Mohon tunggu...
Ilmawan Agung
Ilmawan Agung Mohon Tunggu... Mahasiswa - FISIP - IKOM - 2019

Universitas Muhammadiyah Malang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Freedom of Speech Jerinx SID

21 Juni 2021   20:54 Diperbarui: 21 Juni 2021   21:10 386
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

                           Orde Baru berkuasa sejarah  mencatat hal tersebut, negara membungkam suara-suara kritis. Banyak sekali aktivis-aktivis yang 'vokal'  berakhir diasingkan atau dipenjarakan, bahkan 'menghilang' sampai saat ini dengan UU Anti Subversi (Perpres 11 Tahun 1963). Hal ini pada akhirnya membuat semua orang takut mengemukakan pendapatnya. Tak hanya aktvis, media pun tidak luput menjadi target dari pembungkaman yang dilakukan pemerintahan pada masa Orde Baru. Semua orang mengetahui, surat kabar menjadi salah satu medium favorit yang dipakai untuk menyampaikan kritik atau pendapat pada waktu itu. Nahasnya, setelah Soeharto berkuasa selama setahun , ia menerbitkan Undang-Undang Pers Baru yang membatasi kebebasan yakni media cetak. Penerbit-penerbit yang memuat suara-suara sumbang terhadap pemerintah bisa dicabut izinnya. Hal ini terbukti dengan dicabutnya izin 45 penerbit surat kabar dari 164 penerbit surat kabar. Tempo adalah salah satu media yang mendapat pembredelan pada tahun 1994.

                       Kesimpulan untuk para generasi milenial hingga z yang paling banyak menggunakan jejaring sosial media seperti Instagram, facebook marak terjadi kasus pelaporan kepada mereka karena komentarnya kepada selebgram atau public figure yang tidak mencerminkan anak sekolah. Seperti meluapkan masalah pribadi kepada seseorang dengan mencela, mengomentari dengan kata-kasar sehingga ketika mereka dilaporkan dan dilacak keberadaanya disitulah rasa bersalah baru muncul. Hanya sebatas klarifikasi dan permintaan maaf dengan wajah kusut seolah olah yang paling benar sebelumnya ketika mengomentari orang lain. Yang menjadi permasalahan, kasus seperti ini tidak ada habisnya, terus terjadi menjadi bukti bahwa kurangnya edukasi dalam menggunakan social media. Menurut saya, pembelajaran bagaimana cara bersosial media yang baik itu perlu diajakarkan kepada generasi saat ini, karena perkembangan tekhnologi yang makin modern. Anak-anak usia belasan tahun pun sudah memegang gadget dan dipergunakan untuk salah satunya yaitu bersosial media. Peran orang tua sangatlah penting serta sekolah yang harus mulai mengajarkan kepada siswa siswinya serta ikut mengawasi perilaku efek penggunaan gadget.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun