Mohon tunggu...
Ilma Susi
Ilma Susi Mohon Tunggu... Guru - Pegiat Literasi
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Islam Rahmatan Lil Alamin

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Ilusi Keadilan Dalam Sistem Demokrasi

5 Agustus 2021   22:34 Diperbarui: 6 Agustus 2021   04:47 119
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik


Masih cukup hangat dalam ingatan, kasus penyalahgunaan narkoba oleh pasangan seniman yang merupakan anak pengusaha dan politisi tersohor negeri. 

Artis Nia Ramadhani dan suaminya Ardi Bakrie, ditangkap polisi atas kasus penyalahgunaan narkotika, Rabu (7/7/2021). Keduanya ditangkap bersama sopir pribadi mereka yang berinisial ZN pada Sabtu. (kompas.com,10/07//2021).

Nia hadir di hadapan publik untuk pertama kali setelah dijadikan tersangka.  Air mata penyesalan ditunjukkan oleh artis itu sembari menyampaikan permintaan  maaf kepada keluarga dan masyarakat luas. Kurungan  maksimal empat tahun yang mengancamnya, seolah bisa ditepis dengan menyodorkan  permohonan maaf ini ditambah langkah penyidik yang memfasilitasi untuk rehabilitasi.

Adanya pasal dalam UU yang menyoal rehabilitasi di negeri ini, agaknya malah menjadi peluang  ringannya hukuman bagi pelaku kriminal. Kapolres Jakarta Pusat, Kombes Hengki Haryadi mengatakan bahwa dalam pasal 127 sebagaimana hasil penyelidikan tentang pengguna narkoba, diwajibkan untuk rehabilitasi. Menurutnya, itu adalah kewajiban undang-undang. (merdeka.com, 10/7/2021).

Ketidakadilan Penegakan Hukum dalam Demokrasi

Meskipun dibilang proses hukum tetap dilanjutkan hingga vonis diputuskan, namun realitasnya dengan uang maka vonis bisa saja menjadi kabar baik yang memihak pelaku. Artinya, pelaku bisa bebas dan tak harus mendekam dalam kurungan bisa diperoleh. Ada peluang besar untuk itu. Asalkan kuat dalam lobi plus fulus agar jalannya mulus. Wajar jika publik menjadi ragu akan ketegasan aparat dalam penegakan hukum. Utamnaya bagi pelaku tindak kriminal dari kalangan kaya.

Tak jarang terjadi kasus  yang menunjukkan bahwa hukum yang ada tak  berjalan seimbang. Pisau hukum tumpul ke atas dan tajam ke arah bawah. 

Bambang Rukminto, pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies berkomentar atas kasus narkoba yang melibatkan anggota keluarga pejabat atau petinggi negeri. 

Ia mengatakan, kasus-kasus yang melibatkan pemegang kekuasaan dan pemilik modal sering kali tidak berlanjut atau tidak dikembangkan. Itulah yang terjadi di alam demokrasi saat ini, dimana hukum diproduksi oleh akal manusia.

Hukum yang adasaat ini mengadopsi aturan, seseorang yang terjerat kasus pidana diperbolehkan memberikan uang sebagai jaminan untuk tidak melarikan diri. 

Jaminan berupa uang ini digunakan dalam permohonan penangguhan penahanan atas permintaan tersangka atau terdakwa, penyidik atau penuntut umum, dan hakim. 

Hal itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah No. 27/1983 tentang Pelaksanaan KUHAP yang diatur dalam permintaan penangguhan penahanan. Nyata, bahwa PP ini berpeluang untuk terjadinya permainan hukum.

Dalam Pasal 35 PP Pelaksanaan KUHAP dan penjelasannya dinyatakan, jaminan uang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat pemeriksaan dan disimpan di kepaniteraan pengadilan negeri. Apabila tersangka melarikan diri setelah lewat tiga bulan dan tidak diketemukan maka uang jaminan tersebut menjadi milik negara dan disetor ke kas negara. Penyerahan uang jaminan kepada kepaniteraan pengadilan negeri dilakukan sendiri oleh pemberi jaminan dan untuk itu panitera memberikan tanda terima.

Tembusan tanda penyetoran tersebut disampaikan oleh panitera kepada pejabat yang berwenang sesuai dengan tingkat pemeriksaan. Longgarnya lagi, juga uang jaminan tersebut bisa langsung diserahkan kepada penyidik kepolisian atau kejaksaan yang melakukan penahanan tersangka yang bersangkutan. (Tri Jata Ayu Pramesti S.H., hukumonline.com, 28/1/2015).

Pasal-pasal seperti ini memberi ruang yang leluasa bagi pelaku kriminal, asalkan berkantong tebal. Nyata, bahwa hukum tak memihak, kecuali pada kaum yang kaya. Diperlukan tekat dan komitmen aparat penegak hukum dalam pemberantasan narkoba. Tak cukup dengan pengenaan pasal pemakai yang berujung pada rehabilitasi. Mendesak untuk  dikembangkan lebih jauh dengan penyelidikan hingga kepegang siapa pemasok dan jaringan di balik kasus tersebut. (tirto.id, 12/7/2021)

Pantaslah bila publik  tidak puas dengan penegakan hukum dalam demokrasi, dimana peran kaum kaya sangat dominan. Mereka merupakan penyokong dana sebagaian besar dari mahar politik calon pejabat negara. Kepercayaan publik terhadap hukum yang ada menjadi luntur. 

Hukum dalam sistem demokrasi, tak berpihak pada mereka. Ketua Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Muhammad Isnur mengatakan, hal ini yang menyebabkan indeks demokrasi Indonesia makin mundur. Kalau benar begini adanya, jelas bahwa demokrasi tidak menjamin adanya keadilan di tengah masyarakat.

Islam dan Konsistensi Penegakan Hukum
 

Syariat Islam telah menetapkan suatu perbuatan sebagai dosa (dzunub)  termasuk tindak kriminal. Pelakunya harus dikenai sanksi, tanpa memandang bulu. Jika dosa itu substansinya ialah tindak kriminalitas, maka sistem hukum pidana Islam mensyariatkan untuk mencegah manusia dari tindak kejahatan tersebut. Termasuk memberikan sanksi secara tegas bagi siapa pun pelakunnya setelah melalui mekanisme peradilan.

Hukum Islam memandang, jika seorang hakim telah menetapkan keputusan hukum dengan hasil ijtihadnya, hasil ijtihad tersebut tidak bisa dibatalkan dengan hasil ijtihad hakim lainnya. Karena bila hal itu terjadi, justru akan memberikan ketakpastian hukum, memberi pintu bagi intervensi hukum oleh pihak-pihak yang berkepentingan.  

Penerapan sistem sanksi  Islam akan memberikan efek jera bagi pelakunya. di samping itu juga berfungsi pencegahan agar orang lain tak melakukan hal  serupa. Penerapan syariat Islam menjadi pilar bagi keberlangsungan penegakan hukum. Penerapan hukum Islam, akan merealisasikan cita-cita tertinggi manusia dalam bidang hukum di segala peradaban, yaitu keadilan. Inilah yang menjadi kunci kepercayaan rakyat terhadap pemerintah.

Apa yang dipertontonkan dalam panggung sejarah negeri ini,  bahwa keadilan demikian  mudah dipermainkan. Hukum seakan tak bisa menjerat bagi si kaya, namun tak demikian bagi kaum biasa. Tak salah bila publik berpendapat bila semua perkara akan aman jika ada uang.  Urusan hukum akan mulus bila ada fulus. Sementara itu, harapan beroleh keadilan bagi kaum yang tak berpunya, ibarat mimpi.

Siapapun  menginginkan  keadilan hukum dan  kehadiran aparat penegak hukum yang berlaku adil serta berani memutuskan perkara sesuai kebenaran.  Mereka adalah sosok yang tak takut kehilangan jabatan atau kekuasaan. Gambaran seperti itu hanya bisa kita temukan dalam sistem Islam, ketika penerapan Islam terwujud secara menyeluruh. Mari tinggalkan demokrasi dan  bersegera dalam penerapan sistem Islam secara sempurna dalam seluruh segi kehidupan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun