Mohon tunggu...
Ilma Susi
Ilma Susi Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Islam Rahmatan Lil Alamin

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Ironi Impor Beras di Negara Agraris, Ada Apa?

26 April 2023   20:19 Diperbarui: 26 April 2023   20:22 449
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image : Ekonomi.bisnis.com

Salamuddin Daeng, seorang pengamat ekonomi politik mengatakan, Indonesia dari hulu ke hilir menerapkan pasar bebas. Jika harga beras bergejolak, pemerintah tak mampu memberikan proteksi. Karena pertanian beras diserahkan ke pasar bebas yang sangat kompetitif. Para importir memiliki akses kepada kekuasaan untuk menembak beras impor ketika mengumpulkan beras di tingkat petani dipandang harganya lebih mahal. Inilah pengaturan politik pertanian yang ada  saat ini, jauh dari arah kemaslahatan petani.

Terbaca terang adanya tarik-menarik kepentingan antara politik pangan dan politik dagang. Arah  politik dagang adalah membeli beras di luar untuk dijual di dalam negeri. Jika negara menggunakan cara ini, tentu petani yang jadi korbannya. Perani  menanggung resiko hancurnya harga beras. Mereka menjadi merana karena harga beras anjlok tak sebanding dengan mahalnya biaya produksi pertanian mereka.   Kendali politik berpadu saling menguntungkan dengan kendali ekonomi. Inilah realitas oligarki.
Posisi negara pun makin jelas bukan di pihak petani, bahkan tunduk kepada oligarki.

Kebijakan Pangan dalam Islam

Harus diakui, Indonesia gagal merealisasi kedaulatan dan kemandirian pangan. Hal ini detidaknya tampak dari dua hal. Pertama, ketergantungan pada impor. Kedua, menjadikan impor sebagai penyelesai masalah instabilitas harga pangan. Langkah ini akan menjauhkan negara dari upaya yang benar dalam mewujudkan pemenuhan pangan rakyat.

Abdurrahman al-Maliki dalam Politik Ekonomi Islam menjelaskan, pertanian merupakan salah satu sumber primer ekonomi. Permasalahan pertanian yang tidak dapat diselesaikan dapat mengguncang perekonomian, bahkan menyebabkan negara menjadi lemah dan tergantung pada negara lain.

Sementara itu menurut pengamat kebijakan publik Emilda Tanjung, Islam menetapkan bahwa politik pengaturan pangan ditujukan untuk melayani masyarakat, yakni menjamin pemenuhan pangan bagi setiap individu tanpa terkecuali. Dalam hal ini, negara Khilafah akan mengoptimalkan penyediaan pasokan pangan dari dalam negeri dengan melaksanakan konsep pertanian Islam. Kedaulatan pangan bakal terwujud dan negara bebas dari ketergantungan pada negara lain.

Negara Islam  akan memaksimalkan potensi pertanian dalam negeri dengan memanfaatkan infrastruktur yang ada. Termasuk melakukan modernisasi pertanian dan sinergi antarwilayah sehingga tidak memerlukan melakukan impor. Penerapan sistem Islam akan  membuahkan kesejahteraan. Jika bangsa ini mau kembali pada syariat Islam sebagai patokan kebijakan, niscaya  akan terwujud kesejahteran disamping tercipta kedaulatan pangan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun