mendapat pembredelan pada tahun 1994.

                       Kesimpulan untuk para generasi milenial hingga z yang paling banyak menggunakan jejaring sosial media seperti Instagram, facebook marak terjadi kasus pelaporan kepada mereka karena komentarnya kepada selebgram atau public figure yang tidak mencerminkan anak sekolah. Seperti meluapkan masalah pribadi kepada seseorang dengan mencela, mengomentari dengan kata-kasar sehingga ketika mereka dilaporkan dan dilacak keberadaanya disitulah rasa bersalah baru muncul. Hanya sebatas klarifikasi dan permintaan maaf dengan wajah kusut seolah olah yang paling benar sebelumnya ketika mengomentari orang lain. Yang menjadi permasalahan, kasus seperti ini tidak ada habisnya, terus terjadi menjadi bukti bahwa kurangnya edukasi dalam menggunakan social media. Menurut saya, pembelajaran bagaimana cara bersosial media yang baik itu perlu diajakarkan kepada generasi saat ini, karena perkembangan tekhnologi yang makin modern. Anak-anak usia belasan tahun pun sudah memegang gadget dan dipergunakan untuk salah satunya yaitu bersosial media. Peran orang tua sangatlah penting serta sekolah yang harus mulai mengajarkan kepada siswa siswinya serta ikut mengawasi perilaku efek penggunaan gadget.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun