Teknologi berbasis kecerdasan buatan sangat berkembang pesat dan mempengaruhi setiap bagian dari kehidupan pribadi dan profesional kita, contoh yang paling populer pada saat ini adalah dengan hadirnya Chat-GPT. Hal yang sama juga terjadi pada proses penegakan hukum dan kepolisian di berbagai negara. Personel kepolisian telah menggunakan perangkat lunak untuk pencegahan kejahatan, pengendalian kerumunan, dan pengenalan wajah selama beberapa tahun.
Teknologi kecerdasan buatan yang fantastis mungkin sering kita lihat di film-film hollywood dan buku-buku fiksi. Saat ini, teknologi semacam ini digunakan dalam penegakan hukum serta aspek lain dari kehidupan kita. Robot membantu dalam mengawasi tempat-tempat yang memiliki keamanan tinggi dan berisiko seperti pembangkit listrik dan lokasi bangunan serta area dengan keamanan rendah seperti mal.
Algoritme digunakan dalam teknologi AI untuk memeriksa volume data yang sangat besar dengan cepat. Ketika perangkat lunak menangkap aktivitas manusia, pada akhirnya perangkat lunak ini memiliki kapasitas untuk meniru dan memprediksi perilaku di masa depan. Adopsi AI dalam penegakan hukum diproyeksikan akan meningkat seiring dengan meningkatnya kemampuan dan akurasi teknologi.
Salah satu penggunaan teknologi AI yang paling banyak digunakan adalah pengenalan wajah atau face recognition. Personel polisi dapat mengidentifikasi seseorang secara positif berkat teknologi pengenalan wajah. Mereka tidak lagi diharuskan untuk melakukan referensi silang secara manual antara beberapa database. Sebagian besar program perangkat lunak ini tidak hanya menangkap gambar yang sebenarnya tetapi juga informasi biometrik. Identifikasi yang lebih tepat dimungkinkan oleh data biometrik. Meskipun teknologi pengenalan wajah memiliki keterbatasan yang melekat, keakuratannya dapat ditingkatkan dengan menambahkan data biometrik.
Di beberapa negara maju di dunia, para penegak hukum menggunakan teknologi pengenalan wajah untuk:
- Menemukan individu yang dicari dengan lebih mudah;
- Mengidentifikasi orang yang ditampilkan dalam gambar dengan risiko positif palsu yang lebih kecil;
- Menetapkan identitas korban yang terluka atau tidak sadarkan diri dalam kecelakaan lalu lintas;
- Mengonfirmasi identitas seseorang secara retrospektif dan mengecek ulang dengan database yang ada.
Berkat perkembangan yang cukup besar selama beberapa tahun terakhir, teknologi pengenalan wajah sekarang juga dapat digunakan secara langsung. Di negara Inggris, pengenalan wajah secara langsung atau Live Facial Recognition (LFR) membandingkan umpan kamera dengan daftar pantauan penjahat yang dikenal dan dicari, misalnya. Karena bekerja dalam waktu nyata, LFR memungkinkan pasukan polisi tiba di lokasi dalam hitungan menit ketika perangkat lunak menemukan kecocokan.
Identifikasi orang yang dicari selalu menjadi aspek penting dalam aktivitas kepolisian. Meskipun AI dapat membuat proses tersebut menjadi lebih baik, pencegahan dan prediksi kejahatan adalah di mana teknologi ini benar-benar bersinar.
Perangkat lunak dengan kecerdasan buatan dapat mengevaluasi data dalam jumlah besar, termasuk umpan CCTV. Selain mencari wajah, mesin ini juga dapat menemukan tren, pola perilaku, dan korelasi lainnya dengan lebih cepat daripada yang bisa dilakukan oleh manusia. Manusia jauh tertinggal dari teknologi dalam hal jumlah data yang dapat dievaluasi.
Meskipun analisis adalah landasan dari semua aplikasi AI, pembelajaran mesin adalah hal yang memungkinkan perangkat lunak untuk mengambil keputusan yang menyerupai keputusan manusia. AI dapat meramalkan masa depan dengan menggunakan temuan-temuan tersebut. Meskipun terlihat sederhana, pembelajaran mesin membutuhkan waktu dan beberapa langkah.
Perilaku manusia itu sangat kompleks dan dimotivasi oleh banyak faktor, seperti mood dan faktor genetik. Di masa depan, secara teoritis perangkat lunak dapat mengambil alih semuanya dan mengaplikasikannya sendiri. Namun, AI saat ini mendukung polisi dan penegak hukum dalam kapasitas sebagai pendukung tambahan saja. Saat ini, teknologi tidak dapat menggantikan polisi manusia.
Misalnya, perangkat lunak AI dapat mengenali pola perilaku dan mengantisipasi kemungkinan kejahatan di masa depan berdasarkan hal tersebut melalui analisis data. Namun, pemolisian prediktif yang hanya mengandalkan teknologi masih menjadi perdebatan. Tapi di masa depan, pemolisian semacam ini mungkin tidak akan membuat kita terkejut.
Kepolisian di seluruh dunia, termasuk di Indonesia selalu mengeluhkan banyaknya dokumen yang harus diselesaikan oleh petugas setelah menanggapi sebuah insiden. Membuat dan memperbarui berkas kasus membuat petugas tidak fokus pada pekerjaannya dan membahayakan keselamatan masyarakat.