Mohon tunggu...
Ilma Susi
Ilma Susi Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Islam Rahmatan Lil Alamin

Selanjutnya

Tutup

Money

Harga Pangan Menanjak Kemiskinan Melonjak, Buah Sistem Kapitalis

8 Mei 2022   10:51 Diperbarui: 8 Mei 2022   10:58 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Untuk yang kesekian kalinya, dunia mengalami krisis pangan, dengan Indikasinya  lonjakan harga. Gejala ini berakibat pada makin tingginya angka kemiskinan skala dunia. Disinyalir penyebabnya adalah  erang Rusia-Ukraina dan pandemi Covid-19. Benarkah  dua faktor lni penyebabnya? 

Bila melihat kondisi sebelum terjadi pandemi dan berlangsungnya krisis Ukraina, harga pangan telah terus naik. Demikian pula hal kemiskinan yang angkanya terus bertambah. Karenanya, pandemi dan krisis Uikraina bukanlah penyebab krisis pangan dunia. Meski keduanya merupakan faktor yang menambah buruknya kondisi, namun penyebab  terjadi krisis pangan skala dunia adalah kepemimpinan sistem ekonomi Kapitalis. Karenanya, patut bagi kita untuk melakukan koreksi total  terhadap kepemimpinan sistem ini yang kerap melahirkan problematik umat manusia. 

Harga Pangan dan Kemiskinan 

Di samping hal naiknya harga pangan, naiknya PPN sebesar 11% juga telah menambah beban hidup masyarakat di negeri ini.  

Direktur Center of Economic and Law memproyeksikan kenaikan harga pangan akan berlanjut hingga akhir Lebaran, karena disrupsi rantai pasok dan naiknya biaya produksi, seperti harga pupuk.  (CNN Indonesia, 20/4/2022). 

Pangan merupakan kebutuhan pokok  yang harus dipenuhi individu agar bisa hidup. Menurut Badan Ketahanan Pangan (BKP),  masyarakat Indonesia yang menghabiskan lebih dari 65% pengeluarannya untuk kebutuhan makanan  angkanya tinggi. Padahal,   rumah tangga dengan pengeluaran pangan yang dominan  berbanding lurus dengan tingkat kemiskinan suatu wilayah. Tambahan pula, lonjakan harga kali ini terjadi ketika mayoritas mayarakat  masih goncang secara  ekonomi akibat pandemi.  Akibatnya, masyarakat dalam kategori rawan miskin akan  mudah jatuh pada status miskin, dan jauh dari sejahtera. 

Indikator Kemiskinan Yang Serampangan 

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, pada September 2021, tingkat kemiskinan nasional tercatat sebesar 9,71%. Artinya, jumlah penduduk miskin bertambah 1,72 juta orang dibandingkan periode yang sama pada 2019.  BPS menetapkan 12 kriteria kemiskinan dengan batasan yang sangat rendah. Misalnya, yang termasuk  keluarga miskin adalah yang berpenghasilann kurang dari Rp600.000 per bulan. Artinya, satu keluarga baru bisa dikatakan miskin jika makan per hari kurang dari Rp20 ribu per keluarga. Kriteria ini tampak serampangan. Misalnya, keluarga dengan penghasilan Rp1 juta, yang  terdiri dari tiga anggota, yaitu anak, ayah, dan ibu. Masing-masing dari mereka hanya bisa makan sehari demgan biaya kurang lebih Rp10 ribu. Itu belum perhitungan biaya wajib lain, seperti tarif air, listrik, iuran BPJS, biaya pendidikan dan yang lainnya. Tentu kereka hidup dalam himpitan kesulitan. Mirisnya, dengan kriteria miskin ala BPJS keluarga seperti ini tidak terkategori miskin! 

Anggota Komisi IV DPR RI Andi Akmal Pasludin memaparkan, ada sekitar 115 juta kelas menengah terguncang dengan lonjakan harga sehingga pemerintah harus segera menyelesaikan persoalan ini. Jika tidak, ledakan kemiskinan akan tidak terkendali. (Media Indonesia, 4/4/2022). Menurut Akmal, terkait terus naiknya harga pangan, pemerintah tidak mampu mengendalikan pasar yang kini dikuasai swasta, misaInya minyak goreng.  Pemerintah seharusnya mampu mengendalikan minyak goreng ini, mulai dari harga, ketersediaan dan distribusinya. Namun menteri perdagangan sendiri mentatakan tak mampu untuk mengendalikannya. 

Masalah bermula dari Kapitalisme 

Masalah  kemiskinan layaknya lingkaran setan. Masalah ini tidak akan  selesai selama dalam rantai tata kelola sistem ekonomi kapitalisme. Karena dalam sistem ini kebebasan kepemilikan sangat diagungkan.  Kondisi kebebasan di bidang ini telah  menjadi penyebab makin tingginya ketimpangan antara si kaya dan si miskin. Sistem ini menjadikan kaum kapital  bebas memiliki sumber daya alam yang dibutuhkan publik. Liberalisasi kepemilikan terjadi secara nyata dan memperburuk masalah. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun