Tak terasa, waktu pelaksanaan Pilpres semakin mendekat. Masing-masing pasangan calon tentu berusaha untuk menggalang suara dari berbagai kalangan masyarakat. Generasi milenial pun tak lewat dari perhatian tiap-tiap kandidat. Hal ini dikarenakan generasi milenial merupakan lumbung suara yang cukup besar dalam Pilpres 2019.Â
Bahkan, penggalangan suara milenial tampaknya menjadi agenda utama dari tiap-tiap parpol. Pasalnya, menurut data Saiful Munjani Research and Consulting (SMRC), sekitar 34% masyarakat Indonesia berada dalam rentang "usia emas" yaitu antara 17 hingga 34 tahun. Dapat dikatakan, suara milenial di Indonesia hampir mencapai setengah suara dari rakyat Indonesia.
Tentu dampaknya akan sangat signifikan bagi pasangan calon yang mampu menarik hati para milenial. Melalui hasil survey SMRC tersebut juga, diketahui bahwa generasi milenial saat ini cenderung memilih Jokowi dibanding Prabowo. Kondisi ini dilatarbelakangi dengan upaya Presiden Jokowi yang merangkul generasi milenial dalam kehidupan sehari-hari maupun kehidupan politik.Â
Salah satu tren Presiden Jokowi yang menjadi viral diantara generasi milenial adalah momen beliau mengendarai sepeda motor Chopper, dengan menggunakan celana dan jaket jeans ala anak muda. Atas penampilannya tersebut, Presiden Jokowi sering pula dianalogikan sebagai sosok yang tidak kalah milenial dengan pemuda-pemuda lain.
Sementara itu, di sisi lain, kubu Prabowo Subianto cukup jarang menunjukkan kesan merangkul generasi milenial. Dalam kehidupan politik pun, Prabowo cenderung monoton dengan kampanye-kampanye formal dan otentik ala Bung Karno.Â
Mulai dari berpakaian safari ala tahun 70 an hingga menggunakan kuda sebagai simbolisasi formalitas kuno, menjadi tembok tersendiri bagi Prabowo Subianto dan milenial. Oleh karenanya, hanya sedikit para milenial yang tertarik untuk melirik Prabowo Subianto.
Meski penampilan memang cukup berpengaruh bagi para milenial, diatas itu semua, milenial tentu akan condong kepada kandidat yang menawarkan program kerja yang inovatif. Generasi milenial mendambakan seorang pemimpin yang mampu menyelesaikan permasalahan dengan ide yang baru dan mutakhir. Bukan sekedar copy paste dari visi misi Presiden terdahulu.Â
Dengan pemikiran nan maju tersebut, tentu kandidat Pilpres tidak boleh hanya mengikuti alur kontestasi politik sebagaimana terjadi pada Pemilu-pemilu sebelumnya.
Di samping itu, generasi milenial sebagai generasi yang melek teknologi dan informasi pasti akan mengandalkan rasionalitas dan logika dalam memilih pemimpin. Tentu mereka dapat dengan mudah mengakses track record para kandidat untuk memprediksi kepemimpinan calon sekiranya terpilih. Oleh karenanya, wajar jika seorang remaja yang mungkin terlihat masih kecil, sudah fasih membicarakan pelanggaran HAM Prabowo di masa dia belum lahir.
Kondisi ini harus dipertahankan mengingat generasi milenial dilatih untuk menjadi kritis terhadap Politik. Milenial tidak lagi memilih berdasarkan asas suka, SARA, dan subjektifitas lain tetapi dengan pertimbangan track record, visi misi, serta gagasannya.Â
Bahkan, jika memungkinkan, generasi milenial harus menjadi bagian yang berkontribusi dalam politik khususnya dalam menyebarkan berita-berita benar di media sosial. Apalagi, belakangan ini, berita hoax sudah mendominasi area bermain milenial di jejaring sosial.
Oleh karenanya, penting bagi generasi milenial yang memahami pentingnya politik, untuk menjadi agen yang menangkal berita hoax serta turut menyebarkan berita benar dan kritis terhadap polemik dalam Pemilu. Saat milenial mengambil sikap untuk memelihara politik ke arah yang lebih baik, secara otomatis milenial telah menentukan kemana arah bangsa yang sebenarnya. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H