Mohon tunggu...
Ilham Suheri Situmorang
Ilham Suheri Situmorang Mohon Tunggu... Ilmuwan - Pedagang kecil di sebuah gubuk rentah nan beralaskan tanah

Manusia kecil yang sedang mengajarkan kepada pikirannya untuk melahap kosmik

Selanjutnya

Tutup

Politik

Drama Politik 2019 yang Tidak Diregistrasi

15 November 2019   04:25 Diperbarui: 4 September 2020   02:53 393
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Gerindra melihat, upaya Demokrat untuk merapat ke poros pemerintah adalah bagian manuver politik demokrat yang harus dihentikan. Upaya Gerindra ini sebagai balasan terhadap demokrat, sekaligus melihat peluang keuntungan partainya pasca keputusan mahkamah konstitusi. Jika gerindra bertahan pada posisi oposisi, tentu poros pemerintah akan mempertimbangkan keutamaan meminang partai Demokrat ke dalam pemerintah. Namun, Gerindra melihat peluang yang strategis untuk mematahkan manuver Demokrat, dengan cara memangkas Demokrat ke pemerintah dengan mengajukan diri (Gerindra) ke poros pemerintah. Ketika Gerindra menawarkan diri untuk bergabung memperkuat poros pemerintah, tentu ia tidak ingin Demokrat ada di dalam poros tersebut.

Wacana bergabungnya  Gerindra ke poros pemerintah, banyak mendapat penolakan dari partai mitra PDIP, diantaranya Nasdem, PKB dan Golkar. Nasdem terbilang partai yang paling keras menyuarakan penolakan. Nasdem melihat koalisi gendut dalam poros pemerintah memastikan menjadi suara terbanyak di DPR. bagi Nasdem, tidak ada alasan logis untuk poros pemerintah menerima bergabungnya partai apapun itu termasuk gerindra. Nasdem melihat bahwa akan masuknya Gerindra ke dalam poros pemerintah, hanya menambah beban kabinet dan menggerus kepentingan partai koalisi pemenang.

bersikerasnya PDIP membuka pintu masuk bagi Gerindra ke dalam poros pemerintah, juga dianggap oleh Nasdem sebagai ketidaksetiakawanan. Nasdem dengan berbagai manuvernya ini, menjadikan PDIP selaku partai terbesar di dalam koalisi mulai resah dan olehnya Nasdem dianggap melakukan upaya pelemahan dan atau perpecahan di koalisi. Untuk memadamkan pertikaian ini, PDIP mulai menyikapi tindakan partai-partai mitranya dengan mulai melangkah pada pembicaraan serius mengenai pembagian kursi kabinet dan turunannya. Hal ini diupayakan oleh PDIP agar tidak melebar pada perpecahan koalisi yang ada, namun Nasdem sepertinya tidak juga terhentikan oleh upaya tersebut. Manuvernya semakin tajam ditandai dengan bertemunya Surya Paloh dengan gubernur DKI Jakarta Anis Baswedan yang dalam pusaran politik nasional, dianggap sebagai entitas rival dari poros pemerintah.

Pemberian ruang kepada Anis, dianggap masyarakat dan elit politik sebagai strategi Nasdem menuju pilpres 2024. Namun, pertemuan itu cenderung tidak akan terjadi jika, PDIP tidak bersikeras membuka pintu masuk kepada Gerindra. Pertemuan ini bisa saja dianggap sebagai langkah strategis Nasdem ke depan, namun yang perlu di lihat adalah motivasi (dorongan) Nasdem dalam menjalankan strateginya tersebut. Hal apa yang sebenarnya menjadi latar belakang Nasdem dalam menjalankan misi mendapatkan kekuasaan di pilpres 2024, sementara terlalu dini untuk memutuskan pencalonan presiden tahun 2024 di tahun 2019. Jika berkaca terhadap tindakan Nasdem pada pilgub Sumatera Utara dalam mengusung kadernya yang sekaligus petahana yaitu Tengku Erry Nuradi yang gagal dalam pencalonan, maka Nasdem akan keliru karena terlihat gegabah dan terlalu percaya diri jika ingin mengusung Anis sebagai kandidat presiden ke depan. Jika dilihat dari motovasinya, Nasdem tidak benar-benar melakukan penjaringan kandidat calon presiden untuk pilpres 2024, namun lebih tepatnya, memberikan sinyal ketidakpuasan kepada PDIP atas masih diteruskannya upaya pemberian ruang kepada Gerindra untuk masuk ke poros pemerintah. Nasdem harusnya tidak perlu membendung hasrat PDI Perjuangan untuk berkoalisi kepada siapapun atau bahkan memberikan sinyal ancaman hendak hengkang dari koalisi pemenang, karena setiap partai koalisi pada umumnya memiliki kebijakan internal yang diutamakan daripada kebijakan koalisi. Kondisi itu hanya akan dapat berlaku, jika kekuatan Nasdem sama atau bahkan lebih dari kekuatan Gerindra.

Di lain pihak, PDIP justru menganggap sikap Nasdem, sebagai sikap yang tidak patuh atau liar di dalam koalisi. Sikap tersebut, justru yang menjadikan bara semangat bagi PDIP dalam memberi ruang kepada Gerindra untuk bergabung. Melihat keadaan keamanan yang kian memburuk menjelang pelantikan DPR dan pelantikan presiden, sangat strategis kiranya menggandeng Gerindra. Sikap yang kelihatan tidak harmonis tersebut, menghadirkan rasa yang tidak nyaman bagi PDIP dalam membentuk format kekuatan koalisi. Sehingga menambah keyakinan baginya untuk segera berkoalisi dengan Gerindra, dengan kondisi, kesepakatan tidak memberatkan PDIP apalagi dengan melihat kondisi keamanan yang semakin memburuk.

Terjadi pergolakan dari berbagai elemen mahasiswa dengan tuntutan di antaranya menolak RKUHP, RUU Pertambangan Minerba, RUU Pertanahan, RUU Pemasyarakatan dan RUU Ketenegakerjaan. 

Menyerukan pembatalan segera UU KPK dan UU SDA dan kemudian, mendesak agar RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga segera disahkan. 

Menolak pimpinan KPK terpilih karena dianggap bermasalah. Juga menuntut pihak TNI dan Polri agar tidak menduduki jabatan sipil. Desakan penghentian kriminalisasi aktivis dan tuntutan mengenai pencabutan izin pembakar hutan dan penegakan hukum kepada mereka. Menuntaskan pelanggaran HAM.

Tidak saja dari kalangan mahasiswa, namun juga dari kalangan petani yang menolak RUU Pertanahan yang dianggap bertolak belakang dengan Undang-Undang Pokok Agraria tahun 1960, UU Perlindungan dan Pemberdayaan Petani (Perlintan), dan putusan Mahkamah Konstitusi.  Juga mengkritisi UU perlintan sendiri yang menurut mereka masih mengandung dilema bagi petani, seperti kepemilikan tanah, hak guna pakai yang tidak dijelaskan secara rinci dalam UU tersebut dan masih banyak lagi permasalahan yang menjadi tututan petani kepada pemerintah untuk segera di tuntaskan. Juga datang dari kelompok buruh yang menolak revisi UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, menolak kenaikan iuran BPJS Kesehatan, dan revisi PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.

Banyaknya pergerakan kritis terhadap pemerintah, sebelum pelantikan Presiden, menjadi hemat tersendiri bagi PDIP dalam mengawal kekuasaaan yang sedang diperoleh dan hendak mengalami transisi meraih legitimasi kekuasaan yang sudah dimenangkan. Hemat mereka tergerus untuk mencari solusi bagaimana mengendalikan keadaan dan menciptakan kondusifitas ditengah kekuasaan yang hendak dilegitimasi dan akan didistribusikan. Dihadapkan oleh dilema, yaitu PDIP menolak Gerindra dan akan mendapati koalisi yang kondusif, Namun oposisi akan semakin besar di bawah panji Gerindra atau menerima Gerindra dalam poros pemerintah dengan mendapati koalisi yang tidak kondusif namun akan lebih strategis dalam stabilitas politik nasional, yang jelas akan berdampak pada keamanan nasional dan stabilitas ekonomi kedepannya. Menakar keuntungan dari semuanya, adalah putusan yang tepat, PDIP menerima Gerindra ke dalam poros pemerintahan. Setidaknya, berkoalisi dengan Gerindra, PDIP jauh lebih mampu menciptakan stabilitas politik nasional yang kondusif. Juga dapat membuka peta koalisi 2024, berhubung PDIP harus menghadirkan "jagoan" baru untuk dikandidasi untuk menggantikan Jokowi yang telah dua priode nantinya. Kemudian, keuntungan lainya bagi PDIP dengan menerima bergabungnya Gerindra adalah, pecahnya kekuatan poros oposisi, selain pada partai-partainya, juga pada kekuatan besar yang ada di dalamnya yaitu kekuatan "Ulama Indonesia bagian Barat".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun