Mohon tunggu...
AdityaSan
AdityaSan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

rara avis in terris nigroque simillima cygno!

Selanjutnya

Tutup

Makassar

Nestapa Nelayan Kodingareng: Lampu Hijau Tambang Pasir Laut Spermonde Merugikan Para Nelayan

3 September 2023   17:30 Diperbarui: 3 September 2023   17:33 285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aktivitas penambangan pasir laut oleh kapal Belanda, Queen of The Netherlands (Sumber: Mongabay, 2020)

Nestapa Nelayan Kodingareng: Lampu Hijau Tambang Pasir Laut Spermonde Merugikan Para Nelayan

 

 

Permainan Oligarki

Sejak dikeluarkannya Surat Keputusan Bersama (SKB) oleh Presiden Megawati pada Februari 2003 yang melibatkan Meteri Industri dan Perdagangan, Menteri Kelautan dan Perikanan, dan Menteri Lingkungan Hidup, ekspor pasir laut dinyatakan dilarang. SKB ini diterbitkan dengan tujuan untuk mencegah pendangkalan yang berakibat tenggelamnya pulau-pulau kecil di Kepulauan Spermonde. Sudah menjadi kewajiban pemerintah untuk melindungi dan menjaga kelestarian alan dan biota laut yang ada di dalam nya. Jika aktivitas ekspor pasir laut ini dilakukan dalam jangka panjang, maka dampak nya akan sangat merugikan masyarakat Pulau Kodingareng yang Sebagian besar bermata pencaharian sebagai nelayan.

Memasuki tahun 2023, Presiden Joko Widodo melalui Peraturan Pemerintah Nomor 26 tahun 2023 kembali membuka penambangan pasir bawah laut yang salah satu nya berlokasi di Kepulauan Spermonde, dengan dalih untuk proyek strategis nasional. Tindakan pemerintah dengan membuka kembali aktivitas penambangan pasir laut akan merusak ekosistem laut yang ada di dalamnya. Terumbu karang sebagai habitat ikan menjadi terancam keberadaannya akibat penambangan pasir. Hal ini akan menjadi bumerang bagi pemerintah, karena nelayan akan dirugikan. Populasi ikan yang semakin menipis mengancam pendapatan dan hasil panen yang diperoleh nelayan. Jerih payah nelayan yang mengarungi ganasnya ombak lautan, harus terbuang percuma akibat menurunnya populasi ikan.

Praktik Greenwashing

Juru Kampanye Laut Greenpeace Indonesia, Afdillah berkata, "Ini adalah greenwashing ala pemerintah. Pemerintah kembali bermain dengan narasi yang seakan mengedepankan semangat pemulihan lingkungan dan keberlanjutan, tetapi nyatanya malah menggelar karpet merah untuk kepentingan bisnis dan oligarki". Greenwashing merupakan sebuah praktik kampanye pemulihan lingkungan yang dilakukan untuk menutupi dampak kerusakan lingkungan yang sebenarnya terjadi. Larangan ekspor pasir laut beralih menjadi eksploitasi pasir laut untuk memenuhi kebutuhan komersial. Afdillah menambahkan apabila penambangan pasir laut ini tidak dihentikan, maka masyarakat pesisir akan mengalami kerugian karena  perubahan kondisi ekologis akibat tambang pasir laut.

Kerugian yang diderita oleh nelayan dapat mencapai angka jutaan rupiah. Eksternalitas negatif ini berujung menjadi unjuk rasa damai yang dilakukan oleh para nelayan Pulau Kodingareng, Sulawes Selatan. Para nelayan menuntut agar Gubernur Sulawesi Selatan mencabut izin penambangan pasir laut yang selama ini mengancam mata pencaharian para nelayan. Buruknya ekosistem biota laut akibat tambang pasir laut membuat populasi ikan menyusut drastis. Kerugian yang diderita oleh para nelayan Pulau Kodingareng ditaksir mencapai 2,5 juta rupiah. Perusahaan tambang pasir asal Belanda, PT. Royal Bokalis Internasional juga turut andil dalam aksi degradasi ekosistem laut Spermonde.

Teori Ekonomi Berbicara

Degradasi ekosistem laut Spermonde memicu munculnya eksternalitas negatif yang memukul kekuatan perekonomian masyarakat Pulau Kodingareng. Eksternalitas negatif adalah kondisi dimana total keuntungan sosial atau Marginal Social Benefit (MSB) berada dibawah total keuntungan privat atau Marginal Private Benefit (MPB). Secara sederhana, kurva permintaan yang diinginkan oleh masyarakat berada dibawah permintaan pasar swasta. Dalam hal ini, permintaan pasar swasta direpresentasikan oleh PT. Royal Bokalis Internasional sebagai eksekutor penambangan pasir laut.

Pada kasus ini, aktivitas penambangan pasir laut di wilayah Spermonde adalah slah satu contoh eksternalitas negatif. Hasil panen ikan yang diperoleh nelayan merosot jauh dari estimasi normal, dimana kondisi ekosistem laut Spermonde tercemar oleh keruhnya air laut akibat aktivitas penambangan pasir laut. Fenomena ini sangat merugikan nelayan Pulau Kodingareng. Terlebih lagi jika para nelayan tersebut tidak memiliki perahu pribadi dan harus menyewa dengan biaya yang tidak sedikit. Jarak tempuh menuju lokasi penangkapan ikan dan ganasnya ombak laut merupakan tantangan lain bagi para nelayan disamping mereka harus menerima fakta bahwa populasi tangkapan ikan mereka secara perlahan akan terus merosot.

Suara Para Nelayan

Beberapa data hasil wawancara kepada para nelayan di Pulau Kodingareng berhasil direkam oleh Nurdin Amir, seorang jurnalis MONGABAY. Seorang nelayan bernama Rustam mengaku ia kesulitan memperoleh hasil tangkapan. "Pukul 05:00 pagi berangkat. Saya hanya dapat 2 ekor ikan lanjawa dan ikan kerapu kecil, ini hanya untuk dimakan. Tidak sebanding dengan pengeluaran. Hanya jalan-jalan. Kata orang Makassar tenai tawa (tidak ada bagian)", tuturnya. Fenomena yang sama juga dialami oeh Hamzah, seorang nelayan Pulau Kodingareng yang rela melaut sejauh 12 mil (19,31 km) dari perairan Copang ke Langkai dengan harapan akan memperoleh hasil tangkapan yang lebih banyak. Namun, hasilnya nihil. Hamzah berkata, "Saya hanya dapat ikan cepa-cepa lima ekor. Sudah dijual 50 ribu di pengumpul. Itu ji didapat dan berdua memancing selama satu hari".

Unjuk rasa damai masyarakat Kodingareng terhadap tambang pasir laut. (Sumber: Mongabay, 2020)
Unjuk rasa damai masyarakat Kodingareng terhadap tambang pasir laut. (Sumber: Mongabay, 2020)

Berdasarkan data wawancara yang didapat oleh jurnalis MONGABAY, kelestarian ekosistam Perairan Copong Lompo, Copong Caddi, dan Perairan Bonemalonjo adalah kunci agar para nelayan Pulau Kodingareng memperoleh hasil tangkapan yang melimpah. Ketiga perairan tersebut merupakan habitat utama bagi ikan tenggiri. Jika ekosistem ketiga perairan tersebut terancam, maka akan berdampak pada hasil tangkapan nelayan. Sejak dilakukannya aktivitas penambangan pasir laut selama enam bulan terakhir, peluang mendapatkan ikan tenggiri dalam jumlah banyak menjadi sulit.

Para nelayan Pulau Kodingareng harus merebut keadilan yang telah dirampas oleh perusahaan asing. Menurunnya hasil tangkapan nelayan adalah bukti betapa brutalnya dampak yang ditimbulkan dari aktivitas tambang pasir di wilayah Spermonde. Tidak pernah terbayangkan sebelumnya, para nelayan yang menggantungkan hidupnya pada hasil tangkapan ikan dengan harapan memeroleh ikan dengan jumlah yang melimpah ruah, harus pupus harapan akibat intervensi perusahaan asing. Afdillah, Juru Kampanye Juru Kampanye Laut Greenpeace Indonesia Kembali menyuarakan opini nya, "Kepulauan Spermonde merupakan bagian segitiga karung dunia yang kaya akan keanekaragaman hayati yang perlu dilindungi. Sangat disayangkan, kawasan ini semakin hancur sehingga berdampak langsung pada mata pencaharian masyarakat tradisional. Gubernur Sulawesi Selatan, Nurdin Abdullah jangan bungkam dengan peringatan ini".  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Makassar Selengkapnya
Lihat Makassar Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun