Fenomena pertumbuhan ekonomi China yang terjadi sejak awal tahun 1980 telah menjadikan China sebagai negara dengan ekonomi terbesar kedua di dunia pada tahun 2011. Pada tahun 2021, Gross Domestic Product (GDP) China tercatat US$ 14.7 triliun, hanya tertinggal US$ 6.2 triliun dari Amerika Serikat yang berkisar US$ 20.93 triliun. Tren positif ekonomi ini diprediksi akan meningkat terus hingga dapat menggantikan hegemoni ekonomi Amerika Serikat saat ini. Di sisi lain, China juga terus menggenjot pertumbuhan ekonominya dengan merumuskan kebijakan-kebijakan strategis.
Bahkan, dengan kebijakan luar negerinya yang cenderung ‘proaktif’ini, China telah banyak menyita perhatian negara-negara Barat. Salah satu terobosan foreign policy yang dapat dikatakan sebagai kebijakan luar negeri yang sangat mencolok adalah inisiasi One Belt One Road (OBOR). OBOR memiliki dua fokus proyek yaitu Sabuk Ekonomi Jalur Sutra (the Silk Road Economic Belt) dan Inisiatif Jalur Sutra Maritim (the Maritime Silk Road Initiative). Langkah awal inisiatif OBOR ini ditandai dengan pidato resmi Presiden Xi Jinping di Kazakhtan dan Indonesia pada tahun 2013. Dalam keterangannya, Xi Jinping mengatakan bahwa The Silk Road Economic Belt digunakan untuk menghubungkan jalur ekonomi darat Tiongkok dengan Eropa dan The Maritime Silk Road Initiative (MSRI) digunakan untuk menghubungkan jalur ekonomi laut Tiongkok dengan Rusia, Asia Tengah, dan Eropa (khususnya kawasan Baltik).
Mega proyek China dapat dikatakan sebagai proses integrasi wilayah yang berbasis ekonomi yang melibatkan aktor-aktor internasional antar benua. Selanjutnya, kaitannya dengan upaya persuasi dengan negara-negara tujuan, China menawarkan beberapa benefit kerjasama. Benefit pertama adalah koordinasi kebijakan, ini meliputi penguatan trust politik, kerjasama makro antar pemerintah, dan kesepakatan kerjasama-kerjasama yang baru.
Benefit kedua adanya konektifitas fasilitas, aspek ini berkaitan dengan peningkatan konektifitas rencana pembangunan infrastruktur dan sistem standar teknis, penguatan pembangunan jalur utama internasional, dan pembentukan jaringan infrastruktur yang menghubungkan semua sub-kawasan di Asia, dan antara Asia, Eropa, dan Afrika. Manfaat ketiga yang ditawarkan adalah perdagangan bebas (unimpeded trade), hal ini mencakup beberapa kerjasama seperti kerjasama di bidang bea cukai, peningkatan investasi dengan menghilangkan barrier (hambatan) dagang, perluasan pasar, dan penguatan kerjasama pada industri yang sedang berkembang. Keempat, China juga menawarkan adanya integrasi finansial, sektor ini terdiri dari penguatan kerjasama finansial, membangun stabilitas currency, dan penguatan kerjasama asosiasi bank China-ASEAN dan asosiasi bank Shanghai Cooperation Organization (SCO). Dan terakhir keuntungan yang coba dipromosikan China adalah kerjasama yang bersifat people to people, bagian terakhir ini berupa keterlibatan kerjasama Non-Governmental Organizations (NGOs) antar negara, menjembatani komunikasi antara partai politik dan parlemen, dan kerjasama di sektor private lainnya seperti pendidikan, teknologi dan pariwisata.
Apa yang dilakukan oleh China dengan mega proyek OBOR, mempertegas bagaimana geoekonomi menjadi instrumen penting dalam memperkuat hegemoninya di dunia internasional. Geoekonomi sendiri dapat dipahami sebagai istilah yang digunakan untuk menjelaskan bagaimana geografis atau wilayah dapat diintegralkan menjadi alat ekonomi. Sampai pada tahun 2021, terdapat 140 negara yang telah bergabung dengan OBOR dengan rincian 40 negara dari Sub-Saharan Afrika, 34 negara dari Eropa dan Asia Tengah, 25 negara dari Asia Timur dan Pasifik, 17 negara dari Timur Tengah dan Afrika Utara, 18 negara dari Amerika Latin dan Karibia serta 6 negara dari Asia Tenggara.
Lalu bagaimana hubungan antara praktik ekonomi yang dilakukan oleh China dengan Liberalimse? Kerjasama ekonomi merupakan dasar pemikiran kaum liberalis dalam diskursus ilmu hubungan internasional. Dengan kerjasama ekonomi, negara satu dengan negara yang lainnya akan saling membutuhkan. Sampai sini dulu kita sepakat ya! OBOR adalah bentuk kongkrit bagaimana 140 negara secara geoekonomi terikat dalam satu kerjasama. Negara periperi (negara dunia ketiga) dalam kerjasama ini biasanya akan menjadi pemasok resources terhadap negara inti (core).
Sebaliknya, negara inti, dengan kemajuan industri dan teknologinya, akan memasok produk-produk teknologi dan manufaktur ke negara periperi. Tidak hanya kerjasama integrasi kawasan, melalui beberapa prinsip yang ditawarkan, China juga menerapkan free trade (pasar bebas). Ini dapat dilihat dengan jelas melalui keterangan yang dipromosikan oleh National Development and Reform Commission (NDRC) People’s Republic of China pada tahu 2015 dalam ‘prinsip’ dan ‘prioritas kerjasama’ OBOR. Di dalam prinsip OBOR misalnya, pemerintah China menyebutkan,
“It covers, but is not limited to, the area of the ancient Silk Road. It is open to all countries, and international and regional organizations for engagement, so that the results of the concerted efforts will benefit wider areas”.
Tujuan OBOR tidak lain adalah untuk melindungi dan tidak membatasi seluruh member states baik yang ada di skala regional ataupun internasional untuk saling bekerjasama agar mendapatkan benefit yang luas. Kemudian prinsip ini dipertegas di dalam rumusan prioritas kerjasama OBOR. China menggunakan konsep perdagangan bebas (unimpeded trade) pada aspek ini. Tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan investasi serta menghilangkan hambatan (barrier) perdagangan bagi seluruh member states. Selain itu, kerjasama di bidang kepabeanan juga harus dimaksimalkan dengan cara mengurangi tarif bea cukai, memaksimalkan pertukaran informasi serta membangun ‘single-window’ di perbatasan pelabuhan-pelabuhan yang ada.
Upaya China melakukan liberasi ekonomi melalui instrumen OBOR memang terkesan ambisius. Namun dengan bergabungnya 140 negara-negara di seluruh kawasan, memberikan isyarat positif akan keberhasilan visi Jalur Sutra China. Tak sedikit para ekonom yang memprediksi bahwa China akan menggantikan hegemoni ekonomi Amerika Serikat pada tahun 2028. Pun demikian, keberadaan rival utama China, Amerika Serikat bukan tidak mungkin menjadi hambatan. Persaingan dalam perebutan geoekonomi dan geopolitik tentu akan terus terjadi. Ini penting untuk memperkuat posisi masing-masing aktor dalam menyebarkan pengaruhnya di politik internasional.
Kaitannya dengan ini, Amerika Serikat juga telah menginisiasi Jalan Sutra Baru dengan mengkonsolidasikan Negara-negara di kawasan Asia Pasifik untuk menyepakati inisiatif ‘Kemitraan Trans-Pasifik’ dengan tidak melibatkan China. Sementara itu, Korea Selatan dan Australia serta negara-negara lain juga telah menyampaikan gagasan untuk menjalin kerjasama multilateral di kawasan. Hambatan lain China tentu masalah internal, sebab akan sangat sulit menemukan rumusan pelaksanaan OBOR yang tepat sehingga negara-negara anggota juga memiliki rasa kepemilikan terhadap inisiatif ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H