Sejumlah nama di kalangan Universitas Lampung (Unila) telah ditahan, usai ditetapkan oleh KPK. Diduga karena menerima suap pada program Seleksi Mandiri Masuk Universitas Lampung  2022. Mereka adalah  Rektor  Prof. Dr. Karomani, Wakil Rektor I Bidang Akademik Heryandi, Ketua Senat Muhammad Basri.Â
Sementara  pihak swasta ada nama Andi Desfiandi yang terlibat  kasus suap terkait penerimaan calon mahasiswa baru  tahun 2022. Ditemukan barang bukti uang tunai Rp414,5 juta, slip setoran deposito bank Rp800 juta, deposit box diduga berisi emas senilai Rp1,4 miliar, dan ATM serta tabungan sebesar Rp1,8 miliar. (BBC, 22/08/2022).
Tertangkapnya sang Rektor Unila oleh KPK karena menerima suap pada program Seleksi Mandiri ini bukanlah  hal yang mengejutkan. Pasalnya, praktik  jual beli kursi di perguruan tinggi negeri  agaknya sudah lumra tetjadi.  Diduga kuat kasus serupa juga terjadi di kampus negeri lainnya.
Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji menyatakanan, penerimaan mahasiswa baru melalui jalur mandiri memang sangat rawan terjadi praktik suap lantaran proses seleksi sepenuhnya dalam kendali  pihak kampus.
Modus suap penerimaan mahasiswa baru oleh Rektor Unila ini telah mencoreng citra dunia pendidikan. Â
Dunia pendidikan yang menemban fungsi melahirkan generasi antikorupsi, malah dididik sedari awal untuk halalkan cara terlarang. Bisa dibayangkan buruknya generasi yang bakal terbentuk bila  suap sudah menjadi alternatif baru guna mencari ilmu di bangku kuliah,  Mau dibawa ke mana tujuan pendidikan tinggi hari ini jika teraihnya materi  menjadi ukuran  untuk memperoleh posisi jabatan duniawi?
Sistem Kapitalisme Sekuler Sebagai Biang Keladi Kerusakan
Agaknya telah menjadi hal umum dan dianut masyarakat, ketika urusannya ingin dipermudah, harus ada jalur "orang dalam" yang membantu. Bantuan ini tentunya tidak dihargai gratis. Ada kompensasinya, berupa fulus agar jalannya mulus.
Masyarakat hari ini menilai tingginya harkat, martabat, dan derajat seseorang semata dari nilai materi. Jabatan, titel hingga kekayaan melimpah, menjadi standar pencapaian sukses seseorang. Dunia pendidikan tinggi hari ini masih diharapkan menjadi pintu masuk teraihnya "kesuksesan" tersebut.
Dunia pendidikan semakin lama kian materialistis dan komersial. Ukuran-ukuran ekonomi kian hari kian menjadi patokan keberhasilan akreditasi institusi. Jual beli ijazah, mark up nilai mahasiswa, hingga manipulasi dana penelitian, semuanya menjadi fakta kecurangan yang tidak terbantahkan.
Dunia pendidikan tinggi yang digadang-gadang mampu melahirkan insan terdidik, akhirnya berubah menjadi pribadi yang miskin adab dan rendah akhlak. Dijumpai alumni universitas yang terkena kasus narkoba. Ada profesor, tetapi pelaku koruptor. Ada doktor yang ternyata terlibat L687.
Meskipun tidak bisa dimungkiri, Â ada produk pendidikan yang menorehkan tinta emas, tetapi jumlahnya makin minim, idealismenya tergerus dengan keberpihakannya dengan dunia industri. Materi akhirnya menjadi tuan di dunia pendidikan.
Inilah tata aturan yang diberlakukan di tengah masyarakat hari ini, yaitu aturan yang berdasarkan ideologi sekuler kapitalisme. Ideologi ini menjadikan standar kesuksesan dari teraihnya materi sebanyak mungkin.Â
Halal danharam sudah tidak menjadi landasan perbuatan. Kapitalisme sekulerlah sebab utama kerusakan dalam berbagai bidang kehidupan, mulai dari sistem ekonomi, politik, budaya, sosial, hingga pendidikan.
Tata kelola Pendidikan Dalam Perspektif Islam
Pendidikan memiliki posisi yang amat urgen bagi masyarakat. Pendidikan memastikan pemikiran dan pengetahuan (tsaqafah) Islam tetap terjaga di tengah kaum muslim dari generasi ke generasi.Â
Tsaqafah Islam merupakan kekayaan yang menjadi sumber tegaknya peradaban Islam.
Hakekat pendidikan merupakan  proses manusia menuju kesempurnaan yang Allah ridai. Sosok Rasulullah Muhammad saw. menjadi role model (teladan) peserta didik yang mesti menjalankan fungsi sebagai hamba Allah sekaligus  penjaga bumi dari kerusakan. (al-khalifah fil 'ardh).Â
Keberadaan role model ini menjadi ciri pembeda pendidikan Islam dengan yang lain. Oleh karena itu, akidah Islam menjadi dasar pemikiran pendidikan Islam dan metodologi penerapannya.
Fikrah Islam ini tidak bisa dilepaskan dari metodologi penerapannya,  yaitu oleh institusi negara, bukan sebatas individu atau jamaah. Pendidikan  merupakan bagian dari sebuah sistem yang lebih besar, yaitu sistem Islam. Negara berkewajiban  menetapkan kebijakan  dan menjamin pelaksanaannya.
Rasulullah saw. bersabda, "Seorang imam (khalifah) adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya." (HR Bukhari dan Muslim).
Negara menjadi pihak yang bertanggung jawab dalam formalisasi pendidikan Islam, seperti kebijakan terkait tujuan, strategi, kurikulum pendidikan.Â
Negara juga menentukan  metode  belajar mengajar, ijazah, dan sertifikasi; penetapan usia sekolah, jenjang pendidikan, kalender pendidikan, standardisasi pendidik dan tenaga kependidikan; sarana dan prasarana. Juga termasuk akreditasi lembaga; penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan; kerja sama internasional; serta pembiayaan.
Semua kebijakan ini ditetapkan agar warga negara-apapun agamanya-dapat mengakses pendidikan secara mudah, murah  dan terjangkau dengan midah. Sistem pendidikan Islam seperti ini tentu akan menutup celah suap menyuap dunia pendidikan, sebagaimana terjadi pada pendidikan sekuler hari ini.
Tujuan Pendidikan dalam Islam
Tujuan dari pendidikan Islam adalah untuk membangun kepribadian Islam serta penguasaan ilmu kehidupan, seperti sains, teknologi, dan matematika. Hasil belajar (output) pendidikan Islam akan menghasilkan peserta didik yang kukuh keimanannya dan mendalam pemikiran Islamnya (tafaqquh fiddin).Â
Model pendidikan seperti ini bakal memunculkan lulusan (outcome) berupa siswa yang keterikatan  terhadap hukum Allah (bertakwa). Adapun dampaknya (impact) adalah tegaknya amar makruf nahi mungkar di tengah masyarakat, tersebarnya dakwah dan jihad ke penjuru dunia.
Untuk mewujudkan tujuan ini, disusunlah kurikulum pendidikan formal yang berlandaskan akidah Islam. Kurikulum yang berlaku hanya satu, yaitu kurikulum yang ditetapkan oleh negara. Akan tetapi, keberadaan sekolah dan perguruan tinggi swasta tidak dilarang selama mengikuti kebijakan negara.Â
Pada level pendidikan tinggi, tsaqafah asing (kapitalisme, sekularisme, sosialisme, komunisme, materialisme, dll.) diajarkan untuk dibongkar kecacatannya.
Negara mengizinkan pelaksanaan pendidikan secara informal dan nonformal oleh lembaga keluarga dan masyarakat, seperti di rumah, masjid, partai politik, media massa, dll. Negara tetap bertanggung jawab atas pendidikan informal dan nonformal ini agar berbagai pemikiran dan pengetahuan tetap berlandaskan akidah Islam.
Alhasil, permasalahan global pada pendidikan sekuler merupakan fakta yang harus diatasi. Solusinya adalah dengan penerapan sistem pendidikan Islam oleh institusi politik atau negara penerap Islam kafah. Negara  menjadikan Islam sebagai ideologi sementara syariat Islam sebagai dasar pengaturan segenap aspek kehidupan manusia, termasuk pendidikan.Â
Dengan sistem pendidikan Islam, tata kelola pendidikan akan memungkinkan mencapai  puncak kegemilangannya. Output pendidikan akan  menjadi mutiara-mutiara umat yang berkontribusi aktif menyelesaikan problem masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H