Bila merujuk pada teori Samuel Huntington (1991) Democracy's Third Wave, maka proses demokratisasi di dunia telah melewati masa gelombang ketiga. Dimana bangkitnya negara-negara dengan kekuasaan otoriter yang mulai keluar untuk menjalankan kekuasaan yang lebih demokratis semakin membuat demokrasi telah menyebar hampir keseluruh belahan dunia. Mulai dari negara kaawasn Amerika Latin, Eropa, Asia, Timur tengah hingga Afrika kini hampir semua telah menganut sistem demokrasi. Terlebih juga bahwa demokrasi liberal dianggap telah mencapai kemenangannya setelah usainya perang dingin dan runtuhnya negara-negara blok Timur yang berhaluan kiri atau paham Sosialis Komunis (Fukuyama, 1992) The End of History and The Last Man. Paham liberal yang telah melekat dalam demokrasi membuat setiap proses demokratisasi akan membawa suatu negara menuju suatu paham ekonomi liberal yaitu kapitalisme. Demokrasi di satu sisi menjadi harapan bagi beberapa negara untuk dapat menciptakan atau  meningkatkan kesejahteraan pada warga negaranya, khususnya negara-negara dengan tingkat perekonomian yang rendah seperti di kawasan Afrika sebut saja negara-negara seperti Mesir, Ghana hingga Libya. Namun dalam praktiknya di sejumlah negara yang telah lama menganut paham demokrasi, terdapat anomali ketika kesejahteraan masyarakat dihadapkan pada ekonomi kapitalisme yang telah semakin menghegemoni berbagai aspek kehidupan.
      Ketika kehidupan demokrasi diharapkan membawa masyarakat dalam suatu negara menuju sebuah kesejahteraan ekonomi, namun di dalamnya tumbuh sebuah sistem ekonomi kapitalisme maka hal ini menjadi sebuah paradoks bahwa paham ekonomi liberal ini telah memberikan sebuah kebebasan yang seluas-luasnya pada para pemilik modal untuk dapat mengendalikan pasar. Hal ini akan memengaruhi pada bagaimana penyediaan layanan publik dalam sebuah negara, karena akses pelayanan publik merupakan prasyarat penting lahirnya kesejahteraan masyarakat suatu negara. Negara tidak akan dapat memenuhi semua bentuk kebutuhan pelayanan publik bagi masyarakatnya sehingga terjadilah privatisasi dalam hal pelayanan publik, ini menjadi jalan masuknya korporasi untuk mengkomersialisasi berbagai macam bentuk pelayanan publik yang diperlukan masyarakat, hal ini berdampak pada semakin mahalnya akses menuju pelayanan publik bagi masyarakat seperti pelayanan kesehatan hingga pelayanan pendikan. Sehingga hal ini menimbulkan sebuah pertanyaan besar tentang demokrasi, apakah demokrasi mampu membawa suatu masyarakat pada kesejahteraan ketika justru dihadapkan pada sebuah paham ekonomi kapitalisme yang merupakan bagian dari konsekuensi yang lahir bersama demokrasi itu sendiri.
Lahirnya Kapitalisme di Negara Demokrasi
      Pada dasarnya demokrasi dan liberalisme adalah hal yang berbeda, akan tetapi dewasa ini kedua hal tersebut telah menyatu dan tidak bisa dipisahkan, demokratisasi di suatu negara akan diikuti sebuah proses liberalisasi khususnya dalam praktik kehidupan ekonominya. Paham liberalisme setidaknya berpijak pada tiga keyakinan yaitu : (1) kebebasan bagi individu (2) hak pemilikan pribadi dan (3) inisiatif individu serta usaha swasta. Berdasar juga pada teori Adam Smith tentang konsep Laisez Faire bahwa individualisme ekonomi serta kebebasan ekonomi akan lahir ketika tidak adanya intervensi pemerintah dalam artian intervensi pemerintah benar-benar dibatasi hanya dalam aktivitas-aktivitas tertentu saja.
Dalam setiap kasusnya demokratisasi akan disertai dengan tumbuhnya ekonomi kapitalisme, perang dingin menjadi salah satu bukti bahwa demokrasi dan kapitalisme merupakan dua paham yang tak terpisahkan. Pertarungan ideologi kala itu yang berhasil "dimenangkan" oleh blok barat dengan demokrasi liberalnya. Dalam sebuah demokrasi liberal maka tak akan terhindarkan fenomena liberalisasi ekonomi yang menghantarkan pada sistem kapitalisme. Kapitalisme kemudian dapat menjadi masalah terhadap demokrasi itu sendiri, bahwa ancaman demokrasi berasal dari perusahaan-perusahaan multinasional yang kini telah mereperesentasikan dirinya menjadi kekuatan ekonomi dan politik sementara negara tidak mampu lagi mengontrol.
Privatisasi Pelayanan Publik
Fenomena privatisasi atau istilah lainnya adalah swastanisasi merupakan sebuah revolusi global pada era sekitar 1970-1980 an. Dalam studi yang dilakukan Jones Et Al (1991) bahwa privatisasi terjadi dengan berbagai macam penyebabnya. Salah satunya seperti yang terjadi di Chile yang dianggap sebagai eksperimen pencapaian masyarakat kapitalis  dalam tingkat yang lebih lanjut dimana Negara hanya menjadi pihak ketiga yang menjadi "pendamai" konfrontasi yang terjadi antara masyarakat sipil dan pengusaha. Hal tersebut berbeda dengan keadaan bahwa negara yang menguasai melalui bentuk-bentuk pelayanan publik secara langsung berhadapan dengan masyarakat. Dalam sebuah studi yang lain dilakukann oleh Ramesh dan Wu (2008) terhadap Thailand, Malaysia, Filipina, dan Indonesia yang berhasil menunjukkan kecenderungan bahwa penyediaan pelayanan (provision) dan pendanaan (financing) pada pelayanan public yang didominasi oleh negara telah menghasilkan sebuah keadaan yang lebih baik dibandingkan jika dilakukan oleh swasta.
Sementara dalam sistem ekonomi kapitalis yang lahir bersamaan dengan berkembangnya demokrasi akan semakin  memberi ruang dan tentu memperbanyak kehadiran pihak swasta atau korporasi-korporasi dalam sektor pelayanan publik, diantaranya yang paling sentral adalah pendidikan dan juga kesehatan di mana akan lahir semakin banyak sekolah-sekolah hingga pendidikan tinggi maupun institusi kesehatan seperti rumah sakit yang dikelola oleh swasta. Permasalahan yang terjadi kemudian adalah bahwa orientasi dari pihak-pihak swasta ini bukanlah pada terjaminnya penyediaan layanan publik bagi setiap kalangan masyarakat, akan tetapi mereka akan berorientasi pada profit atau keuntungan. Hal tersebut menjadi permasalahan ekonomi terutama di dalam sebuah negara berkembang dengan tingkat ekonomi yang masih relatif rendah, akses menuju pelayanan publik akan terbatas bagi kelompok ekonomi menengah kebawah sehingga menyebabkab potensi lahirnya kesenjangan sosial ekonomi dan kemiskinan yang semakin meluas.
Kapitalisme dan Kesejahteraan
      Dalam teori serta cita-citanya sistem ekonomi kapitalisme tentu dimaksudkan untuk memberi kesejahteraan pada seluruh lapisan masyarakat, konsep hak milik pribadi dan kebebasan persaingan yang diberikan bertujuan agar setiap masyarakat mampu mencapai tingkat perekonomian yang baik. Campur tangan pemerintah sangan minim  karena pemerintah hanya memiliki kedudukan sebagai "pengamat" dan "pelindung" dalam perekonomian Rianto (2004) Globalisasi, Liberalisasi Ekonomi dan Krisis Demokrasi. Namun dalam praktiknya seringkali kebebasan tersebut justru menjadi jalan untuk para pemilik modal melakukan eksploitasi ekonomi sehingga pada akhirnya melahirkan sebuah kesenjangan sosial. Meski saat ini perekonomian global dikuasai oleh kapitalisme dimana hampir setiap negara telah menganut sistem ekonomi kapitalis yang juga dibawa seiringan dengan berkembangnya demokrasi, akan tetapi kritik tersebut terbukti benarnya bahwa kesenjangan yang terjadi dan kemiskinan di beberapa negara diantara penyebabnya adalah kapitalisme yang hidup di negara tersebut.
 Kebebasan dalam sistem kapitalisme semakin sulit untuk dikontrol oleh negara, sebab pada dasarnya negara juga membutuhkan swasta untuk dapat memenuhi kebutuhan akan layanan publik bagi masyarakatnya sehingga terjadilah privatisasi sektor pelayanan publik seperti pendidikan dan juga kesehatan, namun orientasi utama dari swasta tentu adalah mengenai profit sehingga untuk menndapatkan akses yang baik dalam pelayanan publik yang dikelola oleh swasta akan membutuhkan biaya yang amat besar hal tersebut tentu akan berpengaruh pada kesejahteraan masyarakat karena selain harus memenuhi kebutuhan pokoknya mereka juga dihadapkan pada tingginya biaya untuk mengakses pendidikan  bahkan dalam hal kesehatan.
Demokrasi tidak semata-mata sebuah sistem dalam menjalankan kekuasaan, namun lebih dari itu akan mmenghasilkan berbagai konsekuensi termasuk dalam aspek ekonomi. Bahwa di satu sisi dalam beberapa kasus, demokratisasi dapat membawa perbaikan dalam tatanan kehidupan suatu negara dan memperbaiki kondisi kesejahteraan masyarakatnya namun menjadi sebuah paradoks ketika dihadapkan pada sebuah sistem  ekonomi kapitalis yang kemudian cenderung eksploitatif dan mengkomersialisasi berbagai bentuk sektor pelayanan publik sehingga menghambat akses menuju kesejahteraan masyarakat dikarenakan begitu mahalnya biaya pendidikan hingga akses kesehatan. Hal tersebut dapat menjadi sebuah tinjauan tersendiri sebab kenyataannya terjadi kontradiksi di dalam kehidupan demokrasi itu sendiri bahwa demokratisasi di yang dialami sebuah Negara tidak serta merta membawa jaminan kesejahteraan bagi masyarakatnya akan tetapi memiliki berbagai konsekuensi lain yang secara tidak langsung justru akan menghambat proses menuju kesejahteraan masyarakat yang diharapkan tersebut.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI