Duki, lelaki yang sering nongkrong di mana saja. Dia adalah pengamat ulung. Sedih dengan lingkungan kampungnya. Sebab banyak orang yang menurutnya problematik.
Dia mencurahkan pandangannya itu pada anak-anak muda yang nongkrong dengannya. Dia berharap anak-anak muda itu tak jadi orang problematik.
"Kau tahu Parto. Dia problematik. Ke sana ke mari minjem uang. Bilangnya minjem, tapi ngga pernah mengembalikan. Pinjem aku sudah setahun. Jika ditagih selalu buat alasan," kata Duki.
"Pinjem berapa om?" Kata salah satu pemuda pada Duki.
"Sepuluh ribu rupiah," kata Duki.
Duki bercerita tentang Parto dengan sangat fasih dan lancar. "Parto sosok yang nyebelin. Datang hanya pinjem uang," kata Duki.
Di hari lain, di tongkrongan pemuda, Duki bercerita tentang yang lain. "Tahu Manto? Kalau ngomong moral beuh, sok moralis. Seolah hanya dia yang bermoral. Padahal, dia juga brengsek. Kau tahu besi rel kereta di seberang sungai yang tak lagi dipakai? Kan sekarang sudah tak ada. Itu yang ngambil Manto!" Kata Duki.
"Kenapa tak dilaporkan ke polisi?" Tanya pemuda.
"Karena tak ada bukti. Aku lihat dia maling tapi tak ada bukti selain penglihatanku. Kalau aku lapor bisa aku yang kena pasal," kata Duki.
Duki bicara tentang Manto dengan fasih, lancar, dan meyakinkan.
Lain waktu dia bicara tentang Samin. Lelaki yang sukanya suruh sana suruh sini. "Dalihnya dia tetua di sini. Lalu dengan entengnya minta yang lebih muda untuk memijat. Kan feodal banget itu," kata Duki.
"Kalian juga hati-hati dengan Karmo. Kalau bisa jangan berhubungan dengan dia. Setiap omongan akan dia pelintir untuk keuntungan dia pribadi," ujar Duki.
Satu per satu orang-orang problematik dia telanjangi. Sebab, kampungnya memang problematik. Kampung tak maju karena banyak orang problematik.
Duki terus mengulang cerita ketika nongkrong dengan anak muda. Dia berharap anak muda tak ada yang problematik.
Satu ketika saat nongkrong, ada yang teriak dari jalan ke Duki. Saat itu, Duki nongkrong dengan beberapa pemuda.
"Hei Duki!!" Teriak lelaki yang memakai helm dan masker.
"Dasar lelaki problematik. Tiap hari nongkrong ngobrolin orang. Kerja Duki, kerja!" Teriak lelaki itu sembari berlalu.
Sejak saat itu Duki merasa marwahnya runtuh di hadapan para pemuda.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H