ekonomi dunia sedang banyak diterpa oleh berbagai guncangan yang melanda. Dimulai pada tahun 2019 yang lalu, pandemi Covid-19 memukul telak ekonomi dunia. Belum usai pandemi membayangi, dua tahun berselang, tepatnya pada bulan Februari 2022, dunia dihadapkan pada dampak dari konflik Rusia-Ukraina. Guncangan demi guncangan tidak berhenti pada titik itu, baru-baru ini dunia kembali dibuat cemas karena sebuah kabar bahwa Amerika Serikat terancam gagal bayar utangnya. Rasanya, ekonomi dunia bertubi-tubi harus menghadapi guncangan yang terus terjadi. Dalam kondisi yang kurang menguntungkan ini, banyak negara di dunia berusaha untuk tetap menjaga kestabilan pertumbuhan ekonominya. Tanpa menutup kemungkinan, beberapa negara pada akhirnya mencari jalan alternatif untuk tujuan mempertahankan kestabilan ekonominya dengan menjalin hubungan kerjasama dengan negara lain yang dirasa lebih menguntungkan, atau bahkan membentuk hubungan kerjasama baru yang berbasis bilateral atau multilateral di suatu kawasan tertentu.
Dewasa ini,Keterikatan suatu negara dalam suatu hubungan kerjasama, berorientasi pada kepentingan yang memberikan keuntungan bersama, menjelaskan bahwa sebenarnya hubungan kerjasama ini layaknya menciptakan poros dan kekuatan baru dalam kawasan tertentu. Keterkaitan ini sejalan dengan tema ASEAN Matters: Epicentrum of Growth. Sebuah tema yang memuat makna mendalam, menuju ekonomi ASEAN yang lebih integratif dan terdepan, serta menjadikan pusat pertumbuhan ekonomi yang tangguh dan berdaya. Keketuaan Indonesia di ASEAN 2023 memegang peran vital untuk bagaimana menjadikan ASEAN tetap penting dan relevan bagi masyarakat ASEAN maupun dunia.
Selaras daripada itu, penyatuan visi dan tema ini diharapkan dapat menjadi sebuah momen bagi seluruh negara anggota ASEAN untuk dapat meningkatkan kerjasama yang berbasis regional. Peran Indonesia sangat diharapkan untuk dapat menggerakkan segala lini kerjasama antar negara anggota ASEAN. Salah satunya, bagaimana peran Indonesia dapat meningkatkan kerjasama dalam bidang ekonomi. Berbagai guncangan ekonomi yang berdampak pada kestabilan ekonomi dan ketidakstabilan dari perkembangan dinamika global menjadi sebuah fokus tersendiri bagi Indonesia sebagai perannya dalam Keketuaan ASEAN 2023. Sehingga, bagaimana akhirnya dapat menciptakan sebuah iklim ekonomi yang suportif antara anggota ASEAN.
Bank Indonesia sebagai Nahkoda Bank Sentral di ASEAN
Bank Indonesia, sebagai salah satu garda depan Indonesia dalam menjaga kestabilan ekonomi, turut berperan dalam mendorong terjalinnya konektivitas antar negara anggota ASEAN. Sebuah konsep baru yang diperkenalkan bernama Regional Payment Connectivity (RPC), digagas dan digarap Bank Indonesia bersama bank sentral negara anggota ASEAN. Melalui komando dari Bank Indonesia, Regional Payment Connectivity (RPC) dapat menegaskan kembali komitmen ASEAN untuk mencapai interoperabilitas dan penguatan konektivitas sistem pembayaran. Regional Payment Connectivity (RPC) dirasa menjadi sebuah jalan tepat bagi negara anggota ASEAN pada bidang ekonomi untuk memperkuat ikatan kerja sama dan menghadapi kondisi dinamika global saat ini.
Melalui konsep Regional Payment Connectivity (RPC) ini, nantinya seluruh anggota ASEAN akan memiliki jaringan sistem pembayaran baru yang terintegrasi menjadi satu kesatuan. Layaknya sebuah Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) di Indonesia, Regional Payment Connectivity (RPC) akan menjadi standarisasi pembayaran baru antar negara anggota ASEAN dalam berbagai lini kerjasama. Penyatuan sistem pembayaran ini nantinya akan sangat memberikan dampak positif bagi seluruh negara anggota ASEAN. Sederhananya saja, transaksi keuangan akan jauh lebih mudah, cepat, dan efektif dengan adanya konsep konektivitas sistem pembayaran ini. Selain itu, nantinya dapat menjadi langkah strategis dalam mengatasi tantangan dan hambatan yang masih dihadapi negara ASEAN.
Dengan adanya Regional Payment Connectivity (RPC), diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan antar negara anggota ASEAN dan memperkuat kerjasama ekonomi di kawasan Asia Tenggara. Regional Payment Connectivity (RPC) juga diharapkan dapat mendorong inklusi keuangan yang berbasis digital, yang merupakan faktor penting untuk mewujudkan ekonomi ASEAN yang lebih integratif berkelanjutan di masa depan. Jikalau konsep yang diinisasi ini dapat terimplementasi, pastinya menjadi sebuah pencapaian berharga dan membanggakan bagi Indonesia di mata dunia sebagai perannya memegang keketuaan ASEAN 2023.
Peluang yang Berorientasi pada Keuntungan
Regional Payment Connectivity (RPC) sebagai upaya dalam penyatuan konektivitas sistem pembayaran di ASEAN, akan menciptakan jaringan pembayaran lintas batas yang lebih cepat dan efisien, serta mampu mendukung kemajuan digitalisasi dan integrasi keuangan. Regional Payment Connectivity (RPC) dirasa menjadi sebuah jalan tepat bagi negara anggota ASEAN pada bidang ekonomi untuk memperkuat ikatan kerja sama dan menghadapi kondisi dinamika global saat ini. Kolaborasi antar negara anggota ASEAN menjadi kunci utama dalam merealisasikan tujuan ini. Dengan adanya gagasan ini, nantinya diharapkan dapat memberikan dampak positif dalam pemulihan sektor ekonomi di kawasan Asia Tenggara.
Dalam gagasannya, Bank Indonesia menjelaskan bahwa terdapat tiga keuntungan yang akan diperoleh dengan adanya konektivitas sistem pembayaran di ASEAN. Pertama, terjalinnya komitmen kuat untuk bersama bergerak dari bilateral ke mutual vibe cooperation yang berbasis sistem pembayaran digital terhadap seluruh mata uang negara anggota ASEAN, nantinya akan diintegrasikan dalam satu sistem pembayaran yang cepat dan mudah dalam bertransaksi, sepertinya layaknya Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS). Kedua, melalui gagasan ini, diharapkan dapat mewujudkan legasi lewat digitalisasi dalam berbagai lini kerjasama yang memberikan keuntungan pada 668Â juta penduduk di Asia Tenggara. Ketiga, Regional Payment Connectivity (RPC) dapat menjadi langkah awal yang konkrit dari visi menuju bank sentral uang digital, dimulai dari integrasi di Asia Tenggara ke Asia, kemudian menuju level global.
Tantangan: Antara Optimis dan Realistis
Sebetulnya, gagasan mengenai Regional Payment Connectivity (RPC) sudah diwacanakan dari dua puluh tahun yang lalu, dan baru mulai diwujudkan kala bertepatan dengan Indonesia sebagai Presidensi G20. Artinya bahwa negara anggota ASEAN sudah siap akan implementasi dari transformasi sistem pembayaran digital ini. Karena begitu banyak keuntungan yang ditawarkan, lima negara ASEAN, Indonesia, Singapura,Thailand, Malaysia, Thailand, dan Filipina sudah berkomitmen dengan menandatangani nota kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU) dari Regional Payment Connectivity (RPC) pada 2022, tahun lalu.
Namun, perlu diketahui bahwa implementasi Regional Payment Connectivity (RPC) juga masih dihadapkan pada beberapa tantangan, seperti regulasi yang belum sepenuhnya terkoordinasi antar negara, keberagaman sistem pembayaran antar negara anggota ASEAN, serta keamanan dan privasi data yang masih menjadi perhatian. Selain itu, dinamika global yang berkutat pada isu politik dan keamanan masih menjadi tantangan tersendiri bagi ASEAN untuk dapat mewujudkan optimalisasi sentralitas ASEAN. Hal ini tentu bukan menjadi pekerjaan yang mudah, Indonesia yang memegang estafet Keketuaan ASEAN 2023 harus dapat mewadahi seluruh kepentingan negara anggota dan mengoptimalkan peran sentral ASEAN. Oleh karena itu, diperlukan kolaborasi yang erat antar negara anggota ASEAN dalam menghadapi tantangan tersebut dan memastikan bahwa implementasi Regional Payment Connectivity (RPC) dapat berjalan dengan lancar dan memberikan manfaat yang signifikan bagi seluruh kepentingan negara anggota ASEAN, utamanya dalam bidang ekonomi dan keuangan.
Tentu, yang lebih esensial dari target implementasi Regional Payment Connectivity (RPC) tersebut adalah peningkatan inklusi dan literasi keuangan. Kolaborasi dan sinergitas seluruh pelaku industri bersama bank sentral seluruh negara anggota ASEAN menjadi faktor kunci untuk menghadapi tantangan dan mewujudkan cross-border economic interlinkage secara lebih luas. Bagaimana seluruh pihak dapat menangkap peluang dan menciptakan inovasi baik pada produk dan layanan cross-border economic maupun arsitektur sistem pembayaran. Sehingga, pada akhirnya target tersebut akan sejalan dengan prioritas strategis Pemerintah Indonesia dan Blueprint Sistem Pembayaran Digital Indonesia 2025 yang disusun oleh Bank Indonesia.
Â
Kata kunci: Bank Indonesia, ASEAN, Sistem Pembayaran, Indonesia, Ekonomi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H