Jika gerakan sholat Shubuh berjamaah mampu menanamkan nilai kebangsaan, memerangi korupsi, narkoba dan menjunjung sikap toleransi, itu merupakan tindakan yang mulia. Demikian juga apabila gerakan semacam ini ditujukan untuk menanamkan kesadaran akan pentingnya sholat berjamaah itu sendiri. Ini memang bisa disebut gerakan politik sholat tetapi tujuan politisnya adalah untuk kegiatan ibadah itu sendiri.
Bayangkan jika Ibadah semacam ini diwarnai dengan pidato politik yang menyulut hati jamaah, untuk berbuat sesuai arahan di pemberi pidato, terlebih sudah ada massa yang disiapkan untuk menggiring massa yang lain, akibatnya juga sangat berbahaya.
Banyaknya jumlah massa yang diraih dengan gerakan politik sholat berjamaah ini dinilai sangat rawan dimasuki oleh penyusup yang membawa kepentingan destruktif jika dinilai dari aspek keamanan.
Akan menjadi masalah jika tujuan politis yang digadang oleh gerakan politik tersebut adalah kekuasaan politik, mencaci wibawa hukum negara, menjatuhkan pemerintahan, ujaran untuk menggulingkan pemerintahan, mengganti konstitusi negara atau memaksakan kebenaran atas nama kelompok untuk memberikan tekanan pada kelompok lain. Jika hal ini terjadi, maka aparat hukum jelas berwenang untuk memberikan tindakan tegas.
Para aktifis gerakan sholat Shubuh berjamaah mestinya memahami kaidah hukum yang mewajibkan untuk menghindari kemudharatan dalam berdakwah. Meski Nabi dan para sahabat berbicara tentang politik di masjid, namun mereka tidak menjadikannya ajang kampanye.
Sejatinya masjid merupakan tempat ibadah dan gerakan sholat shubuh berjamaan merupakan gerakan yang positif, namun jika gerakan ini ditunggangi oleh kepentingan politis berbetuk ujaran kebencian serta intoleransi, tentu akan berdampak pada persatuan umat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H