Mohon tunggu...
Ilma Susi
Ilma Susi Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Islam Rahmatan Lil Alamin

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Menelisik Kebijakan Bagi-bagi Rice Cooker dan Subsidi Konversi Motor Litrik

9 Desember 2022   23:24 Diperbarui: 10 Desember 2022   00:07 219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Belakangan ini terus bergulir wacana konversi kendaraan bermotor ke motor listrik.  Untuk tujuan ini, subsidi sebesar Rp6,5 juta bakal diluncurkan oleh pemerintah guna pembelian motor listrik. Faktor pendorong kebijakan konversi ini adalah untuk mengurangi konsumsi BBM yang selama ini dipandang menyedot APBN. Berdasarkan kalkulasi pemerintah penggunaan konversi, 2 juta mobil listrik dan 13 juta motor listrik bisa menghemat BBM hingga 8,1 juta kilo liter serta mengurangi emisi CO sebesar 17,6 juta ton.

Di samping motor listrik,  pemerintah juga bakal bagi-bagi 680.000 unit rice cooker gratis kepada masyarakat dengan anggaran senilai Rp300 miliar.  Kementerian ESDM menghitung, program itu dapat menghemat subsidi LPG 3 kg hingga Rp52,2 miliar dengan total biaya pengadaan Rp240 miliar di tahun mendatang. (Tirto, 1-12-2022).

Kebijakan  pemberian subsidi ini belumlah final, namun patut dikritisi. Pasalnya, pemerintah sering gagal merumuskan masalah dan memberi solusi  untuk yang memihak pada kepentingan rakyat secara tepat. Kewajiban mengurus kebutuhan rakyat acapkali dilakukan melalui kebijakan yang tidak matang sehingga malah menimbulkan persoalan baru.

Solusi Bagi-bagi Tidak Tepat

Ada beberapa perkara yang perlu kita dicermati buat telaah kritis terkait kebijakan bagi-bagi rice cooker dan konversi ke motor listrik. Berikut ulasannya.
Pertama, kebijakan kurang tepat. Djoko Setijowarno, pengamat transportasi dari Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), memandang, penggunaan motor listrik untuk masa depan merupakan pilihan tepat. Namun ia menganggap pemberian subsidi ke motor listrik sebagai strategi transisi merupakan cara yang kurang tepat. Menurutnya, lebih tepat penggunaan anggaran subsidi tersebut diperuntukkan perbaikan infrastruktur berupa pembangunan dan perbaikan transportasi umum. Ia menilai penguatan transportasi publik, maka akan mengurangi kemacetan, pencemaran dan serta bisa menekan inflasi.

Kedua, mengada ada dan mubazir.  Fahmy Radhi, pengamat ekonomi energi UGM menilai pengurangan penyerapan listrik dengan memakai rice cooker tidak signifikan jika bertujuan untuk mengatasi over supply listrik. Menurutnya, penghematan LPG 3 kg dengan bagi-bagi rice cooker berbeda dengan kompor listrik yang sebelumnya juga telah banyak menuai kritik. Pasalnya, ice cooker sebatas berguna untuk menanak nasi, sedangkan memasak makanan yang lain masih  perlu memakai LPG 3 kg.

Ketiga, perencanaan kurang matang. Kekurangmatangan konsep ini terlihat, belum usai mengurai masalah hulu, malah sibuk mengurus perkara di hilir. Inftastruktur pendukung penggunaan motor listrik belum siap,  pemerintah sudah mengobral subsidi pembelian motor. Selayaknya, penggunaan motor listrik ditopang dengan infrastruktur  mendukung yang memadai. Misalnya, ketersediaan stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU) yang  dan distribusinya di banyak wilayah Termasuk bengkel-bengkel perawatan motor listrik yang cukup dengan harga yang terjangkau.

Bayangkan repotnya, bila masyarakat membeli motor listrik bersubsidi, tetapi untuk mengisi ulang baterainya langka atau jika motornya mau diperbaiki, bengkelnya masih minim.  Juga perlu dipikirkan oleh pemerintah, bagaimana penanganan limbah baterai yang dihasilkan dari penggunaan motor listrik tersebut? Jangan sampai kebijakan yang tujuannya menciptakan kendaraan ramah lingkungan malah menurunkan masalah baru.

Keempat, tingginya biaya konversi motor listrik. Kebanyakan masyarakat enggan melakukan konversi kendaraan ke motor listrik karena harganya mahal. Selain itu,  perawatan dan pengisian kendaraan listrik belum banyak sehingga kurang fleksibel bagi mereka yang menjadikan motor berbahan bakar minyak. Hal itu akan sangat terasa bagi memakai motor sebagai tumpuan dalam mencari nafkah.

Hari ini, sebenarnya masyarakat lebih memerlukan hal pokok ketimbang motor listrik atau rice cooker. Mereka lebih memerlukan  jaminan pemenuhan kebutuhan pokok dan kepastian kerja bagi kepala keluarga.

Konversi motor dan Penanak Nasi, Demi Siapa?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun