Mohon tunggu...
Ilham Sinulingga
Ilham Sinulingga Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Mahasiswa semester 7 Fakultas Syari'ah dan Hukum UINSU

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Nikah Siri, Apakah Menjamin Keluarga Bahagia?

11 Agustus 2020   15:00 Diperbarui: 11 Agustus 2020   15:18 416
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nikah siri adalah kalimat yang tidak lagi asing didengar oleh telinga kita. Banyak kita lihat pernikahan-pernikahan yang terjadi melalui proses nikah siri yang dianggap sebagai sebuah jalan pintas jika tidak ingin ribet kalau ingin menikah.

Berbagai kalangan mulai dari kalangan menengah kebawah hingga menengah keatas seperti pejabat maupun artis-artis melakukan praktik nikah ini. Lalu apakah nikah siri atau disebut juga nikah di bawah tangan ini menjamin suatu hubungan yang bahagia?

Sebelum itu, perlu kita ketahui terlebih dahulu apa itu nikah siri?

Nikah siri atau nikah di bawah tangan merupakan pernikahan yang dilangsungkan dengan memenuhi rukun dan syarat-syarat nikah namun tidak dilakukan di depan  Pegawai Pencatat Nikah atau dapat dikatakan bahwa pernikahan tersebut tidak tercatat di Kantor Urusan Agama bagi yang beragama islam atau tidak tercatat di Kantor Catatan Sipil bagi non muslim.

Nikah siri di Indonesia sedikit berbeda dengan nikah siri yang dikenal dalam syariat islam. Dalam syariat islam yang dimaksud dengan nikah siri adalah pernikahan yang dilakukan sesuai syarat dan rukun nikah tetapi saksi diperintahkan agar tidak mensyiarkan pernikahan tersebut alias saksi diminta agar menutup-nutupi pernikahan tersebut dan hal ini hukumnya tidak boleh sebab dapat menimbulkan fitnah. Sedangkan nikah siri yang dikenal di Indonesia adalah nikah yang tidak dilaporkan ke KUA sehingga tidak memiliki kekuatan hukum.

Nikah semacam ini dalam Islam hukumnya sah asal terpenuhi segala syarat dan rukun nikah. Namun, dalam hukum di Indonesia pernikahan semacam ini tidak diakui oleh Negara dan tidak memiliki kekuatan hukum yang tetap karena suatu pernikahan itu dianggap sah jika dilakukan di depan Pegawai Pencatat Nikah dan tercatat di Kantor Urusan Agama (pasal 5 KHI). Akibatnya segala akibat pernikahan tidak dapat diselesaikan secara hukum, dan tentunya hal ini berakibat buruk bagi kaum wanita sebagai istri.

Kurangnya pemahaman mengenai hukum serta keterbatasan ekonomi menjadi faktor maraknya pernikahan siri di Indonesia. Pernikahan siri yang dianggap praktis dan tidak perlu banyak biaya dianggap sebagai jalan pintas bagi pasangan yang ingin menikah dan terhindar dari dosa zina. Namun dibalik itu banyak sekali risiko yang terjadi akibat dari pernikahan siri terutama bagi kaum wanita.

Dampak-dampak pernikahan siri ada yang positif namun juga ada yang negatif, dampak-dampak tersebut antara lain:
Dampak Positif:
Meminimalisir adanya seks bebas serta mengurangi berkembangnya penyakit AIDS maupun penyakit kelamin lainnya.
Jumlah biaya yang dikeluarkan pada pernikahan siri lebih sedikit ketimbang nikah secara resmi.
Melalui nikah siri, seorang wanita mendapatkan keuntungan finansial, dalam bentuk nafkah, tempat tinggal dan lainnya.
Dampak Negatif:
Tidak ada kejelasan status istri dan dan anak, baik di mata Hukum Indonesia maupun di mata masyarakat sekitar.
Pelecehan seksual terhadap kaum wanita karena dianggap sebagai pelampiaan nafsu sesaat bagi kaum laki-laki.
Akan banyak kasus poligami yang terjadi.
Berselingkuh merupakan hal yang wajar.

Dilihat dari dampak di atas, jelaslah bahwa dampak negatif dari pernikahan siri lebih banyak di banding dampak positifnya. Akibat yang timbul dari pernikahan siri juga berdampak negatif bagi kaum hawa.

Sebagai contoh, sebagai seorang istri tidak dapat menuntut suami memberikan nafkah lahir maupun batin, nasib anak yang lahir dari pernikahan siri akan terkatung-katung karena tidak memiliki akta lahir sehingga tidak bisa sekolah seperti anak lainnya, dalam hal warisan pun pihak istri dan anak tidak dapat menuntut haknya kepada suami karena tidak ada bukti yang menunjang tentang adanya hubungan hukum antara anak tersebut dengan bapaknya atau antara istri dengan suaminya tersebut.

Oleh sebab itu, pernikahan siri yang tidak memiliki kekuatan hukum tidak serta merta menjadikan pernikahan tersebut bahagia karena memiliki banyak celah dan dampak negatif yang sewaktu-waktu dapat terjadi. Pernikahan siri juga tidak mencerminkan tujuan pernikahan menurut Undang-Undang No.16 Tahun 2019 tentang perubahan atas Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 yang mana dinyatakan dalam Undang-Undang tersebut bahwa tujuan pernikahan adalah membentuk keluarga bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun