Pendidikan adalah tonggak utama berdirinya suatu bangsa yang memegang peranan sangat penting dalam peningkatan kualitas hidup manusia (Dryden, 2003). Pendidikan juga merupakan aspek penting yang wajib didapatkan oleh setiap individu baik sebagai individu normal ataupun individu yang terlahir dengan sebuah keterbatasan fisik.
Dalam rangka meningkatkan peran pendidikan dalam membentuk karakter bangsa yang kompeten, salah satu tantangan yang harus dihadapi saat ini adalah kualitas dan mutu pendidikan baik pada tingkat sekolah dasar, menengah bahkan Sekolah Luar Biasa yang selalu dituntut untuk menjadi lebih baik karena perubahan zaman yang terjadi sangat pesat baik secara nasional maupun global.
Namun, fakta menunjukan bahwa permasalahan pendidikan khususnya terkait dengan akses dan pemerataan pendidikan masih menjadi kendala utama dalam penyelenggaraan sistem pendidikan nasional yang berkualitas di Indonesia. Hal ini disebabkan karena tidak setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk mengenyam pendidikan hanya karena permasalahan ekonomi, adanya keterbatasan fisik, ataupun karena faktor eksternal lainnya.
Permasalahan tersebut dapat dibuktikan dengan adanya suatu ketimpangan akses pendidikan antara jenis penyelenggarakan pendidikan formal dengan pendidikan inkulsif masyarakat pedesaan dengan masyarakat yang tinggal di daerah perkotaan dalam mengenyam pendidikan berkualitas yang tidak hanya mampu memberikan jaminan lulus dengan predikat tertentu tetapi juga diharapkan mampu membentuk karakter lulusan yang kompeten dalam berbagai aspek.
Namun demikian, fakta menunjukan bahwa permasalahan pendidikan di Indonesia saat ini khususnya terkait dengan banyaknya terjadi kasus anak putus sekolah di Indonesia berdasarkan data yang dilansir oleh Pusat Data dan Statistik Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia pada tahun 2017 telah menyebutkan bahwa terdapat 187.211 siswa putus sekolah (Kemendikud, 2017).
Adanya kasus anak putus sekolah adalah representasi bahwasanya hak akan pendidikan masih belum berpihak kepada seluruh elemen masyarakat. Tidak hanya itu, masalah terkait pendidikan juga masih ditemui pada banyaknya lulusan-lulusan yang menganggur adalah bukti masih diperlukannya upaya perbaikan terkait dengan arah sistem pendidikan di Indonesia (Daryanto H. 2005).
Berdasarkan permasalahan tersebut, menilik pada kondisi saat ini kita telah memasuki momentum yang sangat krusial yakni adanya Masyaratak Ekonomi Asean (MEA) yang memberikan suatu tantangan baru bagi masyarakat Indonesia untuk bisa menjadi lulusan yang kompeten di bidangnya untuk bersaing dalam pasar global melalui pemenuhan akses pendidikan yang berkualitas.
Kesempatan Indonesia untuk dapat berkontribusi besar dalam penyelenggaraan sistem MEA salah satunya adalah melalui pendidikan. Bagaimanapun tidak, melalui pendidikan Indonesia mampu membentuk karakter lulusan cendekiawan yang unggul, kompeten dan berwawasan luas sehingga mampu mendorong roda perekonomian bangsa dalam menghadapi tantangan MEA.
Terlebih saat ini kita telah memasuki era bonus demografi, di mana jumlah manusia berusia produktif lebih tinggi dibandingkan dengan manusia berusia non-produktif.
Namun demikian, harapan besar untuk bisa memberikan akses pendidikan yang berkualitas bagi seluruh masyarakat, maka perlu adanya suatu sistem terkait arah pergerakan pendidikan vokasional di Indonesia yang merata bagi seluruh kalangan masyarakat tanpa membeda-bedakan suku, agama, ras, atau bahkan hal yang menyangkut perbedaan fisik.
Apabila dianalisis lebih mendalam terkait dengan permasahalan pendidikan vokasional di Indonesia, berdasarkan data yang dilansir oleh Badan Pusat Statistik (BPS) melalui data Keadaan Ketenagakerjaan Indonesia Agustus 2017, telah menyebutkan bahwa tingkat pengangguran terbuka mencapai 5,5 persen pada realisasi tahun 2017. Dilihat dari tingkat pendidikan, lulusan SMK yang paling tinggi menganggur dibanding tingkat pendidikan lain, yakni sebesar 11,41 persen dari total siswa SMK di seluruh Indonesia sebesar 141.600 siswa. Berdasarkan fakta tersebut, tidak dapat dipungkiri bahwa saat ini krisis pendidikan masih terjadi di Indonesia (Kemendiknas, 2011)