Mohon tunggu...
Ilham Karbela
Ilham Karbela Mohon Tunggu... Administrasi - Surveyor Riset

Penulis lepas dan mitra Badan Pusat Statistik

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Buku Bajakan Dan Kegagalan Negara Menjaga Literasi

14 Januari 2025   02:08 Diperbarui: 14 Januari 2025   02:08 65
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Buku Bajakan  (Sumber: Pixabay/Hermann)

Minat Baca Rendah, Kepedulian Pun Juga Rendah

Tahun 2024 lalu, UNESCO sempat merilis hasil survey minat baca dunia. Di Indonesia persentase minat bacanya hanya 0.001 persen. Artinya dalam 1000 orang hanya 1 orang yang gemar membaca. Dalam sumber lain menyebutkan Indonesia menduduki posisi ke-60 dari 61 negara dalam minat membaca.

Tidak perlu dipersoalkan bagaimana metodologi yang digunakan dalam survey tersebut. Kita lihat saja fakta lingkungan di sekitar kita. Masyarakat lebih nyaman memegang gadget daripada memegang buku bacaan. Suatu fenomena yang kita sendiri tidak bisa menghindarinya. Bahkan bila bertanya kepada diri sendiri, apakah dalam satu jam aktivitas aktif kita pernah lepas dari memegang smarpthone ? Sulit untuk menjawab pernah. Dunia digital sudah menjadi kebutuhan pokok hidup kita.

Demi menjaga resonansi perubahan tersebut, para penulis berinisiatif dengan menyodorkan buku digital resmi atau e-book. Dengan niat, kita tetap menjadi pembaca meski tak memegang buku fisik. Tetapi sialnya, buku digital (e-book) malah menjadi lahan pembajakan berikutnya. Mudah sekali mendapatkan file pdf gratisan dari website-website berdomain resmi.

Sudah jatuh ketiban tangga. Peribahasa ini memang cocok mewakili kondisi literasi di negara kita saat ini. Sudah minat baca rendah, malah tidak ada kepedulian sama sekali.

Kesimpulan

Mengatasi problem ini – mau tidak mau – semua pihak harus ikut terlibat. Mulai dari penulis, penerbit, distributor, gerai resmi, aparat penegak hukum, dan pembaca budiman harus bersedia berjalan bersama demi mengurangi dampak signifikan aksi pembajakan tersebut.

Masalah pembajakan buku bukan sekadar isu hak cipta, tetapi cerminan kegagalan kita menjaga literasi sebagai fondasi peradaban. Di tengah rendahnya minat baca, membiarkan aksi pembajakan hanya akan memperburuk krisis literasi bangsa. Pemerintah, penulis, penerbit, dan pembaca harus bersatu, membangun kesadaran kolektif untuk menghargai karya asli. Mari jadikan literasi sebagai tonggak menuju generasi emas yang bermartabat. Karena sejatinya, menghormati sebuah buku adalah menghormati ilmu dan masa depan bangsa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun