Mohon tunggu...
Ilham Muin
Ilham Muin Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Dua Jempol untuk Menteri Pariwisata

24 Desember 2017   07:54 Diperbarui: 24 Desember 2017   08:02 790
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tidak salah Jokowi memilih Arief Yahya sebagai Menteri Pariwisata. Hingga tahun ketiga pemerintahan berjalan, Kementerian Pariwisata meraih berderet prestasi. Terobosannya pun banyak. Inovatif pula.

Hasilnya dengan mudah dapat diukur. Jumlah kunjungan wisatawan mancanegara. Hingga akhir tahun 2017 ini, Kemenpar mencatat angka yang menggembirakan. Dipastikan 14 juta wisatawan mancanegara yang melancong Indonesia. Baik melalui bandara-bandara Internasional maupun lewat pos perlintasan antar bangsa di daerah-daearah perbatasan.

Sebenarnya Kemenpar mematok angka 15 juta kunjungan WNA di tahun 2017. Jika melihat data pertumbuhan bulanan yang selalu tembus diatas 1 juta kunjungan, Menteri Pariwisata optimistis mencapai target tersebut.

Namun apa  daya. Manusia punya rencana, Tuhan jua penentunya. Di penghujung  tahun, erupsi Gunung Agung betul-betul memutar balikkan semua rencana. Peluang 1 juta kunjungan WNA terkikis oleh gembar gembor letusan Gunung Agung.  Namun jangan suudzon pada Tuhan. Semua pasti ada hikmahnya.

Sejak pertama kali dilantik sebagai Menteri Pariwisata, Arief Yahya memang sudah menetapkan target tinggi untuk kunjungan wisatawan mancanegara ke Nusantara. Bahkan sangat ambisius. Lihatlah angka targetnya: 10 juta di tahun 2015, 12 juta tahun 2016, 15 juta tahun 2017, 17 juta tahun 2018 dan 20 juta di tahun 2019.

Jika berkaca pada data kunjungan tahun 2014, jumlah WNA yang berkunjung ke Indonesia hanya 8,8 juta orang. Melihat target yang di patok Kemenpar, itu adalah angka yang hampir tidak masuk akal. Bahkan mustahil kata sebagian orang. Terutama orang-orang pesimistis. Atau orang-orang yang kurang sreg pada kepemimpinan Jokowi. Di tahun awal kepemimpinanannya , tingkat persentase kenaikan jumlah kujungan wisatawan hanya tumbuh rata-rata 7 persen setiap tahunnya. Untuk mencapai target-target tersebut, dibutuhkan setidaknya persentase kenaikan 16 % setiap tahunnya.

Namun perlahan tapi pasti, selangkah demi selangkah, target itu dipenuhi. Bahkan melebihi. Di tahun 2015, jumlah kunjungan wisatawan tembus angka 10 juta lebih. Tahun 2016 pun demikian. Tercatat 12 juta lebih wisatawan mengunjung destinasi-destinasi wisata dalam negeri.

Membludaknya kunjungan wisatawan asing ini sempat diplesetkan segelintir orang. Media partisan pun ikut memanas-manasi. Indonesia disebut dipenuhi para pekerja asing. Padahal yang benar adalah Indonesia dibanjiri wisatawan mancanegara.

Target ambisius Arief Yahya bermula dari mimpi Jokowi yang ingin meningkatkan secara tajam jumlah kunjungan wisatawan asing ke Nusantara. Presiden mematok target kunjungan wisatawan 20 juta pada tahun 2019. Target ini berangkat dari keprihatinan Presiden melihat rendahnya kunjungan WNA ke negeri ini. Angkanya jauh tertinggal dari negara-negara seteru di Asean. Malaysia dan Thailand.

Di akhir tahun 2014, wisatawan yang melancong ke Malaysia dan Thailand sudah menembus angka 25 juta wisatawan. Indonesia benar-benar tertinggal. Bahkan hampir 3 kali lipat. Padahal, Indonesia kurang apa dari Malaysia. Objek wisata, Indonesia jauh unggul. Keragaman budaya apalagi. Malaysia bahkan kerap mengklaim budaya asli Indonesia sebagai miliknya.

Untuk memenuhi target tersebut, Jokowi menemukan orang yang tepat untuk mewujudkannya. Presiden punya target tinggi, Arief Yahya optimis mencapainya. Arief Yahya hanya menginginkan Jokowi memback up kerja-kerja kementerian pariwisata secara full. Setelah itu, sang menteri memainkan jurus-jurusnya.

Arief Yahya memang bukan orang biasa. Putra Banyuwangi ini sudah melewati banyak tantangan. Dan sukses. Sebelum menjadi Menteri, ia adalah direktur utama PT Telkom. Di bawah komandonya, Telkom tampil sebagai perusahaan kelas dunia dengan laba ber triliun rupiah. Secara personal, Ia juga kerap memperoleh penghargaan sebagai CEO terbaik.

Salah satu yang segera dibenahi adalah menemukan kata yang tepat sebagai brand pariwisata Indonesia. Akhirnya ditemukan kata yang benar-benar powerful. Wonderful Indonesia. Brand inilah yang dipromosikan secara besar-besaran ke seantero dunia. Ke Eropa, Amerika, China hingga Australia. Iklan-iklan Wonderful Indonesia memenuhi ruang-ruang publik di New York, menghiasi bus-bus umum kota di London. Bahkan Televisi Al Jazeera pun kebanjiran iklan Wonderful Indonesa.

Tak hanya itu, Kemenpar juga rajin mengikuti pameran-pameran pariwisata di sentero dunia. Di Jerman, Shanghai hingga ke Brisbane Australia. Penerbangan-penerbangan langsung ke kota-kota ternama dunia juga terus di tambah jumlahnya.

Hasilnya fantastis. Dalam berbagai kompetisi pariwisata tingkat dunia, Wonderful Indonesia berhasil menyalip Truly Asia-nya Malaysia maupun Amazing-nya Thailand. Brand pariwisata Asean perlahan bergeser ke Indonesia. Tak lagi melulu milik Malaysia maupun Thailand.

Selesai dengan urusan Brand, Kemenpar terus melangkah maju. Program-program lainnya terus diluncurkan. Diantaranya mengusulkan kebijakan bebas visa kunjungan. Walaupun banyak di tentang, kebijakan ini konsisten berjalan. Bahkan telah menjangkau ratusan Negara. Untuk persoalan ini, Jokowi berdiri di belakang Arief Yahya.

Sejalan dengan berjalannya kebijakan-kebijakan pariwisata tersebut, perbaikan infrastruktur pariwisata dalam negeri terus dibenahi. Bahkan digenjot secara massif. Pos-pos perlintasan di perbatasan dibangun total. Pos perbatasan di Atambua NTT, Nunukan di Kaltara dan Merauke di Papua tampil dengan gaya megah dan modern. Menjadi kebanggaan bagi warga perbatasan sekaligus magnet penarik bagi rakyat negara tetangga.

Bandara-bandara internasional sebagai pintu gerbang utama negeri juga di benahi. Terminal 3 Bandara Internasional Soekarno Hatta yang diresmikan langsung penggunaannya oleh Jokowi diklaim bahkan mengalahkan Bandara Changi di Singapura. Baik dari sisi arsitekturnya maupun modernisasi perangkat penerbangannya.   

Selain itu Kemenpar juga melahirkan 1 kebijakan baru pariwisata. Menetapkan 10 Bali baru. 10 destinasi wisata baru yang dikerjakan secara serius dan ditargetkan mampu mengejar popularitas Bali.

Ke 10 destinasi itu adalah Danau Toba di Sumatera utara, Semeru-Bromo-Tengger di Jawa Timur, Belitung di Babel, Mandalika di Lombok, Wakatobi di Sulawesi Tenggara, Kepulauan Seribu di Jakarta, Candi Borobudur di Jawa Tengah, Morotai di Maluku utara, Tanjung Lesung di Banten, dan Pulau Komodo di NTT.

Jika sepuluh destinasi ini rampung, Indonesia tak hanya akan di kenal karena Bali nya semata. Namun seantero negeri akan menjadi magnet penarik bagi kunjungan wisatawan di masa depan.

Bukti nyata keberhasilan sektor pariwisata ini secara riil dapat di potret di bidang ekonomi. Di tahun 2015, sektor pariwisata bertengger di urutan ke 4 sebagai penghasil devisa terbesar bagi Indonesia. Di tahun 2016 bergeser ke posisi kedua setelah CPO. Dan di prediksi, tahun 2019, pariwisata akan menjadi penghasil utama devisa bangsa mengalahkan sektor migas maupun industri sawit.

Selamat bekerja Pak Menteri. Teruslah berkarya mendampingi Presiden Jokowi setidaknya hingga tahun 2024. Insha Allah.

*Penulis adalah Sekertaris DPC PDI Perjuangan Majene

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun