Mohon tunggu...
Ilma Susi
Ilma Susi Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Islam Rahmatan Lil Alamin

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ilusi Kemiskinan Ekstrim Nol Persen

15 April 2023   13:20 Diperbarui: 15 April 2023   13:22 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia


.Pemerintah mencanangkan untuk menghilangkan kemiskinan ekstrem hingga mencapai 0% pada 2024 mendatang. Sementara itu
Bapenas (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional) menerangkan, terdapat 5,6 juta orang yang harus diselesaikan problem kemiskinan ekstremnya.

Menyoroti target kemiskinan ekstrim 0%, ini, pakar ekonomi syariah Nida Saadah, S.E., M.E.I., Ak. menilai bahwa rencana tersebut bakal menuai kegagalan. Alasannya adalah, karene regulasi ekonomi tidak mengacu pada syariat.

Nida menegaskan, "Selama langkah yang dilakukan tidak mengacu pada syariat maka sudah bisa dipastikan kegagalannya sejak awal. Tidak mungkin bisa mengentaskan kemiskinan, bahkan kemiskinan itu menjadi problem laten khas yang dimiliki dalam peradaban kapitalisme sekuler," ungkapnya kepada MNews (9/4/2023).

Menurut Nida, kegagalan itu,  bukan karena bumi ini kekurangan sumber daya alam, namun tersebab oleh kegagalan regulasi yang dijalankan oleh peradaban Kapitalisme hari ini dalam mendistribusikan kekayaan. Nida menyatakan, "Ketika Allah menciptakan manusia, maka Allah sudah menentukan rezekinya. Ketika rezeki tidak sampai kepadanya, maka tentu harus dievaluasi apa yang menjadi penyebab ketimpangan yang luar biasa, hingga lebih dari lima  juta orang yang tidak bisa memenuhi kebutuhan pokoknya. Terdapat penghalang bagi rizki itu untuk sampai pada jutaan rakyat tersebab oleh buruknya distribusi  dari sistem  yang ada.

Salah Strategi

Terdapat kesalahan strategi ketika ada 5,6 juta rakyat berada dalam kondisi miskin ekstrim. Akibat  strategi yang lahir dari sistem kapitalisme sekuler, kelompok mislin  ini harus  berhadapan dengan penghalang dalam pemenuhan kebutuhan pokok. Barier bagi  rizki itu untuk sampai pada jutaan rakyat tersebab oleh buruknya distribusi  dari sistem yang ada.

Kesalahan juga terletak pada komersialisasi kebutuhan pokok kolektif, yaitu pendidikan, kesehatan. Hal ini terjadi,  seiring dengan makin banyaknya barang dan jasa pokok (pendidikan dan kesehatan) yang masuk  pasar dalam regulasi ekonomi kapitalistik. Akibatnya  orang harus membayar sejumlah harga untuk mendapatkannya.

Secara realitas, angka 5,6 juta orang ini bukanlah kemiskinan pada umumnya. Kalau pemerintah menargetkan 0% kemiskinan ekstrem itu bukan kemiskinan pada umumnya. Kemiskinan struktural pada umumnya itu ada di angka sekitar 20 juta populasi. Duapuluh juta  itu belum termasuk target 0% yang ekstrim.  Artinya bila  target pengentasan  5,6 juta orang itu tercapai, mereka berpindah dari kemiskinan ekstrim ke kemiskinan struktural pada umumnya.

Gratisnya Kebutuhan Pokok

Perlu membuat komparasi antara strategi kapitalisme ini dengan strategi Islam. Strategi Islam lahir dari sistem islam, yaitu  sistem  yang memberlakukan syariatnya. Dalam sistem ini kebutuhan pokok kolektif ( kesehatan dan pendidikan) justru didesain untuk dipenuhi secara bebas biaya alias  oleh negara.

Penggratisan akan kebutuhan jasa pokok ini  sangat mungkin, karena negara memiliki kas  uang pasti untuk proses itu.  Kemiskinan bisa mendekatkan kepada kekufuran sehingga harus benar-benar diperhatikan oleh negara.

Bagaimana sistem Islam mendefisikan  kemiskinan? Bila dalam 24 jam  ada satu orang saja yang  tidak bisa memenuhi enam kebutuhan pokoknya, maka  Islam memandng sedang ada persoalan dalam pembangunan ekonominya. Enam kebutuhan pokok yang dimaksud adalah sandang, pangan, kesehatan, pendidikan dan keamanan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun