Kampung Wisata Tahunan berlokasi di wilayah Kelurahan Tahunan, Kecamatan Umbulharjo, kota Yogyakarta. Kampung Wisata ini terbentuk pada tahun 2010 dan memiliki potensi yang terbentuk bukan dalam jangka waktu yang singkat. Namun, tetap mengalami perkembangan hingga sudah terbentuk seperti saat ini. Sebagai Kampung Wisata, Tahunan mempunyai beberapa potensi wisata yang menarik untuk dikunjungi, yaitu wisata budaya dan wisata kerajinan.
Kampung Tahunan merupakan kampung adat yang kepemilikan tanahnya diberikan langsung oleh Sri Sultan pada masa Lurah Desa yang terpilih. Dalam wisata budaya, wisatawan bisa melihat peninggalan berupa pendopo dan rumah tinggal yang letaknya berada di belakang Makam Pahlawan Kusumanegara. Terdapat pula tetua adat yang dimakamkan disini bernama Kyai Ndara Purba. Kampung Wisata Tahunan juga dikenal dengan kuliner khas Ampyang dan Gendong Tenong yang menjadi andalan untuk disuguhkan kepada para wisatawan yang berkunjung.
Di kampung Wisata Tahunan, penguatan seni budaya lebih mengarah pada bentuk edukasi bagi wisatawan dari berbagai mancanegara. Potensi yang di unggulkan di daerah ini adalah atraksi seni budaya khususnya seni karawitan klasik gaya Yogyakarta serta terdapat adanya pembuatan industri replika dan kostum dari tokoh-tokoh superhero. Karawitan sendiri adalah seni gamelan dan seni suara yang bertangga nada slendro dan pelog. Istilah karawitan berasal dari bahasa Jawa yaitu 'rawit' yang bermakna halus dan lembut. Jadi, karawitan berarti kelembutan perasaan yang terkandung dalam seni gamelan. Reputasi atraksi karawitan di Kampung Wisata Tahunan bahkan sudah go international, terbukti dengan adanya sebuah karya seorang empu seni karawitan yang merupakan warga Tahunan yaitu Ki Wasitodiningrat.
Potensi yang paling menonjol serta paling dikembangkan saat ini adalah kerajinan batik serta kain jumputan. Batik jumputan adalah teknik pewarnaan kain dengan cara mengikat kain menggunakan tali-tali dengan cara mengikat kencang beberapa bagian kain yang kemudian dicelupkan ke dalam pewarna. Kain jumputan merupakan batik jenis baru. Batik jumputan Jogja juga menggunakan teknik celup rintang yaitu menghalangi bagian tertentu agar tidak menyerap warna yang tertentu pula.
Dalam penguatan atraksi daya tarik wisata dan khususnya dalam produk buatan sendiri Kampung Wisata Tahunan menciptakan sentra kain jumputan, banyak sanggar yang memajang produk batik dan kain jumputan di sepanjang jalanan utama di Tahunan. Dalam berbagai tempat juga mengadakan workshop proses kondisi dan cara pembuatan sebuah sentra kerajinan batik serta kain. Terdapat banyak gallery atau show room yang memamerkan hasil karya kain jumputan dan menyelenggarakan pelatihan mulai dari proses awal hingga proses akhir bagi wisatawan maupun warga lokal yang berkunjung dan berminat untuk belajar membuat kain jumputan.
Ibu Agus memulai bisnis kain jumputan di tahun 2011. Pada awalnya hanya dalam kelompok yang kecil yang kemudian berinisiatif untuk mengundang seorang instruktur agar dapat mengajari bagaimana proses pembuatan kain jumputan. Lalu, saat sudah dapat untuk menghasilkan jumputan sendiri, Ibu Sejahtera mulai berjalan dan berkembang dengan baik yang berdampak pula dengan menambah jumlah anggotanya.
"Mengapa Ibu memilih untuk belajar jumputan daripada batik yang biasanya?"
"Karena jumputan sendiri belum begitu banyak di pasaran dan belum terlalu dikenal oleh masyarakat luas. Selain itu, modal awalnya tidak begitu banyak dan untuk tenaga kerjanya juga tidak membutuhkan banyak orang." tutur beliau.
Untuk proses pembuatan batik jumputan, membutuhkan waktu yang berbeda-beda dari masing-masing orang atau anggota. "Ya tergantung dari orangnya mbak, kalau dia rajin ya cepet selesai tapi kalau enggak ya pasti lama. Semisal orangnya cepet mengerjakannya ya bisa kira-kira 4 hari selesai. Kalau yang lama itu bisa sampe berbulan-bulan baru jadi juga ada." jelas beliau.
Cara pembuatan kain jumputan cukup mudah, namun juga butuh ketelatenan dan kesabaran. Pertama yaitu menyiapkan alat dan bahannya seperti kain, plastik, karet gelang atau tali rafia, kelereng, pewarna, dan sebagainya tergantung dengan pembuatnya ingin membuat yang seperti apa.
Ibu Agus menjelaskan bahwa langkah selanjutnya yang dilakukan dalam membuat jumputan yaitu membuat pola di kertas biasa terlebih dahulu. Kemudian, pola yang sudah dibuat tadi dijiplak di kain yang sudah disiapkan. Langkah berikutnya adalah menentukan bagian kain mana yang ingin diberi pewarna. Selanjutnya bungkus kelereng dan ikat kain dengan karet atau tali rafia, tutup bagian kain yang tidak ingin diberi zat pewarna menggunakan plastik.
Lalu lakukan proses pencelupan dengan memanaskan air sampai mendidih dan larutkan satu bungkus pewarna, tambahkan 2 sendok garam atau cuka dan aduk larutan tersebut. Masukkan kain ke dalam pewarna sampai terendam sempurna dan diamkan sekitar 2 menit hingga zat pewarnanya meresap ke dalam kain. Tiriskan atau angkat kain pada permukaan yang rata dan jemur kain di tempat yang bersih. Setelah itu buka ikatan pada kain, lalu cuci dan bilas kain tersebut. Saat kain jumputan sudah kering, bisa setrika kain dengan suhu sedang dan batik jumputan pun sudah jadi!
Pesanan di Ibu Sejahtera bisa mencapai lebih dari 100 kain, namun saat pandemi seperti ini memang berkurang dari biasanya. Untuk pelatihan pun belum ada yang mendaftar sejak awal pandemi. Meskipun begitu, tetap ramai orang datang untuk melihat maupun membeli kain jumputan yang sudah jadi.
"Ya tetap bikin, kalau lagi ada waktu kosong begitu tetap sambil buat jumputan. Sudah jadi hobi" tambah beliau.
Nah jadi, berminat untuk belajar membuat batik jumputan? Meski keadaan pandemi saat ini, hendaknya kita juga bisa produktif untuk dapat belajar dan menghasilkan sesuatu, bukan? Jangan sampai waktu kita terbuang sia-sia dan tidak mendapatkan pelajaran apapun ya!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H