Untuk yang kesekian kalinya, dunia mengalami krisis pangan, dengan Indikasinya  lonjakan harga. Gejala ini berakibat pada makin tingginya angka kemiskinan skala dunia. Disinyalir penyebabnya adalah  erang Rusia-Ukraina dan pandemi Covid-19. Benarkah  dua faktor lni penyebabnya?Â
Bila melihat kondisi sebelum terjadi pandemi dan berlangsungnya krisis Ukraina, harga pangan telah terus naik. Demikian pula hal kemiskinan yang angkanya terus bertambah. Karenanya, pandemi dan krisis Uikraina bukanlah penyebab krisis pangan dunia. Meski keduanya merupakan faktor yang menambah buruknya kondisi, namun penyebab  terjadi krisis pangan skala dunia adalah kepemimpinan sistem ekonomi Kapitalis. Karenanya, patut bagi kita untuk melakukan koreksi total  terhadap kepemimpinan sistem ini yang kerap melahirkan problematik umat manusia.Â
Harga Pangan dan KemiskinanÂ
Di samping hal naiknya harga pangan, naiknya PPN sebesar 11% juga telah menambah beban hidup masyarakat di negeri ini. Â
Direktur Center of Economic and Law memproyeksikan kenaikan harga pangan akan berlanjut hingga akhir Lebaran, karena disrupsi rantai pasok dan naiknya biaya produksi, seperti harga pupuk. Â (CNN Indonesia, 20/4/2022).Â
Pangan merupakan kebutuhan pokok  yang harus dipenuhi individu agar bisa hidup. Menurut Badan Ketahanan Pangan (BKP),  masyarakat Indonesia yang menghabiskan lebih dari 65% pengeluarannya untuk kebutuhan makanan  angkanya tinggi. Padahal,  rumah tangga dengan pengeluaran pangan yang dominan  berbanding lurus dengan tingkat kemiskinan suatu wilayah. Tambahan pula, lonjakan harga kali ini terjadi ketika mayoritas mayarakat  masih goncang secara  ekonomi akibat pandemi.  Akibatnya, masyarakat dalam kategori rawan miskin akan  mudah jatuh pada status miskin, dan jauh dari sejahtera.Â
Indikator Kemiskinan Yang SerampanganÂ
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pada September 2021, tingkat kemiskinan nasional tercatat sebesar 9,71%. Artinya, jumlah penduduk miskin bertambah 1,72 juta orang dibandingkan periode yang sama pada 2019.  BPS menetapkan 12 kriteria kemiskinan dengan batasan yang sangat rendah. Misalnya, yang termasuk  keluarga miskin adalah yang berpenghasilann kurang dari Rp600.000 per bulan. Artinya, satu keluarga baru bisa dikatakan miskin jika makan per hari kurang dari Rp20 ribu per keluarga. Kriteria ini tampak serampangan. Misalnya, keluarga dengan penghasilan Rp1 juta, yang  terdiri dari tiga anggota, yaitu anak, ayah, dan ibu. Masing-masing dari mereka hanya bisa makan sehari demgan biaya kurang lebih Rp10 ribu. Itu belum perhitungan biaya wajib lain, seperti tarif air, listrik, iuran BPJS, biaya pendidikan dan yang lainnya. Tentu kereka hidup dalam himpitan kesulitan. Mirisnya, dengan kriteria miskin ala BPJS keluarga seperti ini tidak terkategori miskin!Â
Anggota Komisi IV DPR RI Andi Akmal Pasludin memaparkan, ada sekitar 115 juta kelas menengah terguncang dengan lonjakan harga sehingga pemerintah harus segera menyelesaikan persoalan ini. Jika tidak, ledakan kemiskinan akan tidak terkendali. (Media Indonesia, 4/4/2022). Menurut Akmal, terkait terus naiknya harga pangan, pemerintah tidak mampu mengendalikan pasar yang kini dikuasai swasta, misaInya minyak goreng. Â Pemerintah seharusnya mampu mengendalikan minyak goreng ini, mulai dari harga, ketersediaan dan distribusinya. Namun menteri perdagangan sendiri mentatakan tak mampu untuk mengendalikannya.Â
Masalah bermula dari KapitalismeÂ
Masalah  kemiskinan layaknya lingkaran setan. Masalah ini tidak akan  selesai selama dalam rantai tata kelola sistem ekonomi kapitalisme. Karena dalam sistem ini kebebasan kepemilikan sangat diagungkan.  Kondisi kebebasan di bidang ini telah  menjadi penyebab makin tingginya ketimpangan antara si kaya dan si miskin. Sistem ini menjadikan kaum kapital  bebas memiliki sumber daya alam yang dibutuhkan publik. Liberalisasi kepemilikan terjadi secara nyata dan memperburuk masalah.Â
Liberalisasi telah  menjadikan negeri penghasil CPO terbesar di dunia ini namun minyak langka. Rakyatnya sulit mendapatkan migor. Saat pabrik dan pasar migor telah dikuasai swasta, pemerintah tidak memiliki kekuatan  untuk  mengendalikan para mafia migor. Sebab  peran pemerintah hanya sebatas regulator. Sebagai regulator kerjanya sebatas bagi wasit pengusaha dan rakyat. Wasit akan main berat sebelah karena kebermanfaatan pengusaha bagi merela jauh lebih besar daripada  rakyat.Â
Kapitalisme telah melahirkan neoliberalisme. Dalam model neoliberalisne, negara tidak memiliki fungsi mengurusi urusan warganya. Relasi yang terjalin antara negara dan rakyatnya layaknya seperti penjual dan pembeli. Rakyat membeli sejumlah kebutuhan, sementara pemerintah menjual sejumlah fasilitas. Realisasinya, pemerintah akan menggandeng pihak swasta, Â baik lokal maupun asing, dalam penyelenggaraan seluruh layanan publik.Â
Saat ini, bidang yang sudah ditawarkan oleh Bapenas maupu Kementerian Ekonomi adalah transportasi, energi, air minum, persampahan, telekomunikasi, dan yang lainnya Dalam sistem ekonomi neoliberalisme, penguasa layaknya sebagai komprador, perannya sebagai penyambung tangan pengusaha. Walhasil, harga akan dikendalikan oleh pihak penguasa swasta, sementara pemerintah tak bisa berbuat apa-apa. Jika harga pangan terus naik, masyarakat dengan  penghasilan pas-pasan akan menekan pengeluaran dengan mengurangi konsumsi barang lain. Dampaknya tak sederhana, yaitu  berujung pada gelombang PHK.Â
Produksi barang menumpuk, namun  tak terbeli oleh mayarakat. Dari sini perusahaan akan melakukan efisiensi dengan mengurangi karyawan, pengangguran pun bertambah dan menggemukkan angka kemiskinan  juga kriminalitas. Nyata, sistem kapitalisme bukan hanya menciptakan permasalahan ekonomi, melainkan juga konflik sosial, terbentukkah krisis multidimensi.Â
Solusi Tuntas Atas KemiskinanÂ
Berharap terurainya lingkaran setan kemiskinan dengan solusi kapitalistik, adalah mustahil. Solusi yang diberikan justru akan menderivasi problem baru. Karena,  sistem kapitalismelah yang  menjadi pangkal permasalahan. Dibutuhkan sistem alternatif pengganti dengan kapasitas yang mampu mengatasi krisis  ini. Satu-satunya sistem yang sempurna dan terbukti mampu menyelesaikan permasalahan kemiskinan adalah sistem ekonomi Islam.Â
Bagaimana Islam mengatasi kemiskinan, berikut ini konsepnya? Pertama, meletakkan negara sebagai penanggung jawab seluruh  warganya. Penguasa adalah pelayan yang siap melayani seluruh kebutuhan sang tuan (rakyat), serta melindunginya dari mara bahaya, termasuk dari mafia dagang.Â
Kedua, Islam telah menjamin kebutuhan pkok masyarakat.  manusia.  Sandang, pangan dan papan, serta kesehatan, pendidikan, keamanan dan peradilan pun akan dijamin negara. Maksud negara menjamin kebutuhan pokok rakyatnya  adalah dengan mewujudkan pengaturan dan mekanisme yang menyelesaikan masalah kemiskinan. Salah satunya, dengan mewajibkan setiap lelaki dewasa untuk bekerja. Jika penghasilan keluarga tidak mencukupi dan sudah tidak ada kerabat yang bisa menafkahinya, beban tersebut jatuh pada negara. Dari sini, negara Islam akan membuat regulasi yang memudahkan seorang kepala keluarga mendapatkan pekerjaan.
Ketiga, Khilafah akan mengatur kepemilikan menurut syariat Islam. Sumber daya yang dibutuhkan publik tidak boleh dikuasai perorangan, baik  swasta maupun domestik. Negara  bertugas mengelola kepemilikan publik ini dan mengembalikan manfaatnya kepada umat sebagai pemilik sahnya. Distribusi kekayaan di tengah rakyat pun diurus negara,  hingga kebutuhan pokok orang per orang terjamin dengan pasti. Tidak seperti sistem kapitalisme yang abai dalam hal distribusi. Keempat, negara wajib menciptakan lapangan kerja yang memadai sedemikian hingga kepala keluarga mampu menafkahi keluarganya. Pengelolaan mandiri terhadap seluruh sumber daya alam sesuai syariat akan membuka peluang bagi penyerapan tenaga kerja. Kelima, APBN berbasis baitulmal. Dengan melimpahnya pemasukan kas negara di baitulmal, akan mempermudah negara dalam meriayah kemaslahatan rakyatnya, menjalankan program dan memberi suntikan dana bagi yang membutuhkan. Selain itu, pembangunan infrastruktur secara mandiri akan memperlancar transaksi membutuhkan dana besar. Karenanya, kekuatan baitulmal merupakn  kunci dari suksesnya perekonomian negara. Demikianlah kemampuan sistem Islam dalam menyelesaikan permasalahan kemiskinan. Sementara sistem kapitalisme yang mengandalkan pajak dan utang dalam membiayai pembangunannya tidak akan mampu menerapkan poin-poin di atas. Sistem Islam merupakan sistem yang stabil. Penguasa yang menjalankannya pun amanah dan berdedikasi tinggi pada Khilafah. Khalifah dan para pejabatnya memiliki satu tujuan, yaitu mengurusi dan melindungi umat agar kesejahteraan dan ketenteraman terwujud di tengah  umat manusia. Islam sebagai rahmat bahi seluruh alam benar-benar bisa terealisasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H