RCTI menggugat. Topik yang sedang hangat di media sosial belakangan ini. RCTI menggugat platform yang berbasis internet seperti Youtube dan Netflix perihal UU penyiaran. RCTI selaku penyedia layanan stasiun TV swasta merasa gerah terhadap platform tersebut.
Platform - platform yang berbasis internet seperti halnya netflix dan youtube yang berfokus pada peyiaran audio-visual dinilai pihak RCTI memberikan konten konten yang tidak sesuai nilai - nilai pancasila dan bisa mengancam moral bangsa.
RCTI menginginkan platform hiburan yang berbasis internet juga ikut tunduk pada UU penyiaran sehingga mereka meminta MK untuk melakukan judicial review kepada UU penyiaran tepatnya pada pasal 1 ayat 2 yang berbunyi:
Penyiaran adalah kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran dan/atau sarana transmisi di darat, di laut atau di antariksa dengan menggunakan spektrum frekuensi radio melalui udara, kabel, dan/atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran.
Dari pasal ini dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa yang diatur dalam UU penyiaran hanyalah penyiaran yang dilakukan dengan pemancar frekuensi gelombang audio, sedangkan platform yang menggunakan internet sebagai basisnya tidak masuk dalam kategori tersebut.
Bunyi dari pasal ini dinilai pihak RCTI tidaklah relevan dengan kodisi saat ini, yang mana pada beberapa tahun silam penggunaan internet belum se-massive sekarang sehingga stasiun TV menjadi pilihan utama hiburan masyarakat secara nasional.
Namun pada era sekarang TV mulai ditinggalkan. Masyarakat mulai menggandrungi youtube dan netflix sebagai sarana hiburan, alasannya sederhana saja karena youtube dan netflix memiliki konten yang beragam dan bisa diakses kapan saja tanpa jadwal tertentu.
Di sinilah muncul sebuah permasalahan. Konten yang ada di youtube sangatlah banyak dan tidak dapat dikontrol, berbeda dengan RCTI yang diawasi oleh KPI, konten creator youtube bebas berekspresi tanpa harus takut ditegur oleh KPI sehingga banyak sekali konten yang tidak dapat dikatakan terpuji seperti konten prank, konten sadis, pornografi dan lain lain masih bisa ditemukan di youtube.
RCTI dan stasiun TV swasta lain selaku penyiar berbasis spektrum radio tidak dapat berkreasi sebebas youtube maupun media sosial lainnya. Banyak sekali acara - acara televisi yang terkena sanksi atau bahkan diberhentikan oleh pihak KPI terkait isi acara yang tidak mendidik tetapi konten serupa masih banyak tersedia di youtube dan media lainnya secara bebas asalkan tidak melanggar kebijakan privasi media itu.
Kebebasan dalam berkreasi di media sosial terbilang sangatlah murah, cukup dengan modal kamera dan internet semua orang dapat melakukan siaran langsung seperti live IG dan lain - lain (meskipun tidak ada yang menonton siarannya).
Kontras sekali dengan stasiun TV yang untuk melakukan sekali siaran membutuhkan dana yang fantastis untuk satu kali tayang. Kemudahan dalam melakukan siaran langsung di medsos mendorong masyarakat untuk melakukan siaran meskipun kontennya sebenarnya tidak layak tayang karena mengancam moral bangsa.
RCTI muncul sebagai pahlawan dadakan bagi industri pertelevisian yang saat ini seperti kalang kabut dalam persaingan melawan media sosial. Dengan massive-nya penggunaan media penyiaran berbasis internet sudah selayaknya ada pihak yang mengawasi seluruh isi konten dari media tersebut.
Rasanya masuk akal gugatan dari RCTI menyikapi permasalahan moral dan ketidakadilan ini. RCTI (dan saya yakin seluruh stasiun TV lainnya juga sama) merasa iri dengan kebebasan dalam mereka berkreasi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H