Mohon tunggu...
Ilma Susi
Ilma Susi Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Islam Rahmatan Lil Alamin

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Menakar Efektifitas Pencegahan Aksi Kekerasan Seksual Dengan Permendikbudristek PPKSP

28 Agustus 2023   11:24 Diperbarui: 28 Agustus 2023   11:37 336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pertama, sistem pendidikan sekuler. Dengan dasar tidak menjadikan agama (Islam) sebagai acuan, maka pendidikan hanya berfokus pada akademik seraya  mengabaikan nilai agama. Mata pelajaran agama hanya mendapat ruang dua jam dalam sepekan, sangatlah kurang. Karena  agama merupakan pedoman kehidupan manusia, termasuk perihal pendidikan.

Urusan pendidikan selayaknya dikembalikan pada filosofi dan hakekat penciptaan manusia, yakni sebagai hamba yang mengemban tugas di dunia untuk beribadah kepada Sang Pencipta. Keimanannya akan melahirkan ketakwaan yang totalitas sehingga akan melakukan apa pun yang Allah Swt. perintahkan, sekaligus meninggalkan segala larangan-Nya.

Kedua, faktor keluarga. Tidak sedikit pelaku kejahatan berasal dari orang dekat yaitu keluarga. Pada keluarga yang broken home atau orang tua yang abai terhadap pengasuhan anak-anaknya, fi sinilah umumnya kejahatan seksual pada anak terjadi. Juga pada keluarga yang kedua orang tua sibuk  dan sepenuhnya menyerahkan pengasuhan dan pendidikan kepada pihak lain, semisal sekolah. Anak yang haus akan kasih sayang  akan tumbuh menjadi pribadi yang keras dan miskin empati sehingga mudah melakukan tindak yang tak terpuji.

Keluarga yang tidak dibangun atas ketakwaan akan menjadi malapetaka bagi anggotanya. Kasus pemerkosaan ayah terhadap anak kandungnya  atau ibu yang tega menjual anak-anaknya di prostitusi daring. Sungguh kontradiksi dengan peran mereka sebagai orang-orang yang terdepan dalam melindungi anak-anak dari kejahatan.

Ketiga, faktor media sosial. Media sosial utamanya online rawan menjadi pemicu tindak kejahatan di sekolah. Anak-anak dengan mudahnya mengakses pornografi dan adegan kekerasan yang bisa menstimulusi terjadinya aksi kekerasan. Kasus pembunuhan mahasiswa UI, misalnya, disebut-sebut pelakunya terinspirasi dari film serial Narcos yang penuh adegan kekerasan.

Jauhnya mereka dari agama terjadi seiring keterganrungan mereka dengan internet. Alhasil, apa pun yang ada di media sosial mudah mereka tiru tanpa filter oleh pemahaman benar atau salah. Loss dari kendali keimanan ikut menyuburkan aksi-aksi kriminal di kalangan anak muda termasuk pelajar.

Sistem kehidupan yang tegak atas ideologi kapitalis sekulerlah yqng mebuahkan sejimlah persoalan , termasuk hal kekerasan seksual pada anak. Karenanya regulasi yang dibuat tanpa merujuk persoalan utamanya, yaitu penerapan sistem kehidupan sekuler liberal, tidak akan membawa perubahan apa-apa. Alih-alih menyelesaikan permasalahan, yang terjadi justru sebaliknya.

Sedikit mengulik tentang sexual consent (persetujuan seksual) dalam UU TPKS, misalnya, bukankah seolah sedang melegalkan perzinaan yang akan merembet ke tindak kejahatan lainnya? Lihat kasus seorang laki-laki yang tega membunuh pacarnya yang sedang hamil di Jakarta Barat. Sungguh prihatin, kasus serupa ini kini sering terjadi yang berawal dari perzinaan suka sama suka.

Solusi Islam

Islam sebagai agama yang sempurna diturunkan bagi seluruh umar manusia. Penerapan sistemnya akan mampu
menyelesaikan persoalan apapun, termasuk maraknya tindak kekerasan.   Dalam pandangan Islam, negara merupakan  penanggung jawab penuh dalam menjamin keamanan bagi semua,  warga, bukan sekadar menetapkan regulasi.

Negara harus  memastikan sistem pendidikan berbasis akidah Islam sehingga semua anak didik memiliki fondasi kuat dalam kehidupan pribadi maupun  sosial.  Dengan memahami agama sebagai landasan kehidupannya, mereka memiliki  tujuan hidup di dunia, yang jelas. Tujuan itu adalah untuk beribadah kepada Allah, bukan untuk mencari kesenangan sesaat.  Apalagi kesenangan yang harus melanggar rarangan agama sebagaimana yang banyak terjadi saat ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun