Mohon tunggu...
Ilman Nur Alam
Ilman Nur Alam Mohon Tunggu... Tutor - When diplomacy ends, war begins!

International relations enthusiast

Selanjutnya

Tutup

Politik

Koalisi Prabowo - Gus Muhaimin akan Menang Pilpres 2024, Ini Syaratnya!

5 September 2022   13:55 Diperbarui: 5 September 2022   14:09 268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Adakah kiat-kiat khusus untuk memenangkan Pilpres tahun 2024? Jawabannya ada! Secara konsep, untuk memenangkan pilpres, capres dan cawapres harus dari dua kalangan yaitu kalangan religius dan nasionalis. Formasinya, 01 nasionalis, 02 religius atau sebaliknya. 

Mengapa demikian? Ya, ini berawal dari sejarah panjang perjuangan kemerdekaan Indonesia yaitu perjuangan dari golongan ulama dan golongan non-ulama.
Kedua, biasanya prioritas perhitungan suara untuk memenangkan pilpres ada di pulau Jawa sebab pulau Jawa adalah lumbung suara dan padat penduduk. 

Sehinga pulau-pulau lain dapat dikatakan hanya untuk ‘jangkep-jangkep’ saja dalam istilah bahasa Jawa. Disinilah menurut hemat penulis, peran PKB (Partai Kebangkitan Bangsa) sangat penting. 

Mengapa penting? Sebab secara karekteristik pemilih atau antropologi voters, pemilih di pulau Jawa dapat dibagi ke dalam tiga golongan yaitu golongan santri, abangan, dan priyayi. Lebih detail, Geertz mendefinisikan santri adalah varian masyarakat di Jawa yang taat kepada ajaran Islam. Golongan abangan merupakan yang lebih longgar dan tak terlalu taat pada ajaran Islam. 

Priyayi adalah golongan bangsawan/ningrat yang tak terlalu taat pada ajaran Islam, lebih menekankan pada adat dan kebiasaan yang datang dari leluhur. Namun, golongan yang paling eksis saat ini adalah golongan santri dan golongan abangan. 

Nah, kaitannya dengan PKB, PKB merupakan salah satu partai perwakilan dari kalangan santri di atas. Lebih formalnya, kalangan santri tersebut berhimpun dalam satu organisasi masyarakat yang sama-sama kita ketahui semua yaitu NU (Nahdlatul Ulama) dan PKB merupakan partai politik yang mewakilinya.

Survei Lingkaran Survei Indonesia (LSI), yang dilakukan pada Februari 2019, menyebutkan bahwa jumlah warga NU mencapai 49,5 persen atau sekitar 108 juta orang dari jumlah penduduk muslim Indonesia yang berjumlah sekitar 229 juta orang.

Survei lain adalah yang dilakukan oleh Poltracking Indonesia pada Oktober 2021 yang menyebutkan bahwa basis massa NU sangat besar. Terdapat 41,9 persen responden secara terbuka mengaku terafiliasi atau merasa sebagai Nahdliyin secara kultural. Artinya, ada 80-90 juta pemilih Indonesia merasa terafiliasi dengan NU dari DPT (Data Pemilih Tetap) yang kurang lebih sebanyak 200 juta.

Bekal basis suara yang besar tersebut yang kemudian memperlihatkan kepada kita satu tradisi para politisi terhadap tokoh-tokoh NU. Calon-calon presiden yang akan maju Pilpres biasanya melakukan ‘sowan’ terhadap tokoh-tokoh NU. Alasannya selain karena NU memiliki basis suara yang tinggi di atas, juga karena patronasi kiayi dalam mempengaruhi perjalanan politik nasional.

Data peran strategis PKB di atas diperkuat oleh jumlah pemilih setia PKB yang ada di bangku legislatif. Pada debutnya ikut dalam Pemilu legislatif, PKB berhasil mengumpulkan 13,2 juta suara (12,62%) suara sah nasional. Dengan raihan tersebut PKB berhasil menempatkan wakilnya di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebanyak 51 orang (11,04%).

Namun, perolehan suara PKB menyusut menjadi hanya 11,99 juta suara (10,56%) suara sah nasional pada Pemilu 2004. Perolehan suara PKB bahkan merosot menjadi tinggal 5,15 juta suara (4,95%) suara sah nasional pada Pemilu 2009. Alhasil, kursi yang diperoleh PKB juga merosot menjadi hanya 28 kursi (5%). 

Perolehan suara PKB berhasil meningkat menjadi 11,29 juta suara (9,04%) pada Pemilu 2014. Jumlah tersebut kembali bertambah menjadi 13,57 juta suara (9,69%) suara sah nasional pada Pemilu 2019. Dengan naiknya perolehan suara, jumlah anggota DPR dari PKB juga bertambah menjadi 58 orang (10,09%) dari total 575 orang untuk periode 2019-2024. 

Artinya, PKB saat ini memiliki modal besar 13,57 jutaan pemilih setia dibangku legislatif. Ini dibangku legislatif ya, kalau soal Pilpres tentu statistiknya bisa berubah.

Oleh karenanya, koalisi yang dibangun oleh Pak Prabowo Subianto dan Gus Muhaimin Iskandar, kalau secara konsep pemenangan Pilpres sudah sangat strategis. Pak Prabowo mewakili golongan abangan atau nasionalis, Gus Muhaimin mewakili golongan religius. 

Dengan kata lain, menurut analis pengamat, koalisi ini nantinya yang akan memenangkan pilpres 2024 tapi dengan satu catatan. Hanya satu catatan! Apa itu? Tokoh-tokoh NU seperti Kiayi Aqil Siradj, Bu Khofifah Indarparawansa, dan Ketua Umum PBNU harus dikunci terlebih dahulu. 

Mengapa harus dikunci? Kalo tidak dikunci ya bisa ditikung dengan PDIP. Hehe... Sebab Bu Megawati sudah paham betul dengan formasi pemenangan Pilpres di atas. Yuk coba kita flashback sebentar di Pilpres 2019. Dulu planning awal cawapres pak Jokowi sebenarnya adalah pak Mahfudz MD. Pak Mahfudz tokoh NU. 

Tetapi pak Mahfudz dinilai masih kurang bisa menyasar masyarakat bawah, maka diambilkan lah pak Kiyainya langsung, yaitu KH Maruf Amin. Kemudian di pilpres 2004, dulu cawapres pak SBY adalah pak Jusuf Kalla (JK). Pak JK sebenarnya basic nya pengusaha tapi NU dan jasanya untuk NU sangat banyak. 

Ditambah lagi, ayah pak JK, Haji Kalla adalah tokoh Nahdlatul Ulama (NU) di Sulawesi Selatan. Ayah Jusuf Kalla pernah menjadi Bendahara NU di Sulawesi Selatan dan Bendahara Masjid Raya Makassar, Sulsel selama kurang lebih 30 tahun.

Sekali lagi, PKB yang dinahkodai oleh Gus Muhaimin adalah kunci pemenangan Pilpres tahun 2024. Namun demikian, Gus Muhaimin dan kawan-kawan harus benar-benar dapat mensolidkan barisan untuk mengamankan basis masanya dan tokoh-tokoh sentral NU. Sebab, dengan mendeklarasikan lebih awal koalisi dengan Partai Gerindra, menjadikan lawan politik juga memiliki kalkulasi strategis. 

Artinya, lawan politik akan mengambil pilihan-pilihan rasional lain yang mungkin untuk mengalahkan kekuatan masa koalisi Gerindra-PKB. Salah satunya yang mungkin dilakukan dan biasa dilakukan adalah dengan memecah basis suara yang ada.
Keluar dari pembahasan koalisi Pak Prabowo dan Gus Muhaimin sebentar, ke pertanyaan bagaimana kalo duet antara pak Ganjar Pranowo dengan Pak Anies Baswedan. Secara konsep, koalisi yang dimaksud sudah tepat, Pak Ganjar nasionalis, pak Anis religius. 

Pak Ganjar massa dari kalangan nasionalis atau abangannya sangat besar. Kita sama-sama tahu biasanya obrolan dengan kuli-kuli atau tukang-tukang becak, “Jawa Tengah iku kandang banteng, ojo macem-macem”. Artinya, Jawa Tengah itu kandangnya banteng, jadi jangan macam-macam. 

Hehehe...Cuman yang menjadi catatan adalah basis massa pak Anies. Masa pak Anies kebanyakan dari  golongan Islam modern atau perkotaan jadi kurang dapat menyasar masyarakat bawah (grassroots).

Selain itu, pembahasan di atas adalah strategi untuk memenangkan Pilpres, bukan idealitas bagaimana seharusnya pemimpin atau presiden itu. Jika membahas tentang idealnya presiden, sebenarnya tidak perlu dari kalangan apa atau apa. 

Cak Nur Kholis Majid mengatakan yang penting dari pemimpin adalah konsep membangun atau platformnya serta rekam jejak yang dimiliki. Kedua, kalau merujuk pada nilai-nilai kearifan wayang, seorang pemimpin adalah orang yang harus punya derajat dan daulat. 

Seorang pemimpin juga harus merupakan sosok yang mendapatkan Wahyu Cakraningrat, yaitu pesan dari langit untuk melakukan perubahan sosial.  Tapi pertanyaannya apakah masyarakat kita sudah benar-benar siap dengan model demokrasi seperti itu?

Mari kita renungkan bersama!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun