Mohon tunggu...
Ilham Gunawan
Ilham Gunawan Mohon Tunggu... Freelancer - Student

.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Melawan Arus: Menyongsong Harapan dan Kekhawatiran di Negeri Sendiri

13 Februari 2024   17:12 Diperbarui: 13 Februari 2024   17:31 342
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto: BPS Proporsi penduduk RI

Satu hari menjelang pemilihan Presiden di Republik Indonesia, ketika semua distraksi dan segala baik-buruknya kampanye telah dilakukan oleh setiap calon pemimpin untuk memuluskan langkahnya menuju singgasana yang kami rasa sudah tak ada penghuninya lagi. Kami tergugah untuk membuat sebuah tulisan sederhana tentang sebuah harapan dan kekhawatiran terhadap masa depan negeri ini.

Sebagai seorang anak yang tumbuh di lingkungan mayoritas warga sipil dan buruh. Kami sepakat dengan perkataan Sir Winston Leonard Spencer-Churchill seorang politikus dan juga penulis dari Britania raya, menurutnya, "Semua hal besar itu sederhana dan banyak yang dapat diungkapkan dalam satu kata: kebebasan, keadilan, kehormatan, tugas, belas kasihan, dan harapan".

Kebebasan berpendapat dan berekspresi yang sering digaungkan untuk menyuarakan hak-hak kami baik di ruang publik maupun media sosial tentu selalu menjadi harapan yang musti ditegakan kembali setelah dalam 10 tahun terakhir tenggelam ke dalam "gorong-gorong".

Dikutip dari CNN Indonesia, (9/8/2023), Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mencatat sebanyak 967 orang ditangkap akibat menyuarakan haknya di ruang publik. KontraS menuturkan data itu diperoleh dalam periode Januari 2022 hingga Juni 2023 dengan total 183 kasus terkait pelanggaran hak kebebasan berpendapat.

Dalam catatan KontraS tersebut, Kepolisian menjadi pelaku dominan dengan terlibat pada 128 peristiwa, diikuti unsur pemerintah lain dengan 27 peristiwa dan swasta (perusahaan) dengan 24 peristiwa.

Melihat maraknya kejadian beberapa waktu ke belakang, kebebasan berpendapat dan berekspresi di ruang umum tentu saja menjadi harapan yang harus ditegakan kembali dalam kepemimpinan siapapun kedepannya. 

Namun di sisi lain, harapan ini bisa seketika sirna dan menjadi kekhawatiran bagi negeri ini ketika pemimpin yang disokong penuh oleh rezim ini kembali meneruskan Trah-nya. Khususnya bagi jurnalis, mahasiswa, hingga masyarakat yang akan memperjuangkan haknya, perjuangan akan semakin berat jikalau seorang pemimpin yang otoriter terpilih karena kemungkinan kritik atau saran akan dibungkam.

Alkisah, Indonesia adalah negeri yang kaya akan segalanya, mulai dari kekayaan alam, budaya, hingga koruptor, kami adalah juaranya.

Berbicara tentang harapan, harapan besar yang selalu digaungkan kaum elit adalah "Menuju Indonesia Emas 2045". 

Tapi, dalam perspektif kami, beberapa hal untuk menuju kesana agaknya tidak dipersiapkan matang oleh mereka sendiri, bahkan menurut kami itu hanya sekedar buaian politik yang dirasa tidak realistis jika dibandingkan dengan realitas yang terjadi.

21 tahun menuju ke masa yang dikatakan "Indonesia Emas", kami masih berkutat dengan keadaan yang dipenuhi konflik yang diciptakan oleh elit itu sendiri dan tetap saja masyarakat yang menjadi korbannya. 

Menurut kami, kestabilan dalam negeri merupakan salah satu aspek utama untuk menuju ke depan, dengan kestabilan, hal-hal yang menjadi tujuan akan lebih mudah dicapai karena berbagai krisis, ketimpangan sosial, hingga konflik yang terjadi sekarang harus diredakan terlebih dahulu agar stabilitas terjadi.

Bonus demografi tentu saja menjadi harapan yang sangat diharapkan dapat membawa negeri ini terbang jauh. Dikutip dari Diskominfo Jabar pada Juni 2022, Jumlah penduduk Indonesia mencapai 275,36 juta jiwa.

Foto: DiskominfoJabar 
Foto: DiskominfoJabar 

Pada 2024 ini, suara dari Generasi milenial dan Generasi Z sangat menetukan masa depan Indonesia. Merujuk data Komisi Pemilihan Umum (KPU), Daftar Pemilih Tetap (DPT) Nasional untuk Pemilu 2024 sebesar 204.807.222 jiwa. Dari jumlah kurang lebih 55 hingga 60 persen diantaranya merupakan pemilih muda atau sekitar 106.358.447 jiwa. (cnbcIndonesia.com).

Foto: BPS Proporsi penduduk RI
Foto: BPS Proporsi penduduk RI

Dari data yang tersedia, tentu saja untuk menggapai segala harap itu sendiri keputusan dikembalikan kepada pilihan anak muda itu sendiri.

Beberapa harapan sederhana yang kami harap dilakukan oleh siapapun yang memimpin di masa depan.

Yang pertama, Pendidikan dan pengembangan Sumber daya manusia adalah  salah satu aspek mutlak yang harus dimiliki untuk kemajuan suatu bangsa, maka dari itu pembentukan dan sistemnya harus sangat baik.

SDM yang berkualitas ini tak hanya menjadi motor penggerak ekonomi, tetapi juga menjadi pondasi bagi pembangunan sosial, budaya, dan politik Indonesia di masa mendatang.

Orang-orang terpelajar dan terdidik merupakan salah satu aset penting yang harus dimiliki  dan dimanfaatkan oleh bangsa yang ingin menjadi negara yang maju. Anak-anak harus dengan mudah menjangkau akses pendidikan mulai dari TK hingga Perguruan Tinggi. 

Selain itu sistem pendidikan juga harus diperbaiki, yang kami rasakan sekarang terlalu membebani kaum bawah hingga menengah. Agaknya pendidikan gratislah yang kami butuhkan, bukan makan gratis, yang kami rasa hanya akan membuat orang Indonesia memiliki mental pengemis dan ingin terus "disuapi".

Pendidikan yang berkualitas dan merata diharapkan menjadi kunci dalam menciptakan generasi yang terampil, kreatif, dan inovatif. Di masa depan, Indonesia diharapkan dapat memperkuat sistem pendidikan untuk menghasilkan lulusan yang siap bersaing secara global dan berkontribusi positif bagi pembangunan negara.

Tentunya, pendidikan dan sumber daya manusia yang unggul merupakan hal yang harus dibenahi.

Kedua, Keadilan dan kesetaraan sosial, seringnya terjadi ketidakadilan dalam beberapa waktu kebelakang kami anggap sebagai kekhawatiran yang akan terus terjadi jika Trah rezim ini terus berkuasa.

Maka dari itu Keadilan dan kesetaraan sosial harus ditegakan, yang kami maksud merupakan prasyarat penting dalam upaya menuju pembangunan yang berkelanjutan dan inklusif. Keadilan sosial memastikan bahwa setiap warga negara memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan manfaat dari pembangunan, tanpa memandang latar belakang sosial, ekonomi, atau etnis mereka.

Karena yang kami rasakan sampai detik ini, setiap kebijakan mulai dari ekonomi hingga hukum hanya selalu menguntungkan golongan mereka saja. Singkat cerita, orang miskin yang mencuri satu buah diatas pohon akan diadili, berbanding terbalik dengan praktik korupsi yang dilakukan kaum elit yang mana kasusnya akan hilang tertimbun bansos.

Untuk menggapai harapan itu, pemimpin yang akan terpilih nanti memiliki tugas yang berat untuk mengatasi turunnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahan,  karena realita yang diciptakan oleh mereka sendiri dalam 10 tahun terakhir. Kemungkinan terburuk adalah masyarakat semakin dihantui oleh kekhawatiran yang lebih besar karena mendapatkan pemimpin yang sama saja.

Yang ketiga adalah menjaga Keseimbangan Lingkungan dan Sumber daya alam.

Dalam sebagian besar sejarah, manusia harus melawan alam untuk bertahan hidup; di abad ini dia mulai menyadari bahwa, untuk bertahan hidup, dia harus melindunginya. Tentu, keseimbangan lingkungan dan pengelolaan sumber daya alam yang baik adalah kunci penting untuk masa depan yang lestari dan makmur di negeri yang katanya agraris ini.

Berbanding terbalik dengan paragraf pertama, realita menunjukan bahwa ketidakseimbanganlah yang terjadi, ketika rezim yang mulia ini cukup rajin mengeruk kekayaan di negeri sendiri untuk kepentingan golongan mereka sendiri.

Menurut laporan Badan Pusat Statistik (BPS), luas tutupan hutan Indonesia sudah berkurang 956.258 hektare (ha) selama periode 2017-2021. Angka tersebut setara dengan 0,5% dari total luas daratan Indonesia.

Foto: Databoks.katadata.co.id
Foto: Databoks.katadata.co.id

Penurunan luas hutan terjadi di Kalimantan, Papua, dan Sumatra. Sementara itu luas hutan di Bali-Nusa Tenggara, Sulawesi, Jawa, dan Maluku bertambah, namun penambahannya jauh lebih rendah dibanding luas hutan yang hilang. 

Belum lagi kegiatan pertambangan batu bara yang menyebabkan ketidakseimbangan lingkungan dan udara, Secara lingkungan, keberadaan pertambangan batubara menimbulkan dampak terhadap Perubahan bentang alam, penurunan kesuburan tanah, terjadinya ancaman terhadap keanekaragaman hayati, penurunan kualitas air, penurunan kualitas udara serta pencemaran lingkungan.

Untuk mencapai kemajuan dalam segala aspek, tentu saja keseimbangan lingkungan harus diperhatikan juga, karena dampak positif maupun negatifnya tetap terasa bagi masyarakat sekitar.

Harapan Keempat, kesejateraan Petani dan Tenaga Pengajar

Guru dan petani merupakan dua pilar utama dalam pembangunan sosial dan ekonomi sebuah negara. Guru memegang peran krusial dalam membentuk generasi muda melalui pendidikan, sementara petani merupakan tulang punggung sektor pertanian yang menjadi penopang utama pertumbuhan ekonomi dan kehidupan orang banyak. 

Kesejahteraan guru dan petani menjadi sangat penting karena hal ini tidak hanya berdampak pada kualitas pendidikan dan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan, tetapi juga mempengaruhi pertumbuhan ekonomi dan stabilitas pangan.

Dikutip dari KBR, Gaji pekerja di sektor pendidikan dan pangan hingga saat ini masih rendah, bahkan di bawah rata-rata upah nasional. Padahal dua sektor itu merupakan kebutuhan dasar masyarakat. Angka jelasnya tercatat dalam Laporan Bulanan Data Sosial Ekonomi Januari 2020 yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS), Senin (13/1/2020). 

Menurut laporan tersebut, sampai Agustus 2019 rata-rata upah pekerja nasional adalah Rp2,9 juta per bulan. Namun, upah rata-rata pekerja di Jasa Pendidikan hanya sekitar Rp2,7 juta per bulan. Pekerja di sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan lebih rendah lagi, yakni sekitar Rp2 juta per bulan.

Harapan sederhana untuk menyongsong masa depan dengan meningkatkan kesejahteraan kedua profesi yang mulia ini. Selain itu, regenerasi di bidang pertanian harus segera dilakukan untuk menjaga keseimbangan sektor ini yang dominan dikuasai oleh orang tua.

Banyak harapan lain yang telah terbayang, namun sederhananya, setiap hal baik adalah suatu keinginan yang ingin kami lihat untuk negeri ini kedepannya siapapun pemimpinnya. Tapi, alam bawah sadar kami mengatakan harapan-harapan ini akan sulit terlaksana jika keberlanjutan menjadi pemenangnya.

Dengan berbagai dinamika yang mewarnai perjalanan pemilu kali ini, kita tidak dapat mengabaikan tantangan maupun potensi yang ada di sekitar kita. Namun, di tengah hiruk-pikuknya perjalanan, terdapat ruang untuk menemukan keseimbangan antara harapan dan kekhawatiran. Sebuah harapan untuk mereka yang ganjil dan kekhawatiran untuk mereka yang genap.

Untuk hari esok yang lebih baik mari bersama-sama menolak untuk terjebak dalam jaringan konformitas dan status quo yang melumpuhkan. Saat kita menghadapi pilihan untuk memilih pemimpin, marilah kita lakukan dengan sikap yang tegas dan rasional terhadap struktur kekuasaan yang korup dan tidak adil. Pilihlah pemimpin yang bukan hanya menjanjikan keberlanjutan, tetapi pilihlah mereka yang berani menantang sistem yang tidak sehat dan memperjuangkan kesetaraan dan keadilan sejati bagi semua warga Negara. 

It's time to change.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun