Namanya Embun Pagi Larasati. Biasa dipanggil Embun. Saat lahir berat badannyat tergolong besar. Empat kilo gram. Dia lahir di sebuah rumah sakit di sebuah kota kecil yang terkenal sebagai penghasil minyak di kota sumatera. Ibunya seorang ibu rumah tangga, sedang ayahnya adalah seorang karyawan di sebuah perusahaan minyak terkenal kala itu. Hidup Embun serba berkecukupan. Mereka tinggal di sebuah perumahan milik perusahaan dengan fasilitas yang sangat memadai. Air, listrik, telpon, gratis. Berobat gratis di rumah sakit milik perusahaan dan sekolah juga gratis, dengan fasilitas antar jemput khusus anak TK.
Ibu Embun mempunyai hobby memasak, dan sangat kreatif dalam menyiapkan makanan untuk keluarganya.
Menurut Embun semua masakan ibunya enak. Tidak ada yang tidak dia suka. Entah bahan apa yang telah di masukkan ibu itu ke dalamnya hingga membuat masakannya selalu enak.
Dalam satu hari Embun makan tiga kali. Sarapan pagi, makan siang, dan makan malam.
sisanya di antara jam makan, dia makan cemilan apa saja yang ada di rumah, entah itu roti, kue-kue, permen hingga cokelat semua  bersih dilahapnya.
Mungkin karena itulah, tak heran jika lama- kelamaan tubuhnya menjadi semakin gendut. Pipi tembam, rambut keriting, kulit hitam. Begitulah penampakan gadis kecil itu. Â
Diantara teman-teman TK memang tubuhnya bisa di bilang yang paling gemuk.
Tapi saat itu dia tidak peduli dengan bentuk tubuh. Namanya juga anak-anak, pastinya belum mengerti dengan hal-hal seperti itu. Apalagi di rumah, dia suka di bilang lucu dan menggemaskan.
Saat awal masuk sekolah dasar hingga kelas lima tidak terlalu banyak kendala yang berarti. Tapi ketika masuk ke kelas enam. Ada teman laki-laki yang suka menggoda Embun. Namanya Guntur. Apesnya, setiap hari Embun harus melewati kelas Guntur ini. Kalau saja ada jalan lain yang bisa menuju kelas Embun, walau memutar, Embun pasti lebih suka memilih jalan lain. Tapi apa daya, hanya itu akses satu-satunya. Setiap hari Embun harus menerima sapaan dari Guntur seperti ini.
"Eh, si Embun, tembem, gendut lewat!" teriak Guntur
biasanya dia tidak sendiri, tapi bareng dua orang temannya. Setelah itu mereka akan tertawa-tawa bertiga hingga Embun masuk ke kelas. Saat itu biasanya Embun  hanya bisa diam dan menyimpan rasa kesal dalam hati.
Untunglah ada sahabatnya yang berani memarahi mereka, namanya Cindy. Hingga suatu hari karena kesal Cindy pun memarahi Guntur.
"Heh Guntur, kamu gak boleh ya  ngata-ngatain Embun seperti itu!Nanti aku laporin ke wali kelas lho!"
Bukannya malah takut mereka malah semakin menjadi.
 "Abis si Embun lucu, wajahnya itu keibuan tapi kakinya itu lho, kaya kesebelasan. Ha ha ha."
Guntur tertawa terbahak-bahak.
Cindy tak mau kalah.