5. Pembentukan Kelompok Pelatihan Kreatif
Kelompok produktif dari program pemberdayaan ini berfokus pada pengelolaan potensi eks tuna susila terutama pada bidang keterampilan baik yang sebelumnya telah ada lalu mengalami pengembangan ataupun yang belum ada lalu mengalami proses pelatihan (Indrawan, 2010). Sedangkan kelompok kreatif berfokus pada branding dari beberapa keterampilan yang dihasilkan baik itu handycraft dari kain sebagai hasil pelatihan keterampilan, makanan atau catering, dan kerajinan khas Saritem lainnya yang sebelumnya juga merupakan hasil dari program pemberdayaan yang telah dilakukan oleh Dinas Sosial Kota Bandung. Pembentukan kelompok bertujuan agar masing-masing kelompok dapat berfokus pada bidang dan minat masing-masing kalangan eks tuna susila (Rosyadah & Ma’ruf, 2012).
6. Penguatan Kelembagaan Keuangan Mikro Berbasis Kelembagaan Koperasi
Penguatan kelembagaan dalam menjalankan program MOSI CARE ini tidak hanya dilakukan oleh KSP Sumber Bahagia yang berada di Kelurahan Kebon Jeruk saja namun dibutuhkan adanya dukungan dari berbagai lembaga seperti Dinas Sosial, Pemerintah Daerah, RT dan RW setempat serta lembaga swasta yang menjadi fasilitator dalam program pemberdayaan ini (Rosyadah & Ma’ruf, 2012). Dalam hal ini kelembagaan KSP Sumber Bahagia yang berada di Kelurahan Kebon Jeruk berperan sebagai pendorong utama dalam pembiayaan juga peningkatan perekonomian program, serta sebagai lembaga yang turut berkontribusi dalam pengelolaan program dan membuka ruang yang lebih luas kepada masyarakat kalangan eks tuna susila sebagai eksekutor dan konseptor untuk mendayagunakan potensi usaha ekonominya yang bergerak dibidang keterampilan (Khumaidi, 2011).
7. Konsultasi dan Pendampingan
Konsultasi dan pendampingan dilakukan dengan cara berdiskusi terlebih dahulu untuk kemudian melakukan sosialisasi dengan cara yang baik tentang kesiapan berbagai pihak agar apabila ada hal yang ingin ditanyakan atau dikonsultasikan sangat dipersilahkan dan kesempatannya sangat terbuka lebar (Rosyadah & Ma’ruf, 2012). Beberapa pihak yang terlibat dalam tahapan ini diantaranya adalah sebagai berikut : (1) Pihak Pengelola Pondok Pesantren Daar At-Taubah; (2) ESQ Leadership Center (ESQ LC); (3) Dinas Sosial Kota Bandung dan LKP (Lembaga Kursus dan Pelatihan) setempat seperti LKP Lestari dan sejenisnya yang memang sesuai dengan potensi yang dimiliki; (4) RT, RW, dan Kelurahan setempat yang memiliki jaringan kuat dengan pusat perbelanjaan di sekitar atau bahkan luar Saritem; dan (5) Koperasi KSP Sumber Bahagia yang berada di Kelurahan Kebon Jeruk (Rosyadah & Ma’ruf, 2012).
8. Monitoring dan Evaluasi
Monitoring dan evaluasi dalam suatu program pemberdayaan dapat memiliki pengaruh besar sehingga harus bisa diawali dengan selalu menjalin komunikasi yang baik dengan semua pihak yang terlibat dan senantiasa melakukan pelaporan kemajuan, kinerja, kendala dan hal apa yang perlu dievaluasi (Khumaidi, 2011). Adapun sistematika yang telah direncanakan akan berjalan seperti berikut : (1) Monitoring dan evaluasi program pemberdayaan jangka pendek akan dilaksanakan 2 minggu sekali untuk melihat perkembangan program pemberdayaan; (2) Monitoring dan evaluasi jangka panjang akan dilaksanakan 3 bulan sekali untuk menindaklanjuti perkembangan program dan permasalahan yang ada ketika program pemberdayaan sedang berjalan; dan (3) Monitoring dan evaluasi akan dilaksanakan secara terus menerus sampai program pemberdayaan selesai untuk menghindari berbagai permasalahan yang tidak diinginkan sehingga program pemberdayaan berjalan sesuai dengan tujuan (Fransiska Korompi, 2018).
9. Tindak Lanjut dan Pengembangan
Dalam tindak lanjut dan pengembangan pelaksanaan program pemberdayaan diharapkan dapat meningkatkan program pemberdayaan “MOSI CARE” pada kalangan eks tuna susila di Jalan Saritem Kota Bandung agar dapat menjangkau lebih luas dalam memasarkan produk dari keterampilan yang dihasilkan sehingga dapat meningkatkan taraf ekonomi masyarakat Saritem khususnya kalangan eks tuna susila menjadi lebih sejahtera dan terjamin kedepannya. Pada tahapan ini juga melakukan perluasan kerjasama target pemasaran hasil keterampilan selain kepada pusat perbelanjaan sekitar namun juga terhadap target atau sasaran pasar yang lebih luas, sehingga dapat membantu perekonomian dengan cepat tanpa membuat masyarakat kalangan eks tuna susila berpikir ke belakang kembali (Fransiska Korompi, 2018).
Kemudian penulis juga berhasil memetakan dari segi afektif, kognitif, psikomotorik dan konatif terhadap masyarakat Saritemkhususnya pada kalangan eks tuna susila, Kota Bandung. Masyarakat Saritem berada dalam tahapan yang kedua dan ada aspek yang berada dalam tahap ketiga, yaitu pertama Tahapan afektif, pada tahapan ini masyarakat Saritem sudah berada dalam tahapan tumbuhnya rasa kesadaran dan kepedulian terhadap berbagai permasalahan dan potensi-potensi yang dimiliki oleh masyarakat Saritem khususnya dalam segi keterampilan. Kedua Tahapan kognitif, masyarakat Saritem sudah berada dalam tahap memiliki pengetahuan dasar terkait dengan keterampilan dan juga keagamaan. Ketiga Tahapan psikomotorik, masyarakat Saritem dalam tahap ini sudah menguasai keterampilan dasar dalam aspek keterampilan. Dibuktikan dengan rata-rata masyarakat menjadi pedagang serta masyarakat Saritem sudah mampu mengelola dan mengolah hasil keterampilannya seperti masakan dengan sederhana dan kreatif. Banyak masyarakat sekitar yang membeli hasil dagangannya. Keempat Tahapan konatif, masyarakat Saritem berada pada tahapan bersedia terlibat dalam pemberdayaan, bisa dilihat saat ada program pemberdayaan sebelumnya yang dilakukan oleh dinas sosial dan pemerintah terkait, mereka sangat antusias melakukan kegiatan pemberdayaan keterampilan tersebut seperti keterampilan menjahit, dll.