Senja. Menjelang waktu maghrib. Di waktu ini biasanya kaum 'indie' menghabiskan waktu dengan seruputan kopi racikan bartender warkop. Namun seorang remaja gabut (yaitu penulis) menghabiskan senjanya dengan caranya sendiri. Sawah yang terhampar seluas ratusan hektar (yang jelas bukan milik penulis) ditiup oleh angin sehingga terlihat tarian dari tanaman padi yang beranjak dewasa (namun belum cukup tua untuk dipanen) seakan seperti penari balet yang menikmati tiupan angin. Remaja tersebut meminum air tawar yang ia bawa dari rumahnya karena dia merasa haus sembari menatap sawah tadi. Tak sadar pemuda itu bahwa gadgetnya telah membunyikan alarm yang menandakan waktu maghrib sudah dekat. Remaja tersebut mengumpat, "Sialan, kok bisa ya sampe gak sadar kalo hampir maghrib?". Tanpa pikir panjang, remaja itu mengayuh sepedanya sekuat tenaga untuk pulang agar bisa beribadah secara massal pada waktu itu. Jarak yang harus ditempuh oleh remaja itu tidaklah dekat, sekitar 5 kali 1000 meter untuk bisa pulang.
Namun rasanya pemuda tersebut semakin dekat dengan ketidak beruntungan. Sepeda yang dia gunakan rusak. Rodanya terlepas. Setirnya bengkok. Remnya hilang. Hancur sudah sepeda yang menemaninya selama lima tahun terakhir ini. Mobil truk yang bermuatan sepeda pancal model terbaru dengan cepat menyeruduk sepedanya sehingga sepeda yang ia punya berubah menjadi tak lebih dari potongan besi tua. Truk tersebut lari, seolah hanya menabrak semut saja. Pemuda tadi bersabar dan mengumpat, "Asudahlah!". Dengan terpaksa ia menggunakan kedua kakinya sebagai alat transportasi darurat dan meninggalkan sepedanya yang sudah hancur begitu saja ditengah jalan raya.
Lelah, adalah satu satunya hal yang dia rasakan. Perjalanan yang dia capai baru sepuluh persen dari total jarak yang harus dia tempuh. Bodohnya lagi dia melupakan botol minuman yang dia bawa dan meninggalkannya di sepedanya tadi. "Asudahlah". Kesialan terjadi secara terus menerus.
Malam pun tiba, baru setengah perjalanan secercah keberuntungan mulai menghampiri. Pemuda itu bertemu dengan ketiga temannya. Rudi, Ani dan Maya. Ketiganya juga akan pulang ke rumah masing masing dengan berjalan kaki dengan arah perjalanan yang sama denga pemuda tadi. Pemuda itu sangat bersyukur bisa bertemu dengan ketiga temannya tadi dan mereka segera melanjutkan perjalanannya, Pulang.
Obrolan yang tadinya saling bersautan antara empat sekawan tadi tiba tiba mulai jarang terdengar, mungkin bahan obrolan mereka sudah mulai habis mengingat perjalanan mereka cukup memakan waktu. Dalam kesunyian tanpa obrolan, pemuda yang selalu kena sial tadi sepintas melirik bangunan rumah bercorak tionghoa yang lama kosong dan sudah didekorasi ulang oleh laba - laba dengan sarangnya, terlihat sesosok wanita muda yang menggantung lehernya untuk bunuh diri. Karena sudah tahu pasti itu bukanlah manusia yang masih hidup, pemuda itu tidak memberi tahu kawannya agar tidak terjadi histeria massal namun nampaknya Rudi juga melihat hal yang sama. Tanpa ada aba - aba, mereka kompak untuk merahasiakan ini dari teman perempuan mereka.
Dari belakang, sosok yang tadi mengikuti mereka. Hanya pemuda itu dan Rudi yang sadar kalo mereka diikuti, hingga sosok tersebut menampakkan dirinya didepan keempat orang tersebut dengan berwujud wanita muda dengan gaun panjang mirip daster hingga dibawah lutut tanpa lengan, dengan menggendong kepalanya sendiri di tangan kanannya, yang membuat menarik adalah wajah dari sosok tersebut cukup cantik sebenarnya, tapi ya kalo bukan manusia gimana lagi? sontak hal tersebut membuat semuanya tak sadarkan diri.
Saat terbangun, hanya ada tiga orang. Pemuda, Ani dan Maya. Lalu kemana Rudi? Entah hilang atau dimakan oleh sosok tadi atau pergi meninggalkan mereka bertiga. Tiada yang tahu pasti. Ketiga orang tadi terbangun di sebuah ruangan yang bersih, rapi dengan warna dominan putih, lantai putih, tembok putih dan langit langit putih. Ruang tersebut memiliki sebuah pintu yang berwarna coklat dengan bahan kayu. Tanpa pikir panjang mereka bertiga menuju pintu yang mereka kira adalah pintu keluar. Tapi apa yang mereka temui bukanlah sesuatu yang sesuai ekspektasi mereka.
Terdapat banyak orang yang mereka bertiga kenali, namun sudah tidak memiliki sisi manusia. Mereka sudah diubah oleh sosok tadi menjadi zombie yang menjadi budak dari sosok tersebut. Takut dan kaget serta heran seakan campur aduk ketika melihat orang orang yang mereka kenal sudah bukan manusia lagi. Tetapi mereka bertiga tidak menemukan sosok Rudi pada kerumunan zombie tersebut, Apakah Rudi selamat? Kalimat itu yang terus terngiang dipikiran mereka bertiga selagi dalam pelarian mereka.
Tempat mereka berada layaknya labirin yang tak berujung, tak ada jalan keluar meskipun telah lelah merjalan menyusurinya. Hingga pada akhirnya mereka bertemu dengan Rudi dengan wujud yang memprihatinkan. Rudi, seperti halnya orang orang yang terlebih dahulu ditangkap oleh sosok itu, telah diubah menjadi zombie pelayan sosok itu. Rudi yang sudah tidak bisa mengendalikan dirinya seketika menghampiri ketiga temannya tadi dan menyeret mereka bertiga untuk masuk ke dalam ruangan tempat mereka dikurung. Maya, pacar dari Rudi menangis melihat kekasihnya sudah bukan manusia lagi. Tangisan Maya tidak membuat Rudi bergeming. Hingga akhirnya Maya berteriak ke Rudi, "Rudi! omaewa mo shindeiru!". Naluri ke wibu-an Rudi belum sepenuhnya hilang. Rudi yang sebelumnya tidak dapat mengendalikan dirinya, dengan setengah sadar dia melepaskan kami bertiga serta menjelaskan bahwa sosok tersebut adalah Rani yang selama hidupnya adalah seorang perempuan yang menjadi wanita idaman oleh laki -- laki yang dikenalinya, hingga akhirnya dia bunuh diri karena tidak kuat akan tekanan yang diberikan oleh para laki -- laki yang menyukainya. Setelah mati, arwahnya tidak tenang sehingga dia menerror orang -- orang yang selama hidupnya menyukainya.
Rudi merasa bersalah karena seharusnya yang dibawa oleh Rani untuk dijadikan budaknya di alam ini hanyalah dia seorang. Sebagai permintaan maaf, Rudi yang masih mempertahankan kesadarannya menunjukkan cara keluar dari tempat terkutuk itu. Kembali ke tempat mereka terbangun dan diam adalah cara agar mereka dapat keluar. Mereka bertiga mengucapkan selamat tinggal pada Rudi dengan linangan air mata karena mereka sadar Rudi akan terjebak selamanya di tempat mengerikan ini. Selamat tinggal Rudi. Mereka bertiga segera pergi menuju lokasi mereka terbangun tadi dan alangkah kagetnya setelah menengok kebelakang, terlihat Rudi kembali menjadi zombie dan sudah tidak memiliki kesadaran lagi.
Lari, mereka berlarian menghindari kejaran zombie zombie lain yang juga mengikuti mereka yang jumlahnya semakin banyak ketika  sudah mendekati tempat mereka bangun. Pemuda tadi akhirnya dengan dramatisnya berhenti berlari dan meminta kedua temannya, Ana dan Maya untuk melanjutkan perjalanan mereka dan mengorbankan dirinya untuk menahan zombie zombie tersebut.