Kemudia desa pada pasca kemerdakaan, hanya terdapat satu Undang-undang, yaitu UU No.19 tahun 1965 yang dikeluarkan pada masa Soekarno yang berisi tentang pencabutan desa perdikan. Setelah itu pada masa orde baru, dikeluarkan Surat Edaran Mendagri No.5/1/1969, yang menyatakan bahwa desa dan daerah setingkat secara hirarkis langsung dibawah camat dan dikeluarkan pula UU No. 5 tahun 1979 tentang penyeragaman desa. Selanjutnya pada masa reformasi atau pasca orde baru, terjadi perubahan paradigma penyelenggaraan pemerintah yang membuat dikeluarkannya UU No.22 tahun 1999 yang menyatakan bahwa desa adalah kesatuan masyarakat hukum untuk mengatur kepentingan masyarakat berdasarkan asal-usul dan diakui pemerintahan nasional dan berada di daerah kabupaten.
Â
Mengenai regulasi peraturan perundangan tentang desa, setau saya setelah belajar tentang pemerintah desa, tidak banyak Undang-undang yang khusus membahas tentang desa. Hanya ada empat Undang-undang yang membahas yaitu UU No.19 tahun 1965, UU No.5 tahun 1979, UU No.22 tahun 1999 dan yang terbaru UU No. 6 tahun 2014. Selain itu, juga ada dua Peraturan Pemerintah yang mengatur tentang desa, yaitu PP No.76 tahun 2001 dan PP No.77 tahun 2005. Mengenai UU No.19 tahun 1965, UU ini mngatur tentang desa praja sebagai bentuk peralihan untuk mempercepat terbentuknya daerah tingkat III di seluruh wilayah Indonesia. Terbentuknya UU ini juga merupakan akibat dari dilakukannya dekrit presiden pada tanggal 5 Juli 1959, sehingga segala peraturan perundangan tentang desa yang masih mengandung sifat feodal harus diganti dengan UU ini. Kemudian tentang UU No.5 tahun 1979, UU ini merupakan UU yang mengganti UU No.19 tahun 1965 yang dianggap sudah tidak sesuai dengan kondisi ketatanegaraan yang ada di Indonesia. Setelah dibentuknya UU ini, diharapkan mampu menyeragamkan kedudukan pemerintahan desa dengan tetap mengindahkan keragaman kondisi desa dan ketentuan adat istiadat yang masih berlaku.
Â
Selanjutnya ada UU No.22 tahun 1999 yang mulai diberlakukan pada era demokrasi reformasi. Dalam UU ini disebutkan bahwa jenis dan tingkatan daerah yang berlaku yaitu daerah provinsi, kabupaten, dan kota. Kemudian yang terbaru ada UU No.6 tahun 2014 yang ditandatangani pada 15 Januari 2014. Pembahasan yang ada dalam UU ini mengenai Asas Pengaturan, Penataan Desa, Kewenangan Desa, Penyelenggaraan Pemerintahan Desa, Hak dan Kewajiban Desa dan Masayarakat Desa, Peraturan Desa, Keuangan Desa, dan Aset Desa, Kedudukan dan Jenis Desa, Pembangunan Desa dan Pembangunan Kawasan Perdesaan, Badan Usaha Milik Desa (Bumdesa), Kerja Sama Desa, Lembaga Kemasyarakatan Desa dan Lembaga Adat Desa, serta Pembinaan dan Pengawasan. Selain itu, UU Desa juga mengatur ketentuan khusus yang diberlakukan untuk desa adat yang diatur dalam Bab XIII pada UU ini.
Â
Sesuai dengan UU No.6 tahun 2014, desa memiliki beberapa wewenang yang dituangkan dalam BAB IV. Misalnya seperti yang tertulis dalam BAB Â IV Pasal 18, kewenangan yang dimiliki desa diklasifikasikan menjadi kewenangan di bagian penyelenggaraan pemerintahan desa, pelaksanaan pembangunan desa, pembinaan masyarakat desa, dan pemberdayaan masyarakat desa yang didasarkan atas prakarsa masyarakat, hak asal-usul, serta adat istiadat desa. Selanjutnya, pada pasal selanjutnya (pasal 19) disebutkan lagi bahwa kewenangan desa meliputi: (a) kewenangan berdasarkan hak asal-usul; (b) kewenangan lokal berskala desa; (c) kewenangan yang ditugaskan oleh pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Kabupaten/Kota; dan terakhir (d) Kewenangan lain yang ditugaskan oleh pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Â
Keberadaan desa juga memiliki fungsi untuk Indonesia, diantaranya yaitu: (1) desa sabagai hinterland, artinya adalah desa biasanya akan lebih banyak memproduksi daripada mengkonsumsi; (2) desa sebagai sumber tenaga, dikatakan sebagai sumber tenaga karena biasanya masyarakat desa merantau untuk mencari pekerjaan di kota dan banyak perusahaan yang mencari tenaga kerja dari pedesaan; (3) desa sebagai bentuk pemerintahan, desa merupakan bentuk pemerintahan terkecil di Indonesia; dan (4) desa merupakan mitra, karena tanpa disadari desa merupakan awal dari terbentuknya kota, maka dari itu sebuah kota bisa maju atau tidak bermula dari titik desa, oleh karena itu desa bisa disebut sebagai mitra bagi pembangunan sebuah kota. Masyarakat desa bisa ditandai dengan adanya ciri-ciri sebagai berikut: (a) sisi keagamaan  masyarakat desa lebih tinggi daripada masyarakat kota, dan juga cenderung lebih rukun serta mengenal sesama dengan baik; (b) memiliki kehidupan sosial yang sangat tinggi; (c) pembagian kerjanya lebih sederhana; (d) pekerjaan masyarakatnya homogen sehingga untuk mendapatkan pekerjaan lebih susah; (e) interaksi yang terjadi lebih banyak karena faktor pribadi, bukan kepentingan; dan (f) perubahan sosial dari masyarakat desa tidak terlalu terlihat.
Â
Desa juga memiliki beberapa jenis yang dapat diklasifikasikan dalam tiga kelompok. Yaitu klasifikasi desa menurut aktivitasnya, perkembangannya, dan menurut ikatannya. Menurut Aktivitasnya, desa dibagi menjadi tiga jenis, yaitu: (1) desa agraris yang berisikan masyarakat yang bermata pencaharian utama sebagai petani atay pemilik dan pengelola kebun; (2) desa industri, di desa ini masyarakatnya memilik pekerjaan utama di bidang insdutri baik yang berukuran kecil atau besar. contohnya seperti desa penghasil sandal cibaduyut di Bandung atau desa yang menjual telur asin di Brebes; (3) desa nelayan, di desa ini masyarakat menggantungkan hidupnya dari bekerja di laut, seperti menjadi nelayan, peternak ikan atau tambak, dan mengolah hasil laut seperti ikan dan mutiara. Menurut Perkembangannya, desa juga dibagi menjadi tiga jenis, yaitu: (1) desa swadaya, desa ini merupakan desa yang memiliki potensi khusus yang dikelola dengan baik sehingga bisa membantu perekonomian warga di sana. Desa tipe ini juga busa dikategorikan sebagai desa yang terpencil dan masih sangat tradisional; (2) desa swakarya, desa swakarya merupakan desa peralihan atau transisi antara desa swadaya ke desa swasembada, sehingga kondisinya sudah lebih maju daripada desa tipe swadaya; (3) desa swasembada, desa swasembada adalah desa yang masyarakatnya telah mampu memanfaatkan dan mengembangkan sumber daya alam dan potensinya sesuai dengan kegiatan pembangunan regional. Biasanya desa ini berlokasi di ibukota dan kecamatan dengan penduduk yang lebih padat. Kemudian yang terakhir adalah desa menurut ikatannya. Menurut Ikatannya, desa juga dibagi ke dalam tiga jenis, yaitu: (1) desa geneanalogis, yaitu desa yang dipersatukan dengan penduduk yang memiliki hubungan kekeluargaan atau hubungan darah; (2) desa teritorial, yaitu desa yang dipersatukan oleh kesamaan kepentingan dan wilayah dengan batas-batas tertentu; dan (3) desa campuran, yaitu desa yang dipersatukan baik dari hubungan daerah atau kesamaan kepentingan.