Mohon tunggu...
ILHAM SUMARGA
ILHAM SUMARGA Mohon Tunggu... Guru - Buruh Pendidik

Sebuah celotehan dalam tulisan~

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Umat Manusia di Tengah Wabah Covid-19

2 April 2020   07:48 Diperbarui: 2 April 2020   07:42 313
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam sejarah panjang manusia, tentu pernah mengalami pasang surut kehidupan. Ada masa dimana kemusnahan massal muncul. Pun sebaliknya, ada masa dimana pertumbuhan begitu pesatnya.

Menghadapi situasi saat ini, ditengah gempuran tentara tak berwujud, umat manusia sedang diuji. Lantas apa yang akan dilakukan manusia? Sampai kapan berakhir wabah ini?

Tentu, kita semua berharap, wabah ini berakhir dengan cepat. Jika pun bisa, setelah tidur nyenyak semalam, dan esok paginya terdengar kabar bahwa covid-19 (coronavirus) musnah di muka bumi ini.

Mengulas tentang nasib. Banyak ragam prediksi yang bermunculan dan analisa dengan berbagai macam pandangan. Menurut saya, hal itu wajar, dikarenakan, manusia bisa berpikir, dan mencipta cara pandangnya masing-masing.

Namun, satu yang pasti. Bahwa perubahan umat manusia setelah wabah covid-19 (coronavirus) dalam kehidupannya akan drastis. Yakni dalam menjaga kesehatan. Selain dari sisi itu, banyak hal positif yang bisa kita dalami.

Pertama, menyadarkan kepada kita semuanya, bahwa kita sebagai manusia 'homo sapiens' tak berdaya akan gempuran virus mematikan ini. Data tertanggal 01 April 2020 menunjukan bahwa Situasi virus corona (COVID-19)  secara Global menginfeksi sebanyak 203 Negara, dengan rincian 754.948 Kasus terkonfirmasi:positif, dan Kematian sebanyak 36.571. Sedangkan di Indonesia, Positif sebanyak 1.677, dan Sembuh: 103, sedangkan Meninggal: 157.

Data diatas memberikan peringatan untuk kita semua bahwa: sebanyak apapun kuasa manusia, tak lagi berguna apabila terancam dalam hidupnya. Hingga banyak ragam kebijakan yang muncul, dengan berbagai macam pendekatan sains yang dipergunakan. Namun masih belum mampu menutup kran wabah ini secara cepat.

Kedua, kecintaan antar sesama mulai bermunculan. Semula sebagai manusia yang mempunyai ego tinggi, tak mengenal sesamanya secara mendalam, secara drastis bersimpati, dan berempati untuk bergabung bersama bahu membahu untuk membantu.

Membagikan sedikit harta, untuk sekedar membantu orang-orang yang hidup dari penghasilan harian. Strategi menghindari kontak langsung dengan manusia, berdampak bagi kehidupan manusia, salah satunya: muncul sosok filantropis.

Ketiga, kecintaan kita akan lingkungan. Banyak analisis dan pecinta lingkungan hidup memotret keindahan saat bangunan, ataupun gedung-gedung sepi dari hiruk pikuk manusia. Sampah yang bertebaran dijalan-jalan, mulai surut dengan seketika. Ataupun, langit yang mulai memberu, karena asap pabrik yang tidak beroperasi lagi.

Keempat, kecintaan kita terhadap keluarga. Mungkin benar pribahasa mengatakan bahwa: cinta kalau dipaksa, akan terbiasa. Terkadang, kesibukan kita akan pekerjaan, melupakan pada keluarga.

Semula, rumah hanya sebagai tempat transit sementara, dan kehidupan yang sesungguhnya berada diluar. Membangun bisnis, berpertualang, menjelajah banyak negara, dan sebagainya. Kali ini lain, kita dipaksa untuk lebih dalam mengenal keluarga.

Datangnya wabah ini, mendorong setiap keluarga untuk tetap tinggal dirumah. Anak-anak sekolah belajar dirumah, sehingga orangtua pun tahu, dan mendalami dari pribadi anaknya. Yang dulunya, hanya menghantar kesekolah, tanpa tahu perkembangannya, karena sibuk urusan pekerjaan. Sekarang berubah secara drastis, mereka saling mengenal lebih dalam tentang makna rumah tangga.

Kelima, kontrol emosi, rasa cemas, dan panik. Obat paling manjur untuk menekan sisi psikologis adalah hari ini. Banyak ilmuan mengatakan bahwa: sumber dari penyakit adalah pikiran dan jiwa kita sendiri. Ada benarnya, dalam menghadapi kondisi yang terjadi saat ini, kita didorong untuk belajar. Utamanya, bagaimana memanajemen rasa cemas, emosi, dan panik.

Dengan kata lain, kita was-was dan bingung, di luar rumah ada ancaman, sedangkan di dalam rumah, ada tekanan yang kuat pula untuk keluar rumah. Sisi inilah yang membuat kita sebagai manusia menjadi lebih dewasa. Memperhatikan bahwa, penting untuk memenuhi keberlangsungan hidup dan juga menjaga kesehatan.

Pertanyaan terakhir, kapankan covid-19 (coronavirus) ini berakhir? Saya optimis bisa cepat berakhir, dengan catatan: kita saling membantu, gotong royong, dan peduli sesama, untuk memberhentikan kran penyebaran virus ini. Ikuti petunjuk pemerintah, dan lakukan sebaik mungkin apa yang bisa kita lakukan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun